Pendahuluan
Sebelumnya babo sudah menulis di Blog tentang “ Pemikiran Yahudi Bapak Bangsa.” dan satu lagi “ Indonesia di bawah hegemoni AS’. Dua tulisan di blog ini saling terkait sebenarnya. Mengapa sampai AS ingin mengusai Indonesia, itu karena pemikiran yang berlandaskan kepada humanisme, namun sebetulnya pemikiran tentang penguasaan sumber daya ekonomi Global tanpa disekat oleh politik. Dengan demikian secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kalau kita bicara tentang AS bukan dalam arti itu sebuah Negara. Tetapi itu adalah keuatan konglemarasi financial, yang kebetulan markasnya ada di AS.
Saya tidak akan bertele dengan teori konspirasi. Pasti jadi ruang debat. Saya hanya berpatokan kepada hukum besi. Bahwa Politic follow money. Money butuh sumber daya ekonomi. Dan sumber daya ekonomi butuh politik untuk melegitimasinya. Sederhana ? Ya. Tapi tidak ada yang lebih serius di dunia ini selain uang. Gerakan agama atau sosial di era sekarang. Tidak akan terjadi tanpa uang. Sampai disini paham ya.
Kemerdekaan Politik.
Sjahrir adalah putra minang. Dia orangnya kecil. Tetapi nyalinya besar. Bukan sekedar nyali seperti preman. Nyalinya terukur sekali. Dia terpelajar. Lulus Master di Belanda. Kalau Soekarno dan Hatta berjuang diatas permukaan secara resmi mewakili kaum pergerakan. Tapi Sjahrir bergerak di bawah tanah. Para teman teman Sjahrir adalah kaum kiri. Seperti Chaerul Saleh, Sukarni, Aidit dan lain lain. Sejak era Belanda, Jepang berkuasa , mereka ini diburu oleh aparat hukum namun mereka selalu bisa lolos. Setelah proklamasi mereka juga jadi provokator menciptakan sosial terhadap kesultanan di Kalimantan dan Sumatera yang tidak mau bergabung dengan NKRI.
Sepulang Soekarno dan Hatta dari Vietnam bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Sjahrir datang menemui Sokarno dan Hatta. Terjadi perdebatan keras antara Soekarno dengan Sjahrir. Saat itu Soekarno menolak untuk memproklamirkan Kemerdekaan. Sjahrir berujar keras menyudutkan Soekarno” Bung Pengecut”.
Wikana dan Darwis yang ikut dalam rapat itu sempat mengeluarkan Golok. Saat itu juga Soekarno marah besar. "Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai Ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.” Tapi Hatta bisa menengahi pertengkaran itu. Sjahrir akhirnya diam. Namun bukan berarti Sjahrir menerima alasan Hatta.
Kekecewaan Sjahrir dengan Soekarno dan Hatta, disampaikannya kepada teman temannya, Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikrana, Armansjah, Sukarni, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan lainnya. Setelah itu Sjahrir pulang. Keesokannya, tepat pada pukul 04.30 dini hari tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda itu bergerak. Mereka datangi rumah Soekarno dan Hatta. Sukarno bersama Fatmawati dan putra sulungnya, Guntur, serta Hatta dibawa mereka ke Rengasdengklok, kemudian ditempatkan di rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Jiauw Ki Song.
Sjahrir dengar kabar, teman temanya menculik Soekarno-Hatta. Sjahrir marah besar. “ Tolol kalian semua. Dua orang itu tidak bisa diancam dengan kekerasan. Bahkan seluruh pemuda di Indonesia tidak cukup untuk menekan mereka. “ Soekarno dipulangkan ke rumah. Besoknya tanggal 17 agustus, Soekarno dalam keadaan sakit malaria, dipaksa oleh para pemuda memproklamirkan kemerdekaan.” Nah kita sudah merdeka. Revolusi baru saja dimulai. “ Kata Soekarno lirih usai membacakan Proklamasi dan kembali ke kamar tidur.
