Sabtu, 13 Januari 2024

Utang lendir, era Jokowi.

 



1Malaysia Development Berhad (1MDB), adalah produk investasi  dengan tema “ strategic development company driving new ideas and new sources of growth. 1MDB ini di create oleh PM Najib. Ini produk investasi terstruktur sejenis hedge fund ber- underlying.  Penerbitnya tidak murni BUMN Malaysia namun linked dengan Kerajaan Malaysia. Sumber dana dari money market.  Pada saat diterbitkan 1MDB, itu tidak tercatat sebagai resiko oleh APBN Malaysia. Karena struktur surat utangnya adalah hedge fund. Jadi secara sistem itu diproteksi oleh makanisme pasar seperti CDS. 


Yang terlibat dalam program 1MDB salah satunya adalah Bank investasi AS Goldman Sachs. Misal untuk pembelian asset pembangkit listrik, Goldman mendanai 1 MDB sebesar USD 3,5 miliar. Kemudian kerjasama antara Malaysia dan Abudabi dalam “ inisiatif ekonomi strategi baru”, Goldman danai lagi sebesar USD 3 miliar. Total outstanding utang mencapai USD 11,8 miliar atau Rp. 183 triliun.


Secara financial engineering, upaya PM Najib menerbitkan 1MDB termasuk cerdas dan sukses. Itu sama saja dia berusaha menciptakan sumber daya keuangan negara non budgeter, yang terstruktur dan well organize. Kalau team nya bekerja dengan standar moral baik, tentu skema ini akan jadi sumber daya keuangan bagi Malaysia menjadi negara besar dan makmur. 


Hanya sayangnya ternyata begitu besarnya sumber daya keuangan dan begitu mudahnya dapatkan uang, membuat para politisi, pejabat, banker terlena dan lupa diri. Biang persoalannya adalah masuknya Jhon Low lewat keluarga Nazib dalam putaran uang gigantik ini. Jhon Low dikenal sebagai srigala hedge fund. Dia memang jago finance. 


Nah Jhon low lah mastermind dari skema hedge fund iMDB ini. Aset yang dibiayai 1MDB justru  distruktur lagi jadi surat utang untuk dijual di pasar. Uangnya mengalir ke rekening pribadi elite politik Malasyia dan termasuk PM Najib. Yang tentu mengalir ke rekening Jhon low. Januari 2015, 1MDB mengalami gagal bayar USD 550 juta. Ya pasti gagal. Karena secara praktis 1MDB itu udah di rampok, yang di rampok adalah APBN malaysia. Mengapa? karena isi di dalam 1MDB udah kosong. Pemerintah malaysia harus bailout.


Ternyata bukan hanya 1MDB saja Malaysia terbitkan Produk investasi, tetapi ada beberapa. Kebetulan yang lain tidak ada masalah. Tetapi hukum produk Hedge fund, satu runtuh semua runtuh. Malaysia harus bailout semua obligasi itu dan menjadi beban APBN.  Kini total utang Malaysia terhadap PDB atau Debt to PDB ratio mencapai 64%. Bandingkan debt to PDB Indonesia hanya 39%. Tapi dari sisi kemampuan membayar ( debt service ratio) Malaysia 16%. Itu termasuk bagus dibandingkan Indonesia sebesar 19%.


Yang saya kawatirkan di Indonesia, dirty money itu masuk melalui shadow fund. Seperti Lewat skema Other Official Flows atau OOF dan ODA. Misal dari China saja OOF sebesar USD 29,96 miliar dan ODA sebesar USD 4,4 miliar. Itu yang kita tahu. Yang engga tahu masih banyak lagi. Ini tidak tercatat dalam neraca hutang APBN. Karena dana disalurkan , lewat berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bank milik negara, Special Purpose Vehicle (SPV), perusahaan milik bersama dan sektor swasta. Diperkirakan jumlahnya sama dengan utang negara yang tercatat yaitu sekitar Rp 8000 triliun.


