Jumat, 12 Mei 2017

One Belt One Road..


Ketika Deng Xioping, melakukan perjalanan panjangnya menyusuri provinsi provinsi di derah pesisir CHina, dia melihat ketimpangan yang sangat lebar dengan provinsi yang berada di pedalaman. Sebagai seorang insinyur yang juga ahli strategi perang, Deng melihat terjadinya gap antara wilayah pesisir dengan pedalaman ini harus segera diatasi. Ketimpangan ini bukan karena orang China di pedalaman itu malas. Atau orang yang tinggal di pesisir lebih suka bekerja keras. Tapi karena ketimpangan infrastruktur ekonomi. Wilayah pesisir punya akses langsung ke laut untuk perdagangannya, sementara daerah pedalaman tidak ada. BIaya logisitik daerah pedalaman untuk menjangkau laut sangat mahal. Keadaan ini harus diatasi. Kalau tidak samakin lama semakin lebar gap pertumbuhan antar wilayah di CHina. Ini akan memicu perasaan ketidak adilan rakyat. Dengan mulai mengkampanyekan program “ Menebarkan kemakmuran wilayah pesisir ke wilayah pedalaman melalui pembangunan instrastruktur ekonomi. “ Wilayah pedalaman harus mempunyai akses logistik yang murah dan cepat ke wilayah pesisir. Dengan demikian akan terjadi koneksitas antar wilayah. Strategi Deng ini ternyata dilaksanakan dengan serius oleh China. China membangun jalan raya dan kereta yang mencapai lebih 50,000 KM. Pelabuhan raksasa berkelas domestik dan international sebagai program toll laut China. Tahun 1980an  semua program Deng menghubungkan wilayah pesisir dan pedalaman berhasil dibangun. Ekonomi China menggeliat bagaikan raksasa yang bangkit dari tidur lamannya. Semua daerah berlomba lomba memacu pertumbuhan ekonominya. Antar wilayah terjadi saling keterikatan mengembangkan potensinya masing masing. Sehingga tidak ada lagi istilah daerah kaya atau daerah miskin. Yang ada, saling memanfaatkan untuk kemakmuran bersama. Semua itu terjadi karena antar wilayah terjadi koneksitas yang efisien dan efektif.

Namun sebagai negara yang berpenduduk lebih dari 1,2 miliar , China mempunyai tantangan dan juga ancaman akan masa depan. Apa itu ? Pertumbuhan ekonomi akan berhadapan pertumbuhan penduduk, yang apabila tidak disiasati secara serius akan berdampak buruk dengan hasil dari kerja keras yang telah ada. Gap kaya miskin tetap akan terus melebar.  Karenanya mau tidak mau. China tidak bisa hidup sendiri. China harus menarik kemitraan luas dengan negara yang berada di regionalnya. Inilah cikal bakal apa yang disebut dengan One-Belt One-Road China ( OBOR) yang merupakan  elemen inti dalam kebijakan luar negeri Eurasia. Untuk menjadi masyarakat abad ke-21 yang sejahtera, ekonomi China harus terus meningkatkan rantai nilai tambah dengan membangun kemampuan inovasi. Ini juga harus memperbaiki alokasi modal jangka panjang sambil mengakomodasi bangkitnya konsumerisme - semua sambil mengelola warisan model pertumbuhan lama. Program OBOR membantu merealisasikan semua itu.

Ambisi OBOR jelas signifikan. Menyampaikan ambisi itu akan membutuhkan eksekusi di lapangan. Pada tingkat mikro, perusahaan China akan menghadapi berbagai risiko berdasarkan proyek per proyek. Ini bisa mencakup rintangan diplomatik atau peraturan, kesalahpahaman budaya dan berbagai sistem hukum yang berbeda yang akan mereka navigasikan. Tak satu pun dari rintangan ini tidak dapat diatasi; Perusahaan dari semua negara menghadapi tantangan seperti itu saat mereka pindah ke luar pasar dari rumah mereka dan memasuki wilayah yang asing. Sesuai dengan sejarah Foreign Direct Investment (FDI) dari negara besar seperti AS dan Eropa, beberapa kesalahan akan dilakukan dan uang bisa hilang. Cina menyadari itu. CHina tidak akan memaksakan program OBOR itu bisa segera di terima oleh mitranya. Namun China akan selalu ada untuk mendukung gagasan mitranya. Pada akhir 1990an, sebuah kebijakan "Go Outward" dilembagakan, mendorong perusahaan China untuk berinvestasi di luar negeri. Pada awal tahun 2000an, Shanghai Cooperation Organization (SCO) didirikan, yang mensistematisasikan keterlibatan tingkat tinggi China dengan sekelompok negara Asia tengah yang berada di sepanjang “jalur Sutra". Ada juga strategi "Go West", yang bertujuan untuk mengembangkan provinsi wilayah barat, yang banyak di antaranya berbatasan dengan negara-negara Asia Tengah. Pada tahun 2009, Presiden Hu mempererat hubungan dengan Asia tengah dengan berbagai kunjungan kenegaraan, investasi dan kemitraan ekonomi. 