Setelah proklamasi, perlawanan rakyat digerakan oleh jaringan pemuda militan se-nusantara. Aksi merebut senjata Jepang terjadi meluas. Seluruh elemen rakyat bergabung dalam komando perang. Menolak segala campur asing. Berkali kali terjadi perjanjian damai yang diawasi badan PBB. Apapun isi perjajian itu, rakyat pasti menolak apabila ada syarat menyertakan Belanda dan terpecahnya Indonesia. Penolakan rakyat itu benar benar massive. Praktis pemerintah tidak punya reputasi dihadapan PBB. Butuh 5 tahun setelah proklamasi barulah ada pengakuan resmi international tentang kedaulatan Indonesia. Tapi 5 tahun terberat dengan korban nyawa tak terbilang.
Negeri ini diproklamirkan oleh bapak Bangsa. Tapi diperjuangkan oleh generasi pemberani yang sadar akan nilai nilai kehormatan yang harus dibela, walau nyawa taruhannya. Setelah itu sejarah mencatat. Sjahrir di penjara dan para pemuda pelopor yang tadinya berjuang, disingkirkan dari percaturan politik. Setelah itu, Politik jadi pangalima. Oligarki politik terjadi. Bisik bisik dengan asing terjadi begitu mesranya. Tampa disadari hutan, tanah kita 90% dikuasai oleh pemodal asing.
Kini era reformasi. Mari kita lawan oligarki politik yang mengusung mereka yang terindikasi proxy asing. Tidak perlu pertaruhkan nyawa. Cukup datang ke bilik suara. Jangan pilih mereka. Pilih yang pro rakyat saja. Andaikan semua capres/cawapres, tidak sesuai kehendak kita. Jangan pilih . Kalau diatas 50% suara gagal dengan jumlah pemilih diatas 50% maka dipastikan Presiden terpilih tidak legitimate secara hukum international. Kita pemilik negeri ini. Jangan gadaikan masa depan kepada oligarki politik pro asing. Lawan!
Peta Kekuatan Partai.
Nah mari kita lihat peta kekuatan partai sekarang. Akan ada tiga peluang capres . 1 PDIP. 2. Golkar 3 Poros tengah.
PDIP.
PDIP tetap butuh 1 partai lagi untuk bisa lolos presidential threshold. Nah disinilah akan terjadi proses dinamika politik. Teman koalisi bisa saja bergain kepada PDIP. Kemungkinan besar PDIP akan berkoalisi dengan Gerindra.
Golkar.
Kalau Geridra berkoalisi dengan PDIP maka Golkar akan menarik NASDEM. Dua partai ini sudah memenuhi ambang batas untuk mencalonkan Capres /wapres.
Poros Tengah.
Poros Tengah adalah gabungan dari partai Islam, yaitu PKB ( 9,69%), PKS ( 8,21%), PPP ( 4,52%), PAN ( 6,84%). Total suara Poros Tengah ini lebih dari cukup untuk memenuhi syarat presidential threshold.
Namun untuk bisa terbangunnya koalisi diperlukan komunikasi politik yang hebat. Itu perlu tokoh berkelas nasional. Yang ada sekarang adalah SBY dan JK. Untuk tahu peta kemampuan dua tokoh ini, mari kita lihat profil dua tokoh ini,
SBY punya jalur komunikasi yang bagus dengan kekuatan Poros Tengah. Itu sudah dibuktikan Era SBY berkuasa. Dia mendapat dukungan dari semua partai islam, termasuk PKS. Bagaimana dengan Golkar dan Nasdem? Kalau mereka ikut gabung ke koalisi bentukan SBY, jelas mereka jadi pelengkap saja. SBY akan menarik GN untuk jadi financial resource. Biaya logistik Pemilu 2024 aman. Maklum GN didukung Konglomerat. Tentu Golkar engga mau. Maka wajar saja bila Golkar dan Nasdem juga mau lead terbetuknya koalisi, nah disinilah peran JK yang juga fungsionaris Golkar.
