Sabtu, 18 Maret 2023

Mahfud MD.



Tahun 2000 saat Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI, saya sempat terkejut saat Mahfud diangkat sebagai Menteri Pertahanan. Yang saya tahu Mahfud adalah dosen dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak tahun 1984. Apa iya cocok jadi menteri pertahanan. Apalagi Misi Gus Dur kan mereformasi TNI. Ini tidak mudah. Tahun 2000 itulah keluar TAP MPR No. VII/MPR/2000 Tahun 2000 Tentang Peran TNI dan Peran Polri. Sehingga ini menjadi amanah konstitusi bagi Presiden dan DPR untuk melaksanakannya. 


Tugasnya sebagai Menterri Pertahanan tidak lama. Karena tahun 2001 dia dijadikan Gus Dur sebagai Menteri Kehakiman dan Ham. Gus Dur jatuh, diapun ikut keluar setelah Megawati jadi Presiden. Dia masuk ke dunia politik tahun 2002 dengan posisi sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa. Itu berlansung sampai tahun 2005. Anggota DPR-RI, Komisi III (2004-2006), Anggota DPR-RI, Komisi I (2006-2007), Anggota DPR-RI, di Komisi III (2007-2008), Wakil Ketua Badan Legislatif DPR-RI (2007-2008). Anggota Tim Konsultan Ahli Pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Depkum-HAM Republik Indonesia.


Setelah tidak jadi anggota DPR dia diangkat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2008–2013). Pada Pilpres tahun 2014 dia jadi tim Sukses Prabowo. Prabowo kalah. Dia kembali ke kampus. Dosen di Universitas Islam Indonesia (UII), UGM, UNS, UI, Unsoed, dan lebih dari 10 Universitas lainnya pada program Pasca Sarjana S2 & S3. Mata kuliah yang diajarkan adalah Politik Hukum, Hukum Tata Negara, Negara Hukum dan Demokrasi serta pembimbing penulisan tesis dan desertasi..


Tahun 2018, Jokowi angkat dia sebagai Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017–2018). Usia Pilpres tahun 2019, atas usul dari Megawati, Jokowi pilih dia sebagai Menko Polhukam.  Apa yang saya ketahui dari mencermati sosok Mahfud adalah dia seorang intelektual Islam moderat. Sikapnya dalam politik, Mahfud follow NU dan Muhammadiah. Nahdlatul Ulama mengatakan bahwa NKRI adalah darul mitsaq atau negara hasil kesepakatan. Sedangkan Muhammadiyah mengatakan NKRI adalah darul ahdi wa al syahadah, negara hasil perjanjian dan tempat mengisi dengan pembangunan berdasarkan perbedaan-perbedaan. 


Makanya saya tidak kaget bila melihat dan membaca sikap politiknya sebagai menteri Pertahanan, Kehakiman, MK dan Menko Polhukam. Begitulah. NKRI itu didirikan ulama, bukan tempat orang berbuat jahat, korupsi sendiri sendiri  maupun berkelompok lewat oligarki. Tetapi NKRI didirikan untuk melaksanakan misi Al Quran dan hadith, agar NKRI itu menjadi rahmat bagi semua. Makanya walau dia Islam, ketika ditanya, dia dengan tegas, tidak memilih Anies. Padahal  secara personal dia dekat dengan kedua orang tua Anies.


Minggu, 12 Maret 2023

Populisme dan Media Sosial.

 


Dalam sistem kapitalisme, pertumbuhan ekonomi selalu menghasilkan kesenjangan. Itu terjadi dimana saja. Karena faktor free will dan spirit berkompetisi. Yang kalah bersaing jatuh miksin, bisa karena berbagai faktor, seperti faktor subjetif. Karena merasa penghasilannya tidak cukup memuaskannya. Ada juga kemiskinan relatif. Karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Padahal dia sarjana atau tamatan SMU. Sementara mau wiraswasta tidak punya sumber daya. Mau dagang kaki lima diusir satpol PP. Mau kredit bank tidak ada collateral. Adanya tataniaga impor kedele, jagung, bawang putih, gula, garam, membuat petani semakin lama semakin terpuruk. 