Dan kemudian, pada tahun 2013, Presiden Xi Jinping memperkenalkan nama "Silk Road Economic Belt" dan "Maritime Silk Road" pada kunjungan resmi ke negara-negara asia tengah  dan negara-negara Asia Tenggara.  Dalam waktu kurang dari 18 bulan, Cina mengeluarkan rencana aksi komprehensif yang didukung hampir 60 negara Eurasia dan non Eurasia. Jaringan ekonomi yang diajukan tersebut mencakup wilayah geogra yang sangat luas. Sabuk daratan akan melalui benua Asia, Eropa, dan Afrika, menghubungkan Cina, Asia Tengah, Rusia dan Eropa di utara, dan menghubungkan Cina dengan Teluk Persia dan Laut Mediterania melalui Asia Tengah dan Lautan Hindia di selatan. Satu rute jalur maritim diawali dari pantai Cina ke Eropa melalui Laut Cina Selatan dan Lautan Hindia, rute lainnya dari Cina ke Pasifik Selatan. Jalur ini diperkirakan mencakup 4,4 milyar orang dan US S$2,1 trilyun produksi bruto, atau 63% dari populasi dunia dan 29% dari PDB dunia (Cheng, 2015).

Di bawah sponsor Presiden Xi, dana APBN melalusi aksi BUMN China di gelontorkan untuk proyek-proyek di bawah bendera OBOR. Prokyek "Silk Road Fund" senilai US $ 40 miliar. Proyek ini dibawah kendali dari Dewan Negara yang dipimpin langsung oleh Presiden. China juga membentuk lembaga multilateral dibidang pembiyaan proyek yaitu  Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang telah mendanai sejumlah proyek besar di negara-negara yang terkait dengan program OBOR.  Sejak di canangkannya OBOR sekitar US $ 1,3 triliun proyek yang telah dibiayai langsung di bawah bendera OBOR, program ini berukuran lebih dari tujuh kali ukuran Marshall Plan sebagai dana restorasi paska perang dunia kedua. Dan OBOR tidak dengan agenda ingin menguasai negara lain secara politik tapi sebagai mitra ekonomi saling memanfaatkan atas potensi masing masing. Karena setiap negara punya masalah terhadap pertumbuhan dan kemitraan adalah langkah bijak untuk masa depan yang lebih baik.

Jalur sutra bukan hanya mimpi agar china kembali ke masa lalu sebagai  pusat ekonomi Asia Timur, tapi benar benar di laksanakan dengan terencana. Pembangunan itu terus berlangsung. Misal dari Nanning telah di bangun jalur kereta melintasi Kamboja, Thialand, Malaysia dan terus ke Singapore, yang akant terhubung dengan toll laut Indonesia di Kuala Tanjung ( SUMUT). Juga sedang berlangsung pembangunan jalan dari China, Mongolia dan Rusia. Sementara itu di Pakistan, pembangunan infrastruktur mengalami kemajuan pesat berkat pembangunan koridor Sabuk dan Jalur Sutra. Toll Laut China -Yunani, telah terhubung dengan masuknya China Cosco Shipping, menyelamatkan Piraeus Port Authority (PPA) dari bangkrutan karena hutang. Kini ekonomi Yunani membaik setelah terlilit krisis paska gagal bayar hutang. Yunani kembali menjadi pelabuhan penting. Bila tahun 2010 Yunani hanya menjadi peringkat 93 sebagai pelabuhan kelas dunia, kini menduduki peringkat 39. Suatu dampak positip yang luar biasa mengeskalasi pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Tahun 2016, melalui China Railway Corporation, China telah meluncurkan kereta barang pertamanya ke London.Kereta barang tersebut melakukan perjalanan dari Stasiun Kereta Api Barat Yiwu di Provinsi Zhejiang, China Timur, menuju Barking, London, Inggris. Untuk mencapai tujuannya, yang berjarak lebih dari 7.400 mil atau lebih dari 11.840 km itu, kereta membutuhkan waktu tempuh 18 hari. Rute ini akan melewati Kazakhstan, Rusia, Belarus, Polandia, Jerman, Belgia, dan Perancis, sebelum tiba di London, ibu kota Inggris. Inggris adalah negara kedelapan yang akan ditambahkan ke dalam rangkaian layanan kereta China-Eropa, dan London adalah kota ke-15 di lintasan yang dilewati kereta itu. 

