Kamis, 26 September 2019

Jokowi ambil alih KPK


Setelah pertemuan dengan tokoh masyarkat yang diantaranya adalah mantan Ketua KPK Erry Riana Hadjapamekas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pakar hukum tata negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti. Hadir juga tokoh lain seperti Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, Azyumardi Azra. Dalam pertemuan itu Jokowi berjanji akan mempelajari usulan untuk mengeluarkan Peraturan pengganti UU KPK yang sudah di syahkan DPR. Saya yakin Jokowi akan bersikap bijaksana terhadap situasi yang berkembang. Terutama adanya gelombang tuntutan dari adik adik mahasiswa yang melakukan demonstrasi di berbagai kota.

Saya hanya akan membahas soal sikap Jokowi sebagai Presiden dan konteks ia menjalankan amanah rakyat. Tadinya sebelum UU KPK di revisi, posisi Jokowi sebagai Presiden terhadap KPK sangat kuat. Bahwa Presiden sebagai penanggung jawab pemberantasan Korupsi. Namun dalam UU KPK itu presiden dilarang melakukan intervensi. Artinya Presiden punya kekuasaan tetapi tidak bisa melaksanakan kekuasaannya. Kalau ternyata KPK tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan benar, maka yang bertanggung jawab adalah Presiden. Perhatikan. Apakah ini tidak timpang antara hak dan kewajiban?

Karena KPK di pilih oleh DPR sesuai seleksi dari panitia seleksi yang dibentuk Presiden, maka “ deal “ antara DPR yang mewakili partai dengan anggota komisioner terpilih tidak bisa dihindari. Itu sebabnya sejak KPK berdiri, 17 tahun lamanya, KPK tidak benar benar independent melaksanakan tugasnya. Suka tidak suka, anggota komisioner KPK harus berpolitik dan punya mindset politik. Kalau engga, dia akan gagal dalam pemilihan di DPR. Mengapa ? Anggota DPR itu orang politik, dan Capim KPK itu bukan orang baru dikenal oleh anggota DPR. Rekam jejaknya sudah diketahui oleh anggota DPR. Kalau rekam jejaknya tidak bisa kompromi dengan elite partai, engga mungkin bisa lolos sebagai capim.

Jadi kalau ada Pimpinan KPK bilang dia bersih dan jujur, itu pasti bullshit. Tidak perlu jadi orang pintar untuk tahu pimpinan KPK itu brengsek, liat aja kinerjanya. Dengan kekuasaan yang begitu besar, kinerjanya tidak seperti yang diharapkan. Banyak kasus besar yang berhubungan dengan elite partai besar tidak bisa diselesaikan. Mengapa ? antara partai dan komisioner KPK itu secara diam diam berkomunikasi. Bagi pimpinan partai, KPK itu dijadikan kartu untuk menghadapi lawan politiknya. Itulah yang terjadi selama 17 tahun. Keadaan ini dibaca dengan baik oleh Jokowi. Saya yakin Jokowi tidak nyaman dengan sistem seperti ini. Apalagi APBN semakin membesar dan tantangan semakin besar, kalau korupsi tidak bisa di minimize, apapun kebijakan ekonomi tidak akan efektif.

Begitu banyakknya OTT terhadap elite politik dan kepala daerah, membuat ambisi DPR untuk mengubah UU KPK semakin besar. Ini dimanfaatkan oleh Jokowi dengan elegant. Hak DPR mengubah itu di dukung oleh Jokowi tentu dengan syarat yang seperti Jokowi mau. Hasil permainan kartu politik ini adalah DPR mencoba memasukan pasal mengenai dewan Pengawas. Jokowi terima. Namun pemerintah memasukan draft bahwa Dewan Pengawas dipilih dan ditetapkan oleh Presiden. Peran DPR hanya konsultatif saja. Gerindra menolak keras. Alasannya mereka ingin pembagian Dewas proporsional antara yang dipilih presiden dan DPR. Tetapi pemerintah menolak.

Mengapa presiden perlu mengambi alih peran Dewas ? karena penanggung jawab pemberantasan korupsi sesuai UU adalah Presiden. Sudah seharusnya Presiden punya hak mengawasi KPK secara kelembagaan. Dan itu melalui dewan pengawas. Loh itu artinya Presiden intervensi ? Ya. harus intervensi. Wong panglima tertinggi anti korupsi itu adalah Presiden. Kok begitu? Tugas Jokowi bukan hanya soal pemberantasan korupsi tetapi juga menjaga stabilitas politik.

Mengapa ?

Suka tidak suka, urusan pemberantasan korupsi itu berkaitan langsung dengan pundi pundi uang partai, dengan jatung politik. Kalau salah sedikit saja memenage nya bisa stroke jantung. Mati. Artinya kalau jantung berpotesi sakit dan sedang sakit, obat yang paling mujarab bukan operasi tetapi mencegahnya. Makan yang sehat dan olah raga yang cukup. Kontrol diri yang baik. Disini kehendak Jokowi terpenuhi. Tetapi dalam UU KPK yang direvisi itu , DPR juga memasukan pasal jebakan. Sebagai pemain kartu politik , Jokowi engga mungkin memenangkan pertempuran disemua lini. Karena targetnya adalah memenangkan peperangan. Yang penting DPR bisa menerima pasal yang diusulkan pemerintah. Itu dulu yang dipegang.

Nah, setelah Revisi UU KPK di syahkan , maka situasi politik memanas dan sehingga dianggap genting. Saat itulah keberadaan Perpu menjadi legitimate untuk dikeluarkan. Yang jelas, Perpu itu tidak akan mengembalikan UU KPK seperti sebelumnya. Perpu itu tentu akan memuat pasal yang menguntungkan Jokowi sebagai penanggung jawab pemberantasan Korupsi. Termasuk melegitimasi Pimpinan KPK baru yang usianya tidak sesuai dengan UU KPK. Dan memastikan semua pegawai KPK adalah abdi negara yang tunduk kepada UU ASN , dimana panglima tertingginya adalah Presiden.

