Sabtu, 03 November 2018

Perbudakan.


Mungkin soal Ketuhanan bukanlah hal yang baru bagi penduduk Makkah dan tidak begitu dipersoalkan ketika Muhammad datang membawa risalah Islam. Tapi yang langsung ditentang ketika Muhammad berbicara tentang kesamaan hak manusi dan kebebasan. Rasul menentang segala bentuk penindasan manusia terhadap manusia. Terutama budaya perbudakan.  Kalau anda kehilangan hak intelektual anda untuk menentukan sikap maka itu artinya anda sudah jadi budak. Kalau anda kehilangan kebebasan untuk memilih maka itu juga artinya anda sudah jadi budak. Kalau aktifitas anda diatur maka itu artinya anda sudah jadi budak. Kesimpulannya, apapun itu selagi akal dan kebabasan tidak ada, maka itu adalah adalah budak. 

Padahal bagi penduduk Arab dan juga bagi budaya dunia ketika era Rasul perbudakan adalah sesuatu yang lumrah. Manusia lemah biasa diperbudak dan bisa diperdagangankan. Rasu menolak itu. Hubungan antara penguasa dan rakyat bukanlah perbudakan bila didasarkan kepada kasih sayang. Kasih sayang inilah yang diajarkan oleh Islam agar tak ada lagi jarak antara manusia satu dengan yang lainnnya. Tentu kasih sayang diterapkan berdasarkan hukum proporsional. Artinya tidak ada jarak bukan berarti kesataraan seperti ajaran komunis. Tapi menempatkan rasa hormat dengan patut kepada siapapun sebagai hamba ciptaan Allah.

Hubungan antara manusia ( hablulminannas) menjadi perhatian utama dalam islam. Itu yang disebut dengan akhlak. Mengapa ? Karena yang menjadi biang kerusakan dimuka bumi bukan karena tauhid tetapi karena akhlak yang buruk. Itulah sebabnya dua pertiga isi Al Quran berisi tentang hubungan antar manusia agar tidak ada salah tafsir. Allah mengajarkan kepada manusia bagaimana bersikap dalam berhubungan antara penguasa dengan rakyat, antara majikan dengan pekerja, antara suami dengan istri, antara orang tua dengan anak, antara orang pintar dengan orang bodoh, antara pedagang dengan pedagang dan diantara sahabat serta saudara. Rasulpun mencontohkan ajaran itu dalam bentuk pribadi agungnya sebagai imam, suami, pemimpin, sahabat. 

Inti dari semua ajaran hubungan antara manusia ini adalah membangun sifat cinta dan kasih sayang. Dengan kasih sayang maka perbedaan dapat di musyawarahkan, perdamaian dapat dibangun, kemakmuran dapat diharapkan. Bagi saya, agama itu saya patuhi dengan menjalankan segala ritual yang disyariatkan. Sayapun berusaha terus berbuat yang sebaik-baiknya kepada orang lain. Saya tidak berbisnis dengan Tuhan; doa bagi saya adalah menyapa Tuhan dan ekspresi saya yang merunduk pada Iradat-Nya. Saya tak ingin permusuhan terjadi karena perbedaan agama. Sungguh menggelikan untuk menganggap iman, sesembahan, dan kitab suci yang berbeda dari agama kita sebagai hal yang terkutuk. Seandainya hanya ada satu agama saja di muka bumi, dan semua yang di luar pengaruhnya akan dijatuhi hukuman abadi…maka Tuhan dari agama itu akan merupakan Tuhan yang paling kejam dan tak adil. Semua agama baik sepanjang ia memperbaiki fi’il manusia dan merawat harapan

Namun setelah Muhammad wafat, sampai kini masalah perbudakan ini terus terjadi dan bahkan telah bermetamorfosa menjadikan agama sebagai alat perbudakan manusia terhadap manusia. Terbukti hilangnya kebebasan manusia untuk bersikap. Agama tidak lagi menjadi hubungan personal manusia dengan Tuhan tetapi telah menjadi lembaga yang menentukan segala galanya. Ia menjadi dogma yang mengekang kebebasan orang untuk bersikap. Mindset rasa takut dibangun lewat agama, bukanya mindset cinta. Padahal, pemaksaan kehendak justru adalah menentang Al Quran itu sendiri ( Qs. al-Baqarah [2]: 256 dan Qs. Yunus [10]: 99.). Meskipun agama dimanfaatkan menjadi lembaga selalu melahirkan kekejaman dan represi, namun secara personal manfaatnya lebih besar. Agama adalah sebuah karunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...