Lewat skema itu kreditur bisa kendalikan ekonomi negara kita. Contoh, kita melarang ekspor Nikel ore. Itu UU. Tetapi nyatanya tetap saja kita ekspor ore sebesar 5 juta ton nikel. Walau katanya ilegal tetapi aman saja. Kan hancur idealisme program hilirisasi. Baru sebulan TikTok dicabut izinnya, eh buka lagi lewat ToKopedia.Bisa jadi pemutihan 3,6 juta hektar kebun sawit di kawasan hutan juga karena dirty money dari Singapore. Maklum kebun sawit Indonesia terhubung dengan investment Singapore.  Belum lagi tertundanya moratorium smelter nikel dan rusaknya lingkungan akibat ekstraksi SDA.


Saya yakin siapapun yang menang Pilpres, engga mungkin mau nanggung utang tersembunyi ini. Karena mengurangi otoritas presiden.  Tinggal kita tunggu siapa yang akan masuk penjara setelah Jokowi lengser..Namun bagaimanapun Indonesia harus bailout utang itu  lewat APBN kalau mau lepas dari negotiate debt trap. Kasihan rakyat banyak yang harus nanggung utang dengan implikasi harga harga naik..


***

Dulu era Soeharto, salah satu yang diharamkan dibahas di media publik adalah soal utang pemerintah. Di era sekarang, publik punya kebebasan membahas utang, tetapi di counter pemerintah dengan bahasa bias dan penjelasan yang absurd, sehingga membuat rakyat  awam bingung dan bego soal kinerja pemerintah terkait dengan utang. Ada tiga hal yang terkesan bias, dan saya ingin luruskan.


Pertama. Indonesia menerapkan pengelolaan utang yang prudent. Dasarnya adalah Debt to PDB masih jauh lebih rendah dari AS, Eropa, Singapore dan Jepang. Kita punya UU yang membatasi rasio debt to PDB sebesar 60%.  Sekilas, keliatan itu mencerahkan bahwa kita baik baik saja. Padahal itu hanya terminologi utang dalam UU perbendaharaan negara. Memisahkan utang pembiayaan APBN dengan utang non pembiayaan APBN. Senyatanya engga begitu.


Kedua. Debt to PDB ratio yang benar, bukan hanya dihitung terhadap utang pembiayaan APBN, tetapi juga utang keseluruhan. Kan pembentukan PDB bukan hanya dari pemerintah, sektor lain juga berperan dan mereka juga berhutang. Kalau utang pembiayaan APBN benar, debt to PDD ratio dikisaran 40% atau per tahun 2023 Rp. 8000 triliun. Tetapi kalau digabung dengan utang non pembiayaan APBN untuk Perbankan BUMN, BUMN, Security fund ( pensiunan PNS), itu bisa diatas 100% terhadap PDB. Mari kita hitung angka dan datanya. Baca pelan pelan.


Misal,  Utang sektor Publik berdasarkan data dari BI (Q2-2023), yang terdiri dari SDR, Currency and deposit, debt securities, loan dan skema jaminan lainnya mencapai Rp. 15.000.000 miliar atau USD 937 miliar atau Rp. 14.500 triliun.  Ada lagi utang pensiunan PNS yang mencapai Rp. 2800 triliun. Walau pemerintah tidak teken utang tetapi ini amananh UU 11/1969. Belum lagi utang diluar katagori sektor publik ( non instrument ) lewat perbankan. Kalau ditotal utang semua  maka Debt to PDB ratio mencapai  100% lebih. Nah negara lain misal seperti Singapore debt to PDB sebesarnya 167%, itu karena menghitungnya secara jujur dan benar. 


Ketiga. Pemerintah selalu menyatakan posisi utang aman. Karena dasarnya debt to PDB yang masih dibawah 60% yang diamanahkan UU. Padahal terminologi aman itu bukan dihitung terhadap PDB tetapi dari debt service ratio. Atau rasio  pembayaran utang dan bunga terhadap pendapatan. Ini yang objectif, karena berkaitan dengan cash flow. Debt service ratio, tier 1 dan 2 pada tahun 2023 dikisaran 25-30%. Artinya hampir 1/3 pendapatan negara habis untuk bayar utang dan bunga. Ini sudah tidak rasional. 


Semua informasi utang negara yang dipabrikasi oleh pemerintah sengaja dibuat bias. Di Amerika latin dan Afrika, skema utang semacam ini disebut dengan utang lendir.  Karena melancarkan upaya korupsi secara massive dan sistematis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...