Kita harus percaya kepada Jokowi, karena dia bukan elite partai dan bukan pula anggota kartel bisnis yang punya ambisi akan uang dan harta. Kalau dia punya kekuasan penuh terhadap pemberantasan korupsi maka kita akan lihat hasil KPK berikutnya. Yang pasti di periode kedua ini , dia nothing to lose. Tentu dia berpikir yang terbaik untuk bangsa dan negara yang dia cintai…Tapi apakah DPR bisa menerima PERPU itu ? kita liat nanti DPR periode 2019-2024.

Senin, 23 September 2019

Gerakan politik tanpa ide besar

Gerakan mahasiswa pada 15 Januari 1974 atau dikenal apa yang disebut dengan gerakan Malari ( Malapeta Lima belas januari). Pada saat itu, ribuan orang, yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA, turun ke jalan melancarkan protes. Mereka berteriak lantang menentang derasnya investasi Jepang yang masuk ke Indonesia. Tetapi Malari bisa di redam dengan cepat. Mengapa ? karena memang pro asing adalah kebijakan yang kala itu membuat indonesia lepas dari wabah kelaparan dan antri BBM. Tahun 1976 periode kedua Soeharto berkuasa memang berhasil membawa indonesia lepas dari kekacauan ekonomi era Soekarno.

Berbeda dengan tahun 1998, Ekonomi terpuruk dengan tingkat rasio hutang diatas 100% dan kurs yang terjun bebas. Ide gerakan bukan lagi soal anti asing, tetapi lebih kepada moral. Yaitu KKN. Ini sangat universal sekali. Ide ini bisa mempersatukan semua golongan untuk menjatuhkan rezim. Semua pihak punya peran membuat gelombang tekanan semakin besar dan akhirnya Soeharto lengser. Kalau sekarang gerakan Mahasiswa dengan alasan anti RUU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, itu tak lebih warna demokrasi. Tidak ada landasan yang kuat untuk memicu terjadinya people power.

Sampai sekarang Jokowi tidak terbukti melakukan KKN. Jokowi sendiri tahun 2015 sudah menolak RUU KPK namun sidang paripurna DPR mengesahkan itu menjadi hak inisiatif DPR. Jokowi bisa saja menentang atau menolak pengesahan RUU KPK. Tapi itu pintu masuk bagi DPR untuk menjatuhkan Jokowi secara konstitutional karena menghalangi hak konstitusi DPR. Apalagi perubahan UU KPK tidak mengubah prinsip bahwa KPK lembaga independent. Berbeda dengan RUU KUHP. Jokowi minta agar ditunda pengesehannya. Bukan dibatalkan. Itu mudah. Karena RUU KUHP itu memang usulan dari Pemerintah. Sementara UU Pertanahan belum final. Maslah UU adalah masalah politik. Tidak ada yang absolut dalam politik. Ada saluran konstitusi yang bisa membatalkan UU itu lewat MK. Jadi cara parlemen jalanan itu wasting time. Uselesss. Mengapa ?

Arab spring itu yang merupakan gelombang demontrasi di timur tengah, itu dipicu oleh melonjaknya harga pangan dan negara tidak mampu mengontrol harga. Pada waktu bersamaan negara tidak punya cukup uang untuk melakukan stimulus ekonomi agar ekonomi tetap tumbuh. Rakyat tidak punya kemampuan belanja karena harga terus naik. Mesir , walau berhasil menjatuhkan Mubarak, akhirnya Mursi dijatuhkan oleh militer karena gagal mengatasi ekonomi. Kudeta di Turki yang gagal karena ekonomi Turki masih kokoh dan Erdogan dapat angin segar dari Rusia dan China untuk program recovery ekonominya.

Di era Jokowi keadaan ekonomi tetap stabil. Makro ekonomi kita kuat. APBN sehat. Perbankan sehat. Cadangan Devisa pada tingkat sangat aman. Tingkat hutang masih dibawah rasio yang ditetapkan oleh UU. Rating surat utang masih tinggi. Tidak ada orang antri beli BBM dan beras. Semua barang dan jasa tersedia di pasar. Anggaran Desa di perbesar. Anggaran TNI di perbesar. Jalanan masih macet. Bandara masih sesak oleh arus penumpang. Pembangunan terus berlangsung. Kalau ingin meniru seperti rakyat Hong Kong yang protes terhadap UU ekstradisi dengan niat lepas dari China. Itu tidak akan terjadi. Ekonomi Hong Kong sangat besar dan itu akan selesai dengan sendirinya di bawah kendali pemerintah China sepenuhnya.

Gerakan mahasiwa yang ada sekarang adalah panggung bagi semua kelompok yang tidak bisa move on atas kemenangan Jokowi dalam Pemilu. Mereka berusaha ingin menggagalkan pelantikan Jokowi sebagai presiden. Tetapi itu hanya langkah konyol yang kehilangan idea. Apalah arti gerakan mereka dibandingkan dengan 85.607.362 pemilih Jokowi dan Rp. 25 triliun dana anggaran untuk memilih Jokowi. Namun mungkin saja efektif, sebagai upaya pressure dari elite politik agar dapat jatah menteri. Itu juga mungkin. Jokowi di periode kedua ini nothing to lose. Setiap perubahan atau revolusi, kata Tan Malaka, tidak bisa dipaksakan atau di design. Ia akan muncul sendiri karena situasi dan kondisi yang ada. Biasanya people power hanya sukses bila berhubungan dengan masalah ekonomi. Selain itu tidak pernah berhasil. Hanya onani politik. Engga lebih.
***
Ada yang teriak kalau kebakaran hutan,kemarau panjang karena salahnya Jokowi jadi Presiden. Allah tidak ridho. Ada juga yang kesal karena adanya Gereja dibangun ditengah pemukiman muslim mayoritas. Mereka bilang, Jokowi mengakibatkan islam di zolimi. Syiar islam jadi terbendung. Sementara umat kristiani kecewa dengan Jokowi karena izin mendirikan tempat ibadah dipersulit. Dimana keadilan? Jokowi tidak berpihak kepada prinsip pluralisme, katanya. KPK di revisi dituduh Jokowi berpihak kepada Koruptor. Pengusaha tambang marah kepada Jokowi karena larangan ekspor konsentrat. Mereka tuduh Jokowi penyebab defisit perdagangan. Investor kecewa dengan Jokowi, karena iklim investasi tidak lebih baik dari Vietnam. Semua berujung salah Jokowi dan Jokowi harus lengser.