Ada juga kemiskinan struktural. Sumber daya tersedia, tetapi negara merampasnya dari masarakat. Contoh, tadinya orang bisa hidup dari hasil hutan. Lah hutan dibakar dan ditebang untuk buat kebun sawit dan tambang. Tadinya ada tanah pertanian, tetapi digusur untuk bangun kawasan industri dan perumahan mewah. Ada juga kemiskinan karena faktor budaya. Dianggap mencari harta dunia itu tidak penting. Diantara lautan kemiskinan itu terdapat segeliintir orang yang kaya raya. Lewat sosial media mereka ini menampilkan gaya hidup hedonisme. Sangat vulgar diperlihatkan lewat unggahan foto ataupun video tanpa batasan. Sikap hedonisme ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi mereka yang kalah bersaing menikmati kue pertumbuhan ekonomi. Kecumburuan sosial inilah yang menjadi bahan bakar bagi pengusung politik populisme.


Moffitt dalam bukunya the global rise of populism: Performance, political style, and representation, mengatakan begitu besarnya pengaruh sosial media. Lanskap politik telah diubah oleh hadirnya media sosial. Transformasi ini telah menghasilkan meningkatnya populisme di seluruh dunia. Selanjutnya, peran aktif khalayak lewat  media sosial menjadi peluang besar bagi aktor populis untuk menyebarkan pesan atau agenda politiknya


Proliferasi populisme melalui media bukanlah hal baru. Mudde menguraikan lewat “ Populist radical right parties in Europe”, secara historis di Eropa, partai-partai radikal-kanan populis dan para aktor politik telah menggunakan media, misalnya, TV, radio, media cetak sebagai platform untuk menyampaikan pesan mereka sejak Perang Dunia II. Namun, media sosial menjangkau audiens yang lebih besar dengan konten politik melalui Facebook, Twitter, YouTube, atau Weibo. DeLuca A, Lawson S, Sun Y, dalam The many framing of the birth of a protest movement. Communication, Culture & Critique,  audien sekarang dapat dijangkau dengan kecepatan yang lebih tinggi dan dalam rentang waktu yang singkat.


Mudde dan Moffitt senada menyimpulkan bahwa peran media sosial sangat penting bagi gerakan populisme karena mewakili strategi politik dalam bentuk baru dan menarik. Dalam hal ini, jejaring sosial lebih cocok sebagai metode untuk menciptakan jejaring sosial yang dirancang untuk memfasilitasi difusi perilaku yang diinginkan di antara kelompok orang. Namun, sifat media sosial dalam wacana politik harus dikonseptualisasikan dalam konteks teori demokrasi. 


Moote, McClaran, & Chickering dalam jurnalnya tentang Applying participatory democracy theory to public land planning. Environmental Management, mengatakan bahwa sebagian besar,  teori demokrasi menganut gagasan keterlibatan manusia dalam pengambilan keputusan non-aktivis, atau disebut sebagai demokrasi partisipatif.  Inti dari teori demokrasi partisipatif adalah peran publik atau warga negara dalam evaluasi rasional atas pro dan kontra suatu isu. Ini terutama terjadi ketika individu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau menawarkan hadiah.


Namun, Wirth, W., Esser, F., Wettstein, M., Engesser, S., Wirz, D., Schul dalam jurnalnya, A theoretical model and research design for analyzing populist political communication, dengan diperkenalkannya media sosial, masyarakat yang terkena dampak didorong untuk menyuarakan pendapatnya meskipun mereka tidak harus terlibat dalam proses demokrasi. Lebih khusus lagi, diskusi ide yang koheren telah digantikan dengan penyebaran ide-ide yang terfragmentasi, yang mengakibatkan penyebaran populisme.  