Mengapa begitu antusias negara negara Asia dan Eropa menerima inisiatif china terhadap OBOR ini ? Karena China adalah negara besar secara populasi dan negara terkuat dari segi ekonomi. Suka tidak suka, China telah menjadi mitra mitra dagang terbesar lebih dari setengah dunia dan meningkat ke posisi terdepan di berbagai segmen rantai pasokan manufaktur global. China merupakan pasar tunggal terbesar untuk segala hal mulai dari mobil hingga ponsel dan e-commerce hingga pariwisata internasional. Ini juga merupakan konsumen terbesar dari berbagai komoditas di bidang energi, mineral dan pertanian. Meskipun peluangnya sangat mengesankan, masih banyak yang harus dilakukan oleh negara mitranya. Setidaknya mereka juga mulai belajar dari China bagaimana menjadikan negara sebagai pelayan bukan penguasa. Bagaimana melakukan revolusi mental rakyat , dari yang pasive menjadi aktif dengan passion tinggi melewati tantangan masa depan yang tidak mudah. Melakukan upaya pemberantasan korupsi secara sistematis dan keras. Kalau tidak,  kemakmuran karena dampak OBOR ini hanya melahirkan kelas menengah yang rakus dan gap kaya miskin tetap melebar.

Selasa, 09 Mei 2017

HIkmah Ahok di Penjara.?




Setelah kekalahan Koalisi Merah Putih di Parlement, nampaknya kekalahan yang belum selesai. Lawan politik Jokowi yang tidak menerima bubarnya koalis merah putih, memanfaatkan kekuatan extra parlementer untuk melemahkan kekuasaannya. Apalagi sukses demi sukses kerja Jokowi lebih banyak menguntungkan Citra Jokowi dan partai pendukungnya. Bagi lawan politik Jokowi, ini disikapi dengan serius. Namun bagimana menghadapinya? Karena tidak ada cara terbaik untuk bisa menjatuhkan Jokowi. TIdak ada issue rasional yang bisa merusak citra Jokowi. Tidak ada. Mengapa? Karena Jokowi secara pribadi tidak melakukan konspirasi bisnis bagi dirinya maupun keluarganya. Jokowi dikenal sangat konsisten dengan UUD dan NKRI. Lantas bagaimana melemahkan Jokowi menjelang 2019 ini? Ini harus to be or not to be. Satu satunya cara adalah emosi agama dan ras. Hanya itu yang efektif. Dan Ahok pintu gerbang menjatuhkan Jokowi dan PDIP.

Ahok di jadikan stigma  bagi lawan politik Jokowi bahwa Pemerintah Pro-China. PDIP adalah partai pendukung penista agama. Dua hal ini di goreng oleh lawan politiknya lewat aksi secara massive baik melalui sosmed maupun extra parlementer. Mungkin sebagian besar umat islam tidak tahu politik dibalik ini semua. Mereka hanya tulus berdasarkan standar keimanan bahwa mereka marah apabil ada orang non muslim menghina ulama atau agamanya.Berbulan bulan masalah ini yang tadinya hanya api kecil namun lambat laun jadi api besar, bagaikan bola salju semakin menggelinding semakin membesar sehingga menjadi ancaman serius bagi keutuhan negara republik Indonesia. Kemenangan Anies-Sandi adalah fakta suksesnya gerakan membangun stigma bahwa Ahok adalah juga Jokowi yang pro china dan anti islam. 