JK, bagaimanapun dia adalah tokoh Golkar yang berada dibalik terbentuknya kepengurusan Golkar dibawah Airlangga sekarang. Sebetulnya koalisi Golkar dan Nasdem sudah cukup memenuhi ambang batas. Kalau mau tambah sedikit, gandeng Hanura selesai. Golkar dan Nasdem berharap pengaruh JK di poros tengah bisa memperkuat koalisi Golkar. Karena selain SBY, JK juga sangat besar pengaruhnya di poros tengah. Kalau Golkar mampu menarik koalisi Poros Tengah maka kemungkinan kontestan hanya dua, yaitu PDIP dan Golkar. PDIP terancam. Tetapi kalau JK atau SBY tidak bisa menarik koalisi Poros Tengah maka akan ada tiga kontestan yaitu PDIP, Golkar dan Poros tengah. Kemungkinan besar PDIP menang.
***
Potensi Jawa dalam Pilpres
Untuk mengukur kekuatan real rakyat. Maka kita harus berdasarkan data. Kalau berkaca pada data tahun 2019. Jumlah pemilih yang sah sebanyak 156 juta. Yang memilih Jokowi 55,5 % dan PS 44,50 %. Selisihnya hanya 10%. Dari data pemilih kedua kontestan ini kita bisa dengan mudah memetakan basis suara. Yang memilih PS umumnya anti panti dengan PDIP, dan kecenderungan secara emosional terhadap islam. Sementara pemilih Jokowi karena faktor Jawa. Jumlah pemilh Jawa ( Jawa Barat, Jateng, Jatim ) itu mencapai 50% dari total pemilih nasional. Kunci penentu kemenangan Jokowi ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Jadi kalau ada calon dari Jawa Tengah atau Jawa Timur jelas sangat berpotensi menang. Nah PDIP punya Ganjar dan Risma. Dua calon ini punya track record kinerja terbaik. Mereka juga dicintai oleh rakyat Jawa Tengah dan Jatim. Untuk provinsi lain, mesin partai PDIP bisa mengimbangi dengan kemampuan menarik suara, seperti Jawa Barat ada 40%. Banten 39% dan Jakarta PDIP juara menguasai suara diatas 50%. Daerah lain, tidak significant. Secara nasional suaranya hanya kecil. Kemenangan daerah luar jawa tidak menentukan kemenangan Pilpres.
Dibandingkan Ganjar dan Risma, Prabowo kurang Jawa. Karena PS tidak asli Jawa. Ibunya berasal dari Philipina ( atau Manado?). Hubungan emosional tidak begitu melekat bagi pemilih Jawa. Emil juga yang orang sunda sangat sulit mendapat dukungan. Anies lahir di Jawa Barat dan besar di Yogya. Namun keluarganya berasal dari Yaman. Calon lain sulit untuk bisa masuk radar capres. Karena hanya dikenal sebagai pejabat /PATI atau pengusaha. Tetapi tract record kepemimpinanya rendah. Kalau dipaksa akan bernasip sama dengan PS dan SU yang gagal dalam Pilpres 2019.
Berdasarkan peta kekuatan pemilih di Indonesia, kemungkinan besar calon PDIP lagi yang akan menang. Itu dengan syarat kontestan ada tiga. PDIP tidak mencalonkan Puan dan PS. Karena Puan bukan asli Jawa. Ayahnya Minang lahir di Palembang. Neneknya berasal dari Bengkulu.
Analisan data tersebut lebih mendekati realitas daripada teori politik dengan beragam strategi. Mengapa ? orang datang kebilik suara hanya 5 menit. Selesai. Engga perlu tinggi analisanya. Apalagi alasan emosional sudah terbentuk, teori apapun engga laku.