Kebakaran Hutan dan lahan terjadi , karena UU memberikan kekuasaan penuh kepada Pemda membuat RTRW yang kadang mengindahkan faktor lingkungan. Tetapi Jokowi disalahkan. Hak mendirikan tempat ibadah itu ada pada Pemda, bukan presiden. Jokowi juga disalahkan. Revisi UU KPK itu hak inisiatif DPR, bukan presiden. Jokowi juga disalahkan. Larangan ekspor konsentrat itu amanah UU Minerba, bukan maunya Jokowi. Tetapi Jokowi disalahkan. Buruknya iklim investasi karena masalah Lahan yang sepenuhnya hak PEMDA tinkat dua. Itu UU otonomi Daerah. Tetapi Jokowi juga disalahkan. Singkatnya salah Jokowi semua.

Mengapa ? Menurut saya, penyebabnya ada dua. Pertama, persepsi yang sebagian orang di Indonesia bahwa Presiden itu seperti Raja atau Khalifah atau Soeharto yang bisa melakukan apa saja. Kekuasaannya maha besar, tak tertandingi. Titahnya seperti firman Tuhan yang harus dipatuhi. Pribadinya seperti Malaikat yang tidak boleh salah. Tetapi orang lupa. Jokowi itu bukan Khilafah, bukan raja, bukan Soeharto. Ia hanya presiden yang merupakan bagian dari kekuasaan dalam sistem demokrasi. Jadi bukan satu satunya penguasa. Dia tidak bisa menyelesaikan semua hal tanpa dukungan semua pihak. itulah sistem.

Presiden yang kita pilih ini, tidak berhak membuat UU tanpa persetujuan DPR. Tidak bisa memilih MA , anggota komisioner BPK, KPK, MK , tanpa persetujuan DPR. Bahkan presiden yang kita pilih tidak bisa menentukan Panglima TNI dan Kapolri tanpa persetujuan DPR. Tidak bisa menentukan APBN dan berhutang tanpa persetujuan DPR. Gubernur , Bupati, Walikota yang bekerja dibawah tanggung jawabnya, bukan dipilih olehnya tetapi dipilih langsung oleh Rakyat. Semua orang bekerja dibawahnya tidak tunduk kepadanya tetapi kepada UU. Dan UU yang buat DPR. Dengan sistem seperti ini memang Presiden tidak seperti Raja atau Khalifah atau Soeharto sebagaimana persepsi sebagian orang. Pantaslah mereka kecewa. Mudah jadi kayu bakar.

Penyebab kedua, adalah kita terjebak dengan kepentingan ego kita masing masing. Apapun aturan yang tidak sesuai dengan kepentingan kita, kita anggap salah. Tanpa disadari kita terjebak dengan road block, dimana, habit, interest , hanya bisa menerima sesuatu yang sesuai dengan emotion kita saja. Idealisme demokrasi adalah pluralisme, termasuk pemikiran. Karenanya tidak ada kebijakan dan aturan yang bisa memuaskan semua orang. Tugas Presiden adalah mendorong semua pihak bisa melakukan perubahan yang lebih baik. Hanya itu. Tidak ada hak lebih daripada mendorong. Bukan pemaksaan.

Tugas kita sebagai rakyat memberikan kekuatan politik kepada Jokowi melakukan perubahan itu dengan sabar. Butuh proses kearah yang lebih baik. Kalau dipaksakan dengan emosi maka hanya masalah waktu negeri ini akan runtuh. Bubar NKRI. Pecah persatuan kita. Yang untung adalah penumpang gelap. Dan tidak ada jaminan perubahan sistem akan lebih baik. Setidaknya kita harus mulai dari nol lagi. Mungkin lebih buruk. Mau?

***
Dalam suasana santai, di cafe bersama empat orang teman. Ada yang bertanya soal aksi demo belakangan ini yang begitu rame. Kami yang hadir dalam pertemuan itu, hanya tersenyum. Engga ada yang berminat membahas lebih jauh. Namun yang menarik kata teman saya yang juga politisi “ ada yang belum move on dengan kemenangan Jokowi dalam Pemilu, ada yang masih mutung karena ormas nya dibubarkan. Ada yang kesel karena engga kebagian jatah menteri sesuai maunya. Ada yang marah karena kekuatan KPK bertumpu kepada Presiden. Ada yang marah karena Indonesia tidak patuh dengan Indo Pacific nya Amerika. Semua pihak itu bersatu dalam narasi yang sama. Tolak Jokowi.”

Ongkos paling murah membakar massa untuk melakukan aksi adalah Indonesia. Mengapa ? Ada gerakan politik idiologi syariat Islam. Mereka secara terstruktur sudah melebur di tengah masyarakat dan sampai masuk ke institusi negara. Itu ibarat sel kanker. Punya kantong politik di semua level dan saling terhubung dengan yang lainnya. Kekuatan ini walau kecil namun mereka militan. Pendukungnya dapat kapan saja bergerak dengan narasi apa saja, yang penting tujuannya menjatuhkan Jokowi. Kelompok inilah yang dimanfaatkan oleh elite politik untuk melaksanakan agendanya. Bisa karena agenda sebagai proxy asing. Bisa juga karena alasan politik praktis.  Tetapi semua berujung soal kepentingan kekuasaan dan Uang. 