Bagaimana sikap TNI dan POLIRI dalam kegaduhan politik ini? Teman saya mengatakan bahwa TNI dan POLRI melihat persoalan ini secara jernih. Mereka memberikan advice yang bijak kepada Jokowi bahwa harus bisa dipisahkan mana murni gerakan rakyat dan mana yang ditunggangi politik.  Rakyat yang berdemo itu adalah orang awam yang bergerak bukan karena kebencian kepada Jokowi tapi kepada Ahok dengan alasan menistakan agama. Mereka tidak membeci Ahok secara pribadi tapi tidak bisa menerima kelakuan Ahok. Tidak perlu diperbedatkan mengapa mereka begitu mudah terprovokasi. Karena sebatas itulah sebagian besar wawasan Rakyat Indonesia. Makanya ia sangat mudah dijadikan kayu bakar oleh politisi busuk. Lantas bagaimana menyelesaikannya? Harus dipastikan bahwa Presiden atau Pemerintah tidak melakukan intervesi hukum atau kasus Ahok. Biarkan hukum bekerja walau mungkin dimanfaatkan oleh lawan politik untuk mempengaruhi Hakim. 

Kalau kini Ahok di vonis Penjara 2 tahun dan langsung di tahan tanpa melihat dakwaan JPU maka itu adalah satu babak penyelesaian kegaduhan Politik. Stigma bahwa Presiden atau Jokowi membela Ahok ternyata tidak benar. Stigma bahwa PDIP partai penista agama, itu tidak benar.  Masalah selesai. Counter attack terhadap lawan politik tidak dihadapi dengan retorika tapi fakta. Rakyat awam cepat sekali disadarkan tentang ini, termasuk mereka yang ikut demo. Bagi TNI dan POLRI setelah  vonis hakim atas Ahok terjadi, jadi jelas siapa sebenarnya yang harus dihadapi. Waketum Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF MUI) Zaitun Rasmin menyatakan aksi 55 merupakan aksi terakhir yang berkaitan dengan kasus Basuki T Purnama. Kalau ada lagi aksi maka itu sudah bukan lagi agama tapi politik. Tentu bagi lawan politik Jokowi, upaya pressure  akan terus berlangsung sampai 2019  khususnya bagi kader partai yang memang di setting menjadi pembeci. Mereka akan terus begrilya merusak cintra Jokowi dengan issue lain atau tetap menggunakan agama dengan tema lain. Maka bagi TNI dan POLRI  ini disikapi sederhana,  bahwa ini bukan lagi soal agama atau ras  tapi sudah mengarah kepada kebencian kepada Pemerintah yang syah dengan mengusung agenda agama. Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Tidak ada kompromi atas itu.

Jokowi ingin memastikan sistem demokrasi dan supremasi hukum tegak. Menghadapi lawan politiknya yang menggunakan issue SARA tentu tidak dengan senjata Milter tapi melalui penindakan hukum tegas dan operasi inteligent melalui kerjasama dengan NU dan Muhammadiah serta memanfaatkan insfrastruktur TNI dan POLIRI diseluruh Indonesia. Issue SARA akan di hadapi dengan KUHP  Pasal 4 huruf b Jo Pasal 16 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 156 KUHP yang dijadikan Jaksa JPU mendakwa Ahok. Belum lagi UU mengenai ITE. Ormas yang mengembangkan pemikiran anti Pancasila atau berniat mengubah Pancasila jadi Syariah Islam akan dihadapi dengan pedang hukum.  Bagaimana kelanjutan tentang Ahok ? tidak perlu kawatir karena  sistem hukum Indonesia juga sangat mudah membuktikan apakah Vonis hakim itu direkayasa atau tidak. Karena ditingkat banding , Hakim tidak melihat fakta persidangan tapi melihat apakah berkas perkara dan putusan hakim itu telah menerapkan standar hukum pidana yang tepat atau tidak. 

Kalau terbukti vonis tidak sesuai dengan penerapan hukum pidana, maka Ahok akan bebas atau mendapatkan hukuman sama dengan yang di dakwa JPU. Kalau sampai Ahok juga bebas, juga akan jadi pelajaran bagi siapa saja termasuk Ormas Islam bahwa kalau memang mereka benar, tidak perlu takut, mereka akan tetap bebas. Jokowi akan memastikan bahwa hukum akan berpihak kepada kebenaran. Apapun itu, walau langit akan runtuh , ndonesia harus tegak diatas HUKUM. Apa yang terjadi sepanjang sejarah keadilan negeri ini sebelumnya, itu bukanlah karena perbedaan suku, agama, bukan. Tapi karana politik memang tak bisa menghindari adanya korban dan dikorbankan. Tidak seharusnya kita sebagai rakyat menggenggam amarah sesama kita. Kita harus bersatu apapun suku dan agamanya, karana musuh kita bukan agama atau suku atau etnis atau Jokowi,  tapi adalah politisi busuk yang hendak berkuasa dengan menghalalkan segala cara, termasuk adu domba atas nama SARA  atau idiologi. Mereka hanya mencintai diri mereka sendiri. Bagi mereka harta adalah segala galanya. Walau karena itu negeri hancur dan terbelah belah, mereka tidak peduli. Dan pada akhirnya kalau buruk yang terjadi seperti di Suriah, kitalah korban pertama kali. Sementara mereka sudah lebih dulu tinggal di London atau Singapore dengan standar kemewahan hidup.