Untuk tujuan ini, menurut Betz, dalam Radical right-wing populism in Western Europe,  media sosial dalam wacana politik sarat dengan abentuk patologis demokrasi. Demikian pula, meskipun penyebaran populisme melampaui masyarakat Eropa, Mudde, sependapat bahwa populisme telah menjadi arus utama dalam politik demokrasi Barat.


***


Yang namanya media sosial tetaplah product tekhnologi dengan aplikasi yang bisa didesign sesuai tujuan. Misal Bot media sosial yaitu, botnet, bot. Bot sering digunakan untuk menyebarkan keyakinan populisme dan propaganda secara komputasi. Aplikasi ini memang ideal untuk menyebar luaskan pesan kepada kelompok homogen. Ia memang dirancang untuk memanipulasi berita lewat narasi dan video. Distribusi pesan melalui botnet populer karena fanatisme pengguna terpilih yang menunjukkan keinginan tak terpuaskan untuk mengkonsumsi dan sharing tanpa peduli informasi itu valid atau tidak.


Yang membuat kawatir adalah banyak dari pesan-pesan ini membawa narasi yang memecah belah yang cenderung mengubah keterlibatan sipil menjadi dikotomi, mengadu domba satu kelompok orang dengan kelompok lain tanpa memberikan ruang konsensus atau kompromi. Selain itu, situs web dan bot berita palsu menarik traffic dan mendorong keterlibatan secara kolektif dan meluas atau viral.


Di tengah hidup yang berkompetisi, ketidak adilan yang divulgarkan oleh kehidupan hedonism para ASN lewat sosial media, lemahnya law enforcement, korupsi yang gagal diberantas, rasio GINI yang masih lebar, menjadi amunisi aktor politik menawarkan populisme. Dan publik mudah sekali diajak untuk berpartisipasi melawan pembangunan ekonomi yang tidak ramah kepada mereka. Apalagi aktor populisme punya banyak bukti memperkuat argumennya sebagai antitesis dari rezim yang berkuasa, katanya gagal meningkatkan PDB yang berkualitas. Gagal memerangi korupsi dan gagal memerangi kemiskinan. Anies punya itu semua, karena partai pengusungnya bukan bagian dari partai yang mendukung penguasa.


Solusi mengatasi populisme?

Tahun lalu hampir semua seleb di China kehilangan “like dan subscriber atas setiap tampilannya di media sosial. Mengapa? pemerintah buat aturan melarang berita tetang artis menyediakan pilihan “ like or subscribe.” Otomatis rating seleb tidak bisa diadakan lagi. Ini sebagai bagian dari kampanye menghapus budaya Fandom.


“ Kalau mereka kerja sebagai artis atau penyanyi itu wajar saja mereka dapat uang, dan kaya. Tetapi kalau cuman nama dijual lewat sosial media, acara sampah, mereka kaya karena like or subscribe, itu sudah jadi racun kebudayaan. Bisa merusak mental anak muda” kata teman saya di China waktu kami chat. 


Memang sejak adanya dunia internet. Banyak sekali kegiatan yang kena ban pemerintah China. Kegiatan cari dana amal lewat sosial media. Mau ormas agama atau sosial. Engga ada urusan.  Dilarang keras. Apa pasal? karena pemerintah China anggap penggalangan dana sosial lewat sosial media itu lebih banyak buruk dampaknya bagi kesehatan mental rakyat. Makanya disana tidak ada seleb sosmed yang dapat duit dari like atau iklan. Termasuk dilarang buat konten hedonisme.


Bahkan pemerintah buat aturan agar provider ecommerce Ojol harus menjamin pendapatan driver diatas UMR. Termasuk harus tanggung biaya asuransi bagi driver. Karena pemerintah engga mau provider ecommerce kaya hanya modal tekhnologi, yang pada waktu bersamaan mengorbankan driver. Pemerintah juga menghapus rating terhadap para provider ecommerce. Karena itu bisa menipu bursa.


“ Jadi apa yang diinginkan sebenarnya dengan adanya internet dan ecommerce? tanya saya.