Contoh ada pihak yang engga suka Revisi UU KPK. Maka kelompok yang tidak suka, mendesign kekacauan. Designer ini tinggal hubungi HTI untuk terlibat. Mengapa ? Karena HTI sebagai koordinator politik terhadap gerakan syariat islam di Indonesia. Di HTI tempat berkumpulnya intelektual yang punya akses ke kampus dan kaum intelektual lainnya. Walau sudah dibubarkan namun gerakan HTI tetap eksis sebagai gerakan pemikiran. Melalui HTI lah gerakan islam lainnya yang terpapar paham radikalisme di hubungi untuk bergerak serentak. Jadi semacam software computer. Tinggal sebut Password “ Tolak Jokowi” maka semua elemen di bawah koordinasi HTI bergerak. 

Pihak lain yang mendapatkan keuntungan politik dari gerakan ini menjadi silent supporter melalui proxy connection di Indonesia dan sekaligus penyedia logistik. Gerakan ini akan usai dengan sendirinya apabila tujuan pragmatis designer tercapai. Tapi kalau gerakan pragmatis ini terus terjadi secara bergelombang dari waktu  ke waktu, maka lambat laun akan menggangu stabilitas politik, yang berujung kepada terganggunya stabilitas ekonomi. Iklim investasi jadi jatuh.  Rating surat utang akan jatuh. Saat itulah gerakan sesungguhnya dari HTI akan tampil. Ia akan menggilas semua, termasuk elite politik yang selama ini memanfaatkanya. Dan biasanya setelah tujuan tercapai. Sesama gerakan islam akan saling serang satu sama lain. Seperti yang terjadi di Mesir. Dan saat itulah tentara masuk untuk menghabisi mereka semua. Mengapa? karena masalah ekonomi. Gerakan kaum bigot itu hanya melahirkan dendam dan amarah, bukan membangun peradaban. Para pedukungnya adalah politisi kaleng kaleng. 

Kamis, 05 September 2019

SDA dan Ancaman geostrategis


Menurut teman saya ada yang lucu di negeri ini. Apa itu? Orang yang menciptakan jargon politik itu bukan orang creative orisinil tapi hanya copy paste dari buku yang dia baca waktu kuliah dulu. Jadi engga pinter pinter amat. Saya masih bingung arah pembicaraanya. Coba kita lihat sejarah masa lalu kita. Kenapa kebencian kita kepada Belanda, Portugis, Inggeris, Jepang tidak nampak sama sekali. Padahal bangsa tersebut pernah menjajah Indonesia. Tapi mengapa kebencian kepada Cina, dan mereka yang berbeda agama, berbeda mahzab selalu mendapat tempat dalam issue politik. Mengapa ? Karena dulu memang Belanda membuat konsep memecah belah persatuan indonesia menggunakan konsep SARA.
Belanda sengaja memelihara etnis China dan membuat mereka unggul secara ekonomi, tapi pada waktu bersamaan Belanda menciptakan politik paranoia terhadap etnis China. Walau etnis China bisa berkembang sebagai wirausaha, dan memberikan upeti kepada penguasa Belanda namun mereka tetap saja tidak berani macam macam. Karena mereka menghadapi paranoia dari Etnis lain. Dari itulah Belanda menggerakan mesin ekonomi di negara jajahannya, dengan membuat segelintir orang kaya dan lainnya miskin. Dengan demikian secara tidak langsung Belanda menciptakan musuh bersama agar etnis china semakin tergantung kepada Belanda, dan loyal.
Kemudian bila ada Mahzab atau golongan dalam Islam baru tampil, Belanda sengaja memberi ruang agar semakin banyak pengikutnya dan bila semakin banyak akan didekati tokohnya. Kelak kelompok ini akan dibenturkan dengan kelompok lain bila salah satu mereka ingin melawan Belanda. Tinggal Belanda menonton pertempuran diantara mereka. Siapa yang menang pasti akan lemah sehingga mudah di hancurkan Belanda. Karena itulah Belanda bisa bertahan 350 tahun menjajah bangsa ini. Jadi cara Belanda itu memang sederhana tapi smart. Karena Belanda ingin berkuasa dengan ongkos murah. Tak perlu memikirkan biaya memakmurkan rakyat secara nyata. Cukup ciptakan issue yang bisa menimbulkan konplik dan keresahan agar orang banyak tetap lemah.
Nah, Belakangan kaum terpelajar yang sekolah di luar negeri, mempelajari cara cara Belanda mengelola negeri jajahannya. Mereka paham sekali. Makanya mereka tidak menggunakan gerakan melawan Belanda dengan atas nama Agama atau golongan tapi atas nama paham kebangsaan, dengan jargon satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, yang kemudian melahirkan Pancasila. Maka kesatuan dan Pancasila inilah yang membuat Belanda mati langkah. Walau berkali kali Belanda mencoba membenturkan golongan kanan dan kiri namun selalu Paham kebangsaan bisa mempersatukan barisan untuk focus menghadapi Belanda dan segala bentuk penjajahan baru.
Di era demokrasi bebas seperti sekarang ini, kembali pihak penjajah ( baru) melakukan cara cara lama itu. Yaitu menggunakan kelompok dan golongan dengan menciptakan beragam issue agar kesatuan dan persatuan itu tercabik. Dan yang mudah digiring adalah golongan Agama. Cara membangkitkan emosi agama menggunakan cara lama ya copy paste dengan yang pernah di pakai Belanda dulu. Men judge orang yang berbeda dengan sebutan Kafir, menciptakan musuh bersama kepada etnis China. Membesar besarkan masalah sepele menjadi issue agama agar menjadi api membakar semangat bela agama , bela ulama, bela syariah islam. Bagi umat islam yang tidak sependapat dianggap liberal, murtad, menghina islam, dan banyak lagi istilah buruk yang memastikan yang tidak mendukung adalah musuh mereka.
Para penjajah baru itu bukan orang Belanda, bukan Jepang tapi mereka adalah bangsa sendiri sebagai proxy asing. Tujuannya tentu agar dapat berkuasa dan menerapkan cara Belanda menjajah negeri ini. Gimana caranya ? ya engga jauh dari cara Belanda; ciptakan kemiskinan dan kebodohan agar orang banyak semakin engga peduli dengan kompetisi dan hidup dalam fantasi agama. Tapi cara cara seperti ini mudah di tebak oleh mereka yang doyan piknik dan tentu tidak bisa disadari oleh bani celana longgar. Tapi apa mau dikata ? Di Jakarta, kaum bigot celana longgar itu jumlahnya lebih banyak dan sistem demokrasi menempatkan seorang Ahok harus masuk bui karena itu. Dan Gubernur baru terpilih menerapkan cara cara Belanda berkuasa. Kalau kita lengah bukan tidak mungkin dia bisa jadi penguasa negeri ini. Kita akan kembali terjajah dengan cara baru…