Senin, 01 Mei 2017

Utamakan Akhlak..

Negara ini berdiri karena konsesus. Mengapa ? Karena yang menjadikan indonesia merdeka bukan hanya karena orang jawa atau orang sumatera, tapi juga orang kalimantan, Bali dll. Bukan hanya karena umat islam tapi juga ada orang Hindu, Budha, Kristen, katolik. Semua bersatu dengan tujuan yang sama yaitu lepas dari penjajahan asing menjadi negara merdeka. Konsesus itu dituangkan dalam bentuk PANCASILA. Dimana bertumpu kepada ke-Tuhan-an Yang Maha Esa untuk lahirnya peradaban yang menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan yang adil dan beradab , agar terjadi persatuan atas dasar keberagaman, dan menyelesaikan masalah kenegaraan melalui cara cara musyawarah dan mufakat demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana sikap Islam ? Pancasila sebagai suatu perjanjian antara orang islam dan orang bukan islam wajib diamalkan oleh orang islam dalam kehidupan bernegara, selama orang bukan islam menghormati dan mengamalkan Pancasila. Dengan demikian, orang islam tidak boleh melanggar Pancasila sebagai perjanjian luhur. Pengamalan Pancasila adalah sesuai dengan ajaran Al Qur’an ( Surat At-Taubah ayat 4). 

Ada sebagian orang punya pendapat bahwa pancasila thaghut. Umat islam tidak boleh menggunakan Pancasila sebagai sumber hukum. Yang benar itu, katanya adalah sistem khalifah Islam atau negara Islam yang bersendikan syariah. Tapi yang harus di pahami dulu adalah mengenai definisi, apa itu khalifah ? Khalifah (dalam Al-Qur'an disebut "khalifah fil ardh" Lihatlah QS al-Baqarah: 30, al-An'am: 165). Khalifah berarti wakil/pengganti, pemimpin, pemakmur, yang bersedia mengemban amanah sebagai wakil Allah di muka bumi. Untuk melaksanakan amanah itu di perlukan khilafah. Jadi khilafah bukan tujuan tapi methodelogi mencapai tujuan. Itu sebabnya khilafah dianggap oleh sebagian ulama adalah perkara ijtihadiyah terkait bentuk negara. Namanya itjihad tidak harus sama. Bisa saja Ijtihad-ijtihad itu berbeda di setiap negeri ; bisa kerajaan, Republik ya sesuai kearifan lokal. Kalau Indonesia memilih Republik dengan philosopy Pancasila maka itu adalah itjihad ulama ketika menerima Republik Indonesia sebagai bentuk negara. Jadi kalau ada upaya ingin mengganti Pancasila maka itu artinya dia sedang berupaya keluar dari konsesus berdirnya negeri ini. Dan pantas disebut pengkhianat. Saladin sampai merebut Jarusalem bukan karena ingin memaksa orang masuk islam tapi menegakan perjanjian yang dilanggar oleh Raja Guy. Dalam perang Khandaq Nabi sampai memerintahkan hukuman mati kepada Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah. Nabi juga pernah sampai mengusir orang Yahudi  Bani Nadhir dari madinah karena mereka melanggar kesepakatan Madina. Yang tidak melanggar ya tidak di usir. Tetap aman di Madinah. Jadi tidak melihat golongan, tapi siapapun yang melanggar kena hukuman. 