“ Untuk memudahkan berkomunikasi dan bertransaksi saja. Soal bisnis dibalik itu tetap harus mengikuti standar modal. Kerja  real ya pantas kaya. Engga bisa ongkang kaki modal cuap dan gaya, dapat uang. Itu aja. Makanya pemerintah  buat aturan keras soal kerahasiaan data pelanggan. Kalau terbukti, tidak ada ampun, provider itu ditutup. Tetapi bukan hanya lewat aturan, pemerintah siapkan tekhnologi yang menjamin kerahasiaan pengguna internet.” Kata teman.

Kamis, 09 Maret 2023

Di balik penundaan Pemilu?

 



Negeri ini geger dengan adanya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang berkaitan dengan ( Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.) gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) kepada KPU. Ketua Majelis Hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban membacakan amar putusan pada tanggal 2/3, 2023. Bahwa menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan. Dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.


Sulit untuk membantah bahwa Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu tidak ada muatan politiknya. Walau Presiden Jokowi dengan tegas mengatakan tidak akan ada penundaan Pemilu. Proses yang dilakukan KPU harus jalan terus. Tapi mengapa keputusan PN Jakarta Pusat  tu ada ? Di sinilah tanda tanya besar dan jawabannya menjadi bias. Apa itu? Artinya, walau pakar hukum dan Menko Polhukam, serta elite politik mengatakan   bahwa keputusan PN itu tidak sesuai dengan PerMA 2/2019, ya tetap saja  dengan pengajuan banding oleh KPU, itu secara hukum KPU mengakui keputusan PN. Engga bisa diabaikan begitu saja.


Pada awalnya mereka yang mewacanakan penundaan Pemilu datang dari orang terdekat Jokowi sendiri. Mereka adalah LBP , Airlangga Hartarto,  Bahlil Lahadalia, Zulkifly Hasan, Muhaimin Iskandar. Semua tahu mereka adalah the Presidenman. Belum lagi pengerahan kedatangan Kepala Desa ke Jakarta. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengusulkan agar masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang menjadi 3 periode. Walau akhirnya Presiden dalam rapat Kabinet memerintahkan menterinya agar hentikan wacana penundaan pemilu. Tapi faktanya, terakhir yang muncul bukan lagi wacana, tetapi keputusan Pengadilan. Ini udah ranah hukum. Apa jadinya kalau kasus ini terus berlanjut ke MA dan keluar keputusan yang punya dasar hukum untuk amandemen UUD 45. 


Semua tahu kalau penundaan pemilu itu terjadi bisa berdampak kepada krisis politik, berujung chaos sosial. " Indonesia itu apasih yang tidak bisa diatur. " Kata teman menjawab kekawatiran saya atas adanya penundaan pemilu. Jadi benarkah ada pihak yang terus bermain dibalik penundaan Pemilu ini? Tanpa ada niat menuduh tetapi berdasarkan analisa sederhana soal kepentingan politik partai, rasanya boleh lah bila saya awali dengan pertanyaan mendasar. Siapa yang kawatir dengan adanya Pemilu ?


Pertama, ada Partai yang tidak percaya diri akan menang dalam Pileg. Suara mereka dari sejak pemilu 2004 terus turun, namun mereka sudah terlanjur masuk dalam lingkaran kekuasaan dan mereka menikmati itu sebagai koalisi pemerintah. Siapa itu? Partai Golkar, PKB, PAN,  NASDEM. Keinginan itu dipicu oleh sikap PDIP yang udah bosen berkoalisi dengan mereka. Maklum PDIP sesuai UU,  kursinya diatas ambang batas Presidential Threshold. Artinya tidak perlu koalisi mengusung Capres. Kalau ada Parpol yang mau dukung silahkan saja. Tapi koalisi NO way. Sementara mana ada partai mau dukung tanpa kontrak koalitik. Ini berkaitan dengan sumber daya kekuasaan yang harus dibagi.