***

Di era Soeharto, kita punya MIGAS sangat besar produksinya. Bahkan kita termasuk negara besar penghasil MIGAS. Tapi tahukah anda? bahwa kita juga pengimpor BBM terbesar. Mengapa ? karena yang meng exploitasi MIGAS kita adalah Inggris ( BP), Amerika ( Caltex/ Cevron) dan lainnya. Mereka tidak berpikir untuk membangun downstream MIGAS di Indonesia. Mereka hanya keruk SDA MIGAS kita dan kemudian di kapalkan ke luar negeri dan di proses di luar negeri menghasilkan BBM dan petro kimia. Kalaupun belakangan Soeharto membangun kilang sendiri namun kapasitasnya rendah. Sampai sekarang kita masih tergantung impor BBM, karena downstrean MIGAS kita kurang.
KIta punya SDA mineral, seperti emas, nikel, besi dan lainnya. Tapi tahukah anda? sejak era Soeharto, bahan tambang mineral seperti Nikel, Emas dan lainnya, dikapalkan jutaan ton ke luar negeri untuk diolah. Produksi tambang Freeport di Papua, di kapalkan ke Jepang dan Spanyol untuk di olah jadi emas dan produk turunan tembaga. Kemudian masuk lagi ke Indonesia dengan nilai tambah untuk kita beli. Kalaupun ada di produksi dalam negeri, seperti oleh Antam dan Inalum, namun kapasitas produknya sangat rendah. Lebih banyak dikapalkan keluar negeri dalam bentuk mentah. Dan kita tetap tergantung impor.
Mengapa ? Itu sebetulnya karena kebijakan negara yang tidak punya visi industri dan pada waktu bersamaan pengusaha lokal yang jadi mitra asing adalah juga elite politik yang tidak punya visi industri. Mereka hanya punya visi pedagang, mengejar rente untuk hidup senang tanpa kerja keras. Para sarjana lulusan PTN terbaik, justru mau saja jadi jongos asing mengexploitasi SDA kita tanpa mikir gimana menghasilkan nilai tambah. Bahkan berpuluh tahun kita tidak mampu menciptakan mobil nasional. Karena semua agent kendaraan import yang mendapat fasilitas negara tidak berpikir kemandirian dibidang otomotif.
Barulah di Era reformasi kita mulai sadar akan perlunya visi Industri untuk dilaksanakan. Tidak hanya wacana dalam seminar dan diskusi di Kampus. Namun melaksanakan visi industri itu tidak hanya sebatas kebijakan negara. Seperti Undang-Undang No. 4/2009, MINERBA, itu disyahkan tahun 2009 yang mengharuskan barang tambang MINERBA diolah dalam negeri, dengan kewajiban membangun smelter sendiri. Tapi juga harus didukung oleh mental pengusaha yang punya visi Industri. Sayangnya pengusaha tambang yang ada sekarang adalah warisan Soeharto. Mereka tidak punya visi industri. Tekanan dari pengusaha tambang melalui jalur politik sangat keras. Pemindahan ibukota ke Kaltim disikapi nyinyir. Karena tahu dengan adanya ibukota di Kaltim maka izin tambang tidak akan diperpanjang lagi.
Bahkan tekanan juga berasal dari luar negeri , terutama dari AS, Eropa dan Jepang yang membawa kasus ini ke WTO. Alasanya dengan berlakunya UU itu akan membuat mati industri mereka. Akibatnya UU Minerba itu tidak seratus persen dilaksanakan. Pemerintah terkesan kompromi. Namun di Era Jokowi, disikapi dengan tegas. Freeport tidak mau bangun smelter, ya di beli sahamnya agar kita sendiri yang bangun smelter. Indonesia mengundang investor asing untuk teribat dalam pembangun smelter. Jepang dan AS wait and see. Berharap Jokowi tidak lagi terpilih tahun 2019.
Sementara China datang ke Sulawesi membangun smelter nikel dengan kapasitas jutaan ton. China pun dituduh ingin menjajah kita. Padahal china tidak punya tambang di Indonesia seluas seperti Amerika. China hanya mengolah tambang sesuai UU dan indonesia mendapatkan nilai tambah. Kini kemarahan Amerika dan negara Eropa semakin menjadi jadi , dan indonesia masuk dalam putaran politik geostrategis mereka dengan politik adu domba melalui proxy nya di Indonesia. Jadi, negeri ini gaduh karena mental pedagang, pengusah rente bangsa Indonesia, yang rela menjual negeri ini untuk memuaskan sahwat pribadinya saja. Dan lucunya diikuti oleh kaum bigot.