Seperti apa sebetulnya bentuk negara  yang benar? Tidak ada yang benar, juga tidak yang salah. Karena bentuk negara hanya metode mencapai tujuan. Tujuan yang sebenarnya adalah Khalifah. Siapa khalifah itu? ya seluruh manusia adalah khalifah dimuka bumi. Keberhasilan suatu khilafah atau negara terletak kepada manusia ( khalifah). Bahwa manusia mengemban amanah di muka bumi ini agar bumi tetap dalam kondisi terpelihara damai dan makmur. (QS Hud: 61). Bagaimana manusia yang masuk katagori Allah itu ? ya yang berakhlak. Jadi entah itu presiden, DPR, Gubernur, walikota, bupati, rakyat, semua itu adalah khalifah dalam konteks berbeda namun tujuannya sama yaitu beribadah, yang tugasnya memelihara bumi agar damai dan makmur. Dengan akhlak yang baik tentu tidak sulit bermusyawarah untuk mufakat. Untuk damai yang harus mau bermusyawarah. Tidak bisa dengan demo dan teror memaksakan kehendak. Untuk mencapai kemakmuran itu tidak bisa hanya dengan ritual. Tapi harus dengan ilmu agar bisa kerja cerdas. Kalau kita menolak kemajuan ilmu pengetahuan dan tetap berpatokan dengan khitab kuno era kejayaan dinasti islam, maka kita akan tertinggal dan pasti gagal mengemban amanah. Mengapa? karena situasi dan kondisi dari waktu kewaktu terus berkembang dan tingkat kecerdasan manusia juga terus berkembang. Kan lucu dunia bergerak kedepan, kita mengusung konsep terbelakang.

Kedamaian dan kemakmuran suatu daerah atau negara bukan ditentukan oleh bentuk hukumnya tapi oleh akhlak komunitasnya. Corruption Perception Index (CPI) 2016 yang diluncurkan secara global memberikan indikasi korelasi antara kemakmuran dan rendanya CPI. CPI di ukur dari skor 0-100. Angka O adalah tingkat korupsi terburuk. Denmark (Skor CPI 90/ Peringkat 1), Selandia Baru (CPI 90), Finlandia (Skor CPI 89) , Swedia (Skor CPI 88), dan Switzerland (Skor 86). Ternyatalah benarlah kemakmuran dan kedamain suatu negeri ada relasinya dengan rendahnya tingkat korupsi, yang menginidkasikan semakin baiknya akhlak penduduk suatu negeri. Padahal negara negara tersebut bukan mayoritas islam dan tidak menerapkan hukum Islam. Tingkat korupsi tertinggi yang di ukur berdasarkan indek CPI , justru ada di negara yang mayoritas islam seperti Yaman, Sudan, dan Libya (CPI-14), Suriah (CPI-13), Sudan Selatan (CPI-11), dan Somalia (CPI-10 ), Saudi arabia (46 ), Indonesia ( CPI-37), Pakistan (CPI-32), Iran (CPI-29), Brunei ( CPI-58). DI negara yang mayoritas islam, yang  makmur adalah elitenya sementara rakyat di takar.  Bagaimana dengan Indek korupsi tertinggi provinsi di Indonesia ? Justru ada di Provinsi Aceh yang menerapkan hukum syariah Islam. Berdasarkan FITRA data tahun 2012 Aceh menempati rangking kedua provinsi terkorup di Indonesia setelah DKI.  Bagaimana dengan kemakmuran Aceh ? Data Tahun 2017, Aceh merupakan daerah termiskin nomor dua di Indonesia.

Kalau peduli pada negeri ini maka semua rakyat Indonesia termasuk pemimpin harus mau melakukan upaya perbaikan akhlak dari waktu ke waktu. Peran ulama dan tokoh agama apapun termasuk  cendekiawan mencerahkan rakyat agar bagaimana keimanan kepada Tuhan itu bisa membangun peradaban yang berakhlak, yang berkembang karena ilmu pengetahuan, untuk kedamaian dan keadilan bagi semua…Bukanya sibuk mengkampanyekan khilafah sesuai konsepnya sendiri sementara persoalan ketidak adilan, kemiskinan bukan pada bentuk negara dan bukan pula khilafah sebagai obat mujarab mencapai kemakmuran tapi karena semua rakyat bisa amanah sebagai khalifah dimuka bumi, dan itu perlu akhlak yang baik...ingatlah sabda Rasul bahwa “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” Sesungguhnya antara akhlak dengan ‘aqidah terdapat hubungan yang sangat kuat sekali. Karena akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya dan semakin rendah tingkat korupsi komunitasnya..


Wallahualam

Memahami ekonomi makro secara idiot

  Berita media massa soal kinerja pemerintah dan terkait utang selalu bias. Bukan pemerintah bohong. Tetapi pejabat  yang menyampaikan infor...