Semua partai selain PKS, PD bermain di hadapan PDIP. Tujuannya agar menarik PDIP berkoalisi mengusung Capres.  Ya mudah ditebak. mereka ingin pesta tanpa jeda seperti era Jokowi. PDIP hanya dijadikan pelengkap, sementara king maker tetaplah mereka. Tentu mereka juga menyediakan dana untuk itu. Cara mereka smart. MIsal, Golkar, PKB, PAN punya calon sendiri sendiri. Tapi di belakang layar, mereka ada dibalik dukungan meningkatnya elektabilitas Ganjar Pranowo sebagai Capres. Semakin tinggi elektabilitas Ganjar semakin besar bargain mereka dihadapan PDIP. Tapi PDIP tetap dengan sikap diamnya. " Kalian bermain saya juga bermain" kata Megawati. Andaikan Ganjar dicalonkan PDIP, belum  tentu PDIP mau kontrak Politik dengan mereka. Jadi penundaan Pemilu itu penting.


Kedua. Nasdem pada awalnya tidak disangka akan melakukan manuver diluar agenda Koalisi pemerintah. Padahal sudah ada kontrak politik dalam koalisi pemerintah. Satu suara, satu tekad dan satu agenda. Ternyata Surya Paloh sebagai politisi dan wartawan berpengalaman, membaca sikap Megawati (PDIP) tidak bisa diubah. Tidak perlu lagi bermain menghindari PDIP, tetapi lebih baik menghadapi PDIP langsung di Pemilu, dengan mengusung Anies Baswedan. Situasi ini membuat hubungan Nasdem dengan PDIP semakin buruk. Walau berulang kali SP mau bertemu dengan Megawati, tetap ditolak Megawati. Hubungan dengan koalisi pemerintah lainnya sudah tidak senyaman seperti sebelumnya. Tapi Jokowi smart. Da tidak mau terlalu jauh menyikapinya. Wait and see aja.


Nasdem tidak cukup suara untuk mengusung Anies sebagai Capres. Walau PD mau berkoalisi, itu tetap tidak cukup suara mencapai presidential threshold. Partai koalisi pemerintah tidak kuatir Nasdem berkoalisi dengan partai manapun, asalkan jangan dengan PKS. Mengapa ? karena Anies lebih familiar dengan akar rumput PKS. Atau istilah vulgarnya, Anies ya PKS. Tanpa PKS ya Anies nothing. Mereka mungkin berusaha dengan segala macam cara menghalangi PKS agar tidak ikut dalam koalisi. Entah apa sebabnya -jelas ada kekuatan besar- yang membuat PKS berbulat hati mengusung Anies dan tentu berkoalisi dengan Nasdem. Soal PD, tidak dalam posisi menentukan. Karena bagaimanapun PD engga banyak pilihan. Dia harus koalisi dan pintu koalisi hanya terbuka dari Nasdem.  Pintu koalisi pemerintah tertutup sudah.


Keadaan ini membuat mereka dari Parpol presidentman, para oportunis, pengusaha yang dekat dengan presiden, yang selama ini menikmati kue kekuasaan, berusaha menunda pemilu atau memungkinkan Jokowi maju tiga periode. Ya kalau Anies menang, PDIP tidak mungkin koalisi. Yang pastinya PDIP akan jadi oposisi lagi. Itu engga masalah. Para president man akan jadi follower doang untuk aman. Kehilangan posisi strategis di ring kekuasaan. Para oportunis akan kembali jadi pengangguran intelek.


Ketiga. Politik itu dinamis. Melihat perkembangan politik dari ke hari, akhirnya Jokowi mau bertemu dengan Surya Paloh. Keadaan mencair. Jokowi bagaimanapun berusaha dapatkan soft landing dari kekuatan manapun, termasuk dari koalisi Nasdem. “ Selanjutnya Jokowi dalam posisi seperti raja tempo dulu. Kalau ada konflik antar pangeran, raja bersikap tidak memihak. Anak permaisuri maupun anak selir sama saja. Raja akan mendukung pangeran yang memenangkan konflik. ” Kata teman.  Artinya Jokowi pasti tahu gerakan senyap yang menginginkan pemilu ditunda atau inginkan Jokowi boleh tiga periode. Jokowi juga tahu sikap PDIP engga mau pemilu ditunda. Jokowi tetap berpatokan kepada konstitusi. Siapa yang menang ya dialah yang benar. Yang penting dia aman.