Kerjasama regional industri




Tahun 2015, pada pagi hari, teman saya wanti wanti agar tidak lupa untuk acara makan siang dengan Presiden. Mata saya masih berat. Karena semalam saya pulang dini hari sehabis menemani rombongan tamu saya dari China. Hampir tiga hari saya kurang tidur. Saya cukup sibuk mendampaingi mitra bisnis melakukan pembicaraan dengan KADIN dan beberapa direksi BUMN. Hal ini berkaitan dengan CAFTA khususnya penjajakan kerjasama pembangunan kawasan industry. Waktu acara makan siang dengan Presiden. sempat saya katakan rencana saya menggandeng China membangun kawasasn industri atas dasar kemitraan regional itu. Tetapi mungkin karena waktu terbatas , jadi tidak begitu diperhatikan presiden.
Apa yang dimaksud dengan CAFTA? CAFTA awal digagas pada November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam. Pada tanggal 4 November 2002, pemerintah Republik Indonesia bersama negara-negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation antara the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China . Melalui perjanjian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan China-ASEAN. Kemudian berlanjut dengan ditanda tangani kerjasama Jepang-ASEAN, Korea- ASEAN.
Dan khusus negara ASEAN seperti Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai telah menerapkan bea masuk 0% per Januari 2004 untuk beberapa produk berkategori Early Harvest Program. Yang dimaksud dengan Early Harvest Program adalah 14 item produk sektor pertanian yang dikeluarkan dari perjanjian perdagangan bebas. Ini berarti bahwa perpindahan barang, jasa, modal dan tenaga kerja antara ASEAN dan China bebas hambatan.
Secara umum, dengan adanya kesepakatan CAFTA ini, maka kesempatan terbuka luas bagi Indonesia. Mengapa? Dengan adanya CAFTA akses pasar bagi Indonesia akan terbuka luas, tidak hanya untuk produk pertanian dan pertambangan, tetapi juga jasa, seperti pariwisata, jasa keuangan, pendidikan, investasi, dan faktor-faktor lingkungan hidup serta HAM.
Namun peluang CAFTA ini tidak begitu dimanfaatkan oleh Indonesia. Ada baiknya kita meniru kecerdasan bangsa malayu ( Malaysia ) dalam menghadapi CAFTA ini. Bagaimana caranya ? Malaysia meminta agar China membuat kawasan Industri bebas bea di China. Kawasan ini dibangun dalam kuridor CAFTA dan pada waktu bersamaan China juga meminta agar Malaysia membangun kawasan Industri bebas bea di Malaysia dalam kuridor CAFTA. Inisiatif ini ditanggapi oleh China. Kemudian China-Malaysia membangun Industrial Park China –Malaysia di Qinzhou dengan luas 55 KM2. Pada waktu bersamaan China juga membangun Kawasan Industri China-Malaysia di Kuantan-Malaysia seluas 5000 Hektar.
Apa keuntungan Malaysia ? Pengusaha Malaysia dapat membangun pabrik di Industrial Park China –Malaysia dengan memanfaatkan segala sumber daya China dibidang tekhnologi dan sumber daya manusia serta kelengkapan infrastruktur logistik. Sehingga pengusaha Malaysia mampu mengolah bahan baku yang mereka miliki untuk kepasar domestic di China dan juga menjual kembali ke pasar Malaysia dengan harga pasti bersaing dengan Produk China. Apa keuntungan dari China? Pengusaha China dapat membuat pabrik di Industrial Park China –Malaysia, di Kuantan untuk membangun produk berbasis technology untuk menjual ke-pasar domestik Malaysia,juga kepasar China dan memanfaatkan sumber daya manusia Malaysia.
Dengan adanya Industrial Park China –Malaysia ini maka kedua belah pihak saling mengisi atas peluang dari potensi masing masing.Yang pasti kedua belah pihak bisa lebih transparansi mengelola neraca perdagangan kedua Negara dengan lebih adil. Dapat dibayangkan apa yang terjadi kemudian? Terjadi relokasi pabrik dari China ke Kuantan ( Malaysia ) dan pada waktu bersamaan terjadi relokasi agro processing ke China ( Qinzhou ). China mendapatkan produk Malaysia yang efisien dan Malaysia mendapatkan produk tekhonologi China yang murah. Kedua belah pihak saling mendapatkan manfaat dibidang sumber daya masing masing.
Singapore sudah pula memanfaatkan pola yang sama dengan Malaysia dan tahun 2016 proyek kawasan itu sudah selesai di bangun di Qinzhou, Guangxie. Vietnam, Philipina Thailand juga, Kini proyek kawasan itu sudah jadi di Guangxie. Tapi Indonesia sampai kini tidak ada. KIta selalu terlambat memanfaatkan kerjasama regional. Usulan saya membangun kawasan industri CAFTA tahun 2015, engga digubris pemerintah. Gatot alias gagal total. Tetapi Perusahaan saya di Malaysia berhasil kerjasama membangun kawasan industri di Malaysia bersama China untuk terjadinya relokasi industri ke Malaysia.
Jadi kalau negara Vietnam dan Malaysia berhasil menarik investor dalam rangka relokasi industri, itu bukan hanya karena promosi dan izin yang mudah tetapi karena atas dasar kemitraan regional yang secara politik sudah di teken dan mereka implementasikan itu dengan kerja keras. Sementara kita terlalu takut dengan kaum bigot yang ngoceh engga jelas anti China anti asing.