***
Kemungkin keterlibatan Asing
Saya bisa maklum bila tahun menjelang 2024 intrik politik semakin kencang. Walau dipermukaan keliatan tenang. Namun dibawah arusnya sangat kencang sekali. Lebih kencang dari retorika dan pidato MRS. Mengapa? ini soal pertarungan politik untuk menentukan peta kekuatan paska Jokowi. Kalau pertarungan itu dalam kuridor konstitusi sebagai aturan main. Tidak ada masalah. Tetapi dalam politik, konstitusi juga adalah transaksional. Dalam proses itulah terjadi tarik menarik antar faksi. Adu kuat posisi tawar dalam kebijakan menentukan arah bandul politik.
Harus diakui sejak adanya Pandemi sekarang ini. Indonesia memang masih tergolong negara dengan ekonomi terbaik nomor lima didunia. Tapi karena besarnya mesin ekonomi, tentu besar juga fuel diperlukan. Yang jadi masalah Indonesia adalah kekuatan APBN ditopang oleh likuiditas pasar uang. Tahun 2021 ini pemerintah menghadapi soal likuiditas APBN karena BI menolak meneruskan burder sharing untuk membiayai defisit fiskal. BI pasti punya alasan kuat secara UU.
Namun alasan ini juga tidak terjadi tanpa dukungan politik di DPR. Situasi ini membuat Jokowi tersudut. Bargin position melemah. Bayangkan, kalau tidak ada solusi karena Jokowi ngotot, APBN akan bolong. Amanah UU No. 1/2020 atas tanggung jawab terhadap Pandemi bisa berbalik mengancam posisi presiden. Karena engga ada uang dan dianggap gagal. Disamping masalah likuiditas APBN. Sampai sekarang kekuatan BI menahan laju rupiah berkat dukungan dari the Fed lewat fasilitas Repo Line. Tanpa itu, rupiah kapan saja bisa dihajar oleh hedger pasar uang. Kalau rupiah terjun bebas, presiden bisa jatuh.
Di tengah situasi pasar uang mengering, defisit fiskal, ancaman hutang BUMN yang besar, harapan tertuju kepada LPI. Lagi lagi LPI itu kekuatannya berkat dukungan dari IDFC, AS bersama sekutunya. Tampa keterlibatan IDFC and Co sebagai investor LPI ,maka Indonesia menghadapi ancaman gagal bayar utang BUMN dan investasi infrastruktur akan stuck yang bisa berujung kepada anjloknya PDB. Indonesia akan menghadapi ancaman spiral crisis. Bukan karena engga ada aset tetapi engga ada cash.
Itulah sebabnya tahun lalu sikap Indonesia terhadap AS berubah. Tidak segarang awal Jokowi berkuasa. Pak LBP berkali kali datang ke Washinton bertemu dengan Trumps. Kapal perang AS bisa leluasa masuk perairan indonesia dengan alasan numpang lewat. Padahal itu cara AS menekan Indonesia agar menerima draft kerjasama pertahanan di LCS, untuk menghadapi UU baru Cina berkaitan LCS. Kerjasama permanen itu hanya soal waktu. Pasti terjadi. Samahalnya kehendak AS agar kekuatan politk memberikan dukungan kepada proxynya di Indonesia jadi presiden tahun 2024, yang diantaranya adalah Anies.
Serara sistem kita sedang diobok obok AS dan itu karena sistem kita lemah menghadapi pendemi dan krisis ekonomi sekaligus. Itu semua karena biangnya adalah ketergantungan kita kepada pasar uang dan tidak bisa mandiri 100%. Para elite itu berpikir sederhana. Mereka tidak mau ambil resiko terlalu besar. Yang penting bagi mereka kekuasan tetap aman dan pesta terus terjadi. Siapa yang mau jadi presiden terserah bohir aja. Mereka siap mendukung.
Situasi ini hanya satu yang bisa menyelamatkan? apa itu? Bila rakyat bersatu memilih orang baik jadi presiden. Lawan oligarki politik itu dengan semangat persatuan. Kenalilah peta politk tahun 2024 dengan cerdas. Kenalilah siapa itu proxy asing dan siapa itu benar benar proxy rakyat.