***
Kemarin 4 Agustus 2019, Jokowi meminta para menteri mulai menyederhanakan peraturan yang memperlambat perizinan. Pasalnya, Jokowi menerima catatan dari Bank Dunia bahwa 33 perusahaan yang keluar dari Cina sebagian besar memilih untuk berinvestasi di Vietnam, Kamboja, dan Malaysia. "Enggak ada yang ke Indonesia," katanya. Kemudian pada 2017, Jokowi menuturkan, dari 73 perusahaan Jepang yang melakukan relokasi pabrik, 43 perusahaan pindah ke Vietnam, 11 ke Thailand dan Filipina, dan 10 perusahaan ke Indonesia. Dari catatan tersebut, Jokowi menilai masalahnya ada di internal.
Mengapa relokasi pabrik china dan negara maju lainnya tidak mengutamakan Indonesia sebagai tempat relokasi ? Jawabnya ada banyak tapi saya akan focus membahas tiga saja, yaitu , Pertama , kurangnya visi industri bagi pengusaha lokal, terutama yang punya akses ke penguasa. Kedua, masalah tanah yang masih dikuasai oleh Daerah yang selalu berhubungan dengan rente. Ketiga, tidak tersedia cukup pasokan listrik untuk industri.
Penyebab pertama. Untuk industri besar, bagaimanapun membutuhkan mitra lokal. Karena ini berhubungan dengan pre operasional yang besar dan dukungan stakeholder. Sementara faktanya mayoritas pengusaha menengah atas umumnya punya mental pedagang. Mereka berpikir rente kepada investor industri. Engga mau ambil resiko. Karena sudah nyaman dengan mindset rente yang membuat kaya raya. Saya sering terlibat negosiasi dengan mitra lokal. Mereka sodorkan anggaran untuk Pra operasional dan saham kosong. Alasnya mereka punya akses kepada penguasa. Tapi engga mau keluar modal. Kalau asing urus langsung, jaringan politik pengusaha itu nya sangat efektif menghadang.
Penyebab kedua, untuk industri besar, yang membutuhkan lahan luas dan jaminan kemudahan logistik pelabuhan, tanpa mitra lokal hampir tidak mungkin mudah dapatkan izin dengan cepat. Pemda lebih nyaman berhubungan dengan mitra lokal daripada asing. Ini akan rumit. Karena ada fee dan mark up harga tanah. Belum lagi soal Amdal, yang sangat rumit karena diskrisi Pemda untuk tentukan Go or no Go. Semua berujung dengan uang. Kebanyakan yang melakukan relokasi itu perusahaan MNC yang tunduk dengan Good governance yang ketat. Sedikit saja terindikasi suap, akan berdampak buruk terhadap perusahaannya. Sementara mitra lokal umumnya engga punya Visi industri. Maunya malak investor dengan dalih macam macam dan bertele. Makanya, investor langsung kabur.
Penyebab ketiga, untuk industri kimia, Downstream tambang dan CPO membutuhkan listrik yang besar. Masalah listrik ini yang sulit tersedia. Kalau investor mau bangun sendiri pembangkit listrik ( IPP), itu juga engga mudah. Karena bahan bakar gas dimonopoli Pertamina, dan sulit dapatkan supply guarantee. Belum lagi dapatkan izin IPP dari PLN dan menteri ESDM. Panjang sekali syaratnya. Itupun syaratnya memberatkan investor. Sementara di Vietnam dan Malaysia, investor mendapatkan kemudahan semua. Keberhasilan china membangun smelter nikel di Sulawesi karena mitra lokalnya terhubung dengan pensiunan Jenderal. Tapi untuk dapatkan mitra pensiunan jenderal juga engga murah.
Lantas gimana solusinya ? Jokowi harus merestruktur KEK ( Kawasan Ekonomi Khusus) yang ada, yang sampai sekarang engga efektif mengundang investor asing. Padahal lahan sudah tersedia ribuan hektar. Tinggal masuk saja investor dan langsung bangun. Mengapa ? Karena dibangun sesuai dengan potensi wilayah. Konsep ini harus diubah. Udah jadul. Karena saat sekarang orang bangun industri tidak lagi mendekati bahan baku tetapi kebih kepada lokasi / kawasan strategis yang mendukung efisien logistik. Indonesia punya keunggulan soal itu. Nah jadikan KEK sebagai kawasan kemitraan dalam kuridor kerjasama regional. Kita sudah teken China ASEAN Free Trade Area ( CAFTA ), Korea- ASEAN Free Trade Area. Jepang- ASEAN Free trade Area. Indo pacific. ME ASEAN. Soal potensi wilayah sebagai sumber bahan baku itu bisa diatasi dengan pembangunan infrastruktur konektivitas wilayah.
Saya yakin apabila KEK atas kerjasama regional ini ditawarkan kepada investor pasti banyak yang berminat membangun dan sekaligus mendatangkan relokasi industri . Mengapa? Contoh China, Korea, Jopang, ASEAN, Arab, membangun KEK di Indonesia akan sama kebijakannya dengan mereka bangun di negara mereka sendiri dari segi tarif. Namun menguntungkan dari sisi efisiensi biaya logistik dan ongkos transfortasi eksport. Mereka akan mudah membangun pembangkit listrik dengan pasokan fuel dari luar negeri. Izin pendirian pabrik satu pintu melalui otoritas KEK. Hanya masalah waktu KEK akan menjelma menjadi kawasan internasional yang menampung jutaan angkatan kerja dan memberikan lahan bisnis baru bagi ribuan supply chain.

Senin, 02 September 2019

Dampak pikiran irasional

Saya perhatikan ILC itu bukan panggung mencerahkan tetapi panggung mencemari pemikiran positip orang terhadap hal yang rasional menjadi irasional. Perhatikan, panggung memberikan kesempatan nara sumber rasional untuk berbicara. Setelah semua bicara, ditutup oleh RG dengan menjungkir balikan logika dengan dasar referensi cocok logi. Lambat laun, orang yang lemot, yang sudah menyimpan persepsi distrust terhadap pemerintah, dengan mudah menjadi makmun dan mengaminkan pendapat RG. Pengaruhnya sangat besar. Karena TV ditonton oleh jutaan orang. Makanya jangan kaget kalau liat di sosmed, narasi irasional mengkritik pemerintah tidak jauh dari cara berpikir RG.
Hanya seorang RG yang rasional menjadi irasional. Orang rasional dianggap dungu. Itulah yang dimaksud kekuatan pikiran yang disampaikan lewat kata kata dan tulisan. Pengaruhnya bisa mengubah cara berpikir orang lain dengan dahsyat. Anda mungkin bisa saja menyalahkan saya soal ini. Tetapi dalam dunia keuangan, seorang Joseph J. Cassano, yang bukan ekonom bisa menghancurkan sistem keuangan yang dibanggakan AS dan Eropa. Dia memang tidak punya kompetensi bicara ekonomi dan keuangan, tetapi AGI ( American Guarantee insurance ) memberinya panggung untuk bicara ekonomi dan keuangan.
Cassano, tidak punya rating sebagai pakar, Tidak punya reputasi sebagai trader bursa. Dia hanya seorang sales asuransi. Tetapi kehebatannya, bicara apa saja tentang Ekonomi selalu diaminkan oleh AIG. Lambat laun, pemikirannya mengundang JP Morgan sang investment banker terbesar dunia untuk mendengarnya bicara dan akhirnya percaya. Padahal di JP Morgan ada ribuan ekonom terbaik lulusan Harvard dan Barcley. Mereka semua percaya kepada Cassano. Tanpa disadari Cassano yang ratingnya rendah ter-upgrade secara otomatis. Rating Cassano sebagai ekonom mengalahkan the Fed dan US Tresury. Bahkan otoritas moneter di London memberinya karpet merah untuk berbicara.
Lantas mengapa Cassano sampai dipercaya? tentu ada alasannya. Sederhana saja, Cassano punya narasi hebat menyalahkan sistem moneter Amerika dan Dunia. Dia bilang ketidak adilan dunia karena faktor ketidak adilan sumberdaya keuangan yang melimpah, Akibatnya perbankan bleeding membayar bunga deposan. Mengapa? karena yang menikmati dana bank hanya segelintir orang yang punya rating minimal A. Yang menentukan rating itu Lembaga Rating seperti Moody’s , SP dan lainnya. Cassano tidak menyalahkan sistem yang ada. Tetapi dia memberikan solusi. Caranya, siapapun bisa mendapatkan rating tinggi asalkan mendapat jaminan perusahaan yang punya rating tinggi.
Nah dalam hal ini Cassano memberikan usul bahwa perusahaan asuransi yang rating AA atau lebih bisa menjual produk jaminan itu kepada perusahaan yang butuh meningkatkan ratingnya sehingga layak dapat pinjaman dari investor atau bank—ketahuan kan ujung ujungnya dia jualan asuransi bukan financial solution—Maka keluarkan produk CDS ( Collateral Default Swap). Dengan anda membayar premi CDS maka investor tidak lagi melihat siapa anda tetapi melihat asuransi yang mengeluarkan CDS itu. Apa yang terjadi ? uang dalam brankas bank mengalir deras ke sektor real. Bank terhindar dari bleeding dan dunia usaha mendapatkan pendanaan yang mudah. Tapi karena itu assessment project jadi engga lagi bermutu. Para analis hanya berpatokan kepada CDS saja.
Hebatnya lambat laun, CDS engga lagi dengan underlying proyek tetapi sudah masuk kepada underlying cash lewat produk investasi derivative. Para investment banker berlomba lomba menciptakan produk investasi berjaminan CDS. Semua bursa keuangan dunia bergairah. Begitu banyak tawaran investasi yang menggiurkan dengan high yield. Bahkan negarapun ikut ikutan memanfaatkan bursa yang bergairah. Surat utang negarapun diukur dari tingkat premi CDS. Tidak ada produk investasi keuangan dunia yang tidak bicara CDS.
Tanpa disadari Cassano sudah menjadi Nabi bagi pemain pasar uang. Diapun kaya raya. Setiap bulan dia dapat fee sebesar USD 1 juta sebagai penemu CDS, dan itu dibayar oleh AIG. Ketika Bursa wallstreet jatuh tahun 2008, Cassano diberhentikan oleh AIG. Semua tahu kejatuhan Wallstreet tahun 2008, dan kemudian diikuti oleh Eropa, kemudian dunia, karena pemikiran Cassano tentang CDS. Apakah Cassano masuk penjaran karena itu. Tidak. Dia malah dapat pengsiun ratusan juta dollar dari AIG. Pemimpin AS dan Eropa meminta rakyat membayar kebodohan mereka akibat menjadi follower Cassano. Triliunan dollar dana talangan keluar dari APBN untuk itu.
Ya, Dunia keuangan runtuh di jantung kapitalis, bukan oleh seorang banker , akademisi tetapi oleh sorang sales asuransi, ayam kampung yang mendapat panggung untuk menjadi ayam merak. Penyebab nya karena orang waras jadi irasional. Dan Cassano paham betul itu karena dia lulusan Brooklyn College, jurusan political science. Samahal nya RG yang lulusan filsafat yang sangat paham menjungkir balikan cara berpikir orang awam berfantasi utopia untuk jadi bigot. Kalau kita tidak menyadari pengaruh buruk dari pemikiran yang salah, maka jangan menyesal bila negeri yang berbudaya ini akan jadi korban para sales agama.

Memahami ekonomi makro secara idiot

  Berita media massa soal kinerja pemerintah dan terkait utang selalu bias. Bukan pemerintah bohong. Tetapi pejabat  yang menyampaikan infor...