Selasa, 07 Maret 2023

Korupsi



Pertama perjalanan diusia dewasa saya dalah ke Jakarta. Saat pertama kali injakan kaki saya di terminal Grogol tahun 1982. Saya melihat Jakarta tidak seperti impian saya. Tidak seperti poster KoesPloes bersaudara dilatar gedung megah jalan Thamrim. Jakarta yang saya saksikan adalah Jakarta yang kumuh dan sampah dimana mana. Saat mengurus KTP DKI, saya harus dapatkan surat keterangan RT dan RW. Saya datang malam hari. Lebih 2 jam RT nya hanya diam saja. Sampai akhirnya teman saya bisikan agar saya beri dia uang. Setelah saya selipkan uang Rp. 200 di map. Dalam hitungan detik. Surat pengantar keluar dan dicap. 


Indonesia di era Soeharto selalu memiliki hubungan yang sopan dengan korupsi, termasuk hadiah khusus kepada pejabat sudah jadi kehidupan sehari-hari yang biasa-biasa saja. Di kaki lima kawasan Tanah Abang, tempat saya tinggal, dianggap normal bagi pedagang untuk menyerahkan uang kepada preman yang datang. Saya liat sendiri, sore hari di tangga pasar Tanah Abang, preman itu setor uang kepada pejabat Pemda. Di era reformasi, pejabat dan elite partai tidak mau lagi terima hadiah. Menerima hadiah itu kelas eselon 4. Bukan kelas mereka. Mereka sudah seperti pedagang. Minta fee yang ditentukan didepan atas setiap konsesi business. Minta fee atas RUU yang akan di create untuk kepentingan pengusaha. Tanpa fee, engga usah bicara, engga usah ketemu. Keputusan MA ada tarif nya. Keadilan engga gratis dan engga bisa diintervensi oleh presiden sekalipun.


Korupsi sudah menggurita dari level kaki lima sampai berdasi. Dari negara miskin sampai negara maju. Korupsi tidak ubahnya dengan pelacuran. Mudah menemukan buktinya tetapi butuh keberanian menunjuk diri sendiri sebelum menunjuk orang lain. Buku Kleptopia : How Dirty Money Is Conquering the World, oleh reporter investigasi Tom Burgis menceritakan soal laku korup dengan vulgar. Ia  merangkai empat cerita yang mengungkap jaringan korupsi global yang mengerikan: pembuat onar dari Basingstoke yang tersandung pada rahasia bank Swiss, mantan Miliarder Soviet membangun kerajaan pribadi, pengacara Kanada yang saleh dengan klien misterius, dan bajingan Brooklyn yang dilindungi oleh CIA. 


Di Kleptopia, Burgis menghubungkan titik-titik itu. Dia mengikuti uang kotor yang membanjiri ekonomi globa, dari Kremlin ke Beijing, Harare ke Riyadh, Paris ke Gedung Putih, jejaknya menunjukkan sesuatu yang lebih menyeramkan. Mereka telah mengumpulkan lebih banyak uang daripada negara. Merusak nilai nilai demokrasi. Melahirkan diktator yang tanpa kontrol apapun. Tapi yang sebenarnya mereka curi adalah kekuatan publik. Ia menyimpulkan bahwa korupsi adalah produk globalisasi. Tidak ada satupun negara yang tidak terikat dengan kehidupan yang korup. Bahkan semua lembaga multilateral seperti World Bank, IMF, WHO, ADB dan lain lainnya adalah creator korup terbaik lewat aturan dan pemaksaan kebijakan kepada negara anggota yang membela kepentingan pemodal. 


***

Buku, Corruption: A Short History oleh Carlo Alberto Brioschi memberi  catatan singkat tentang korupsi sejak zaman peradaban besar kuno hingga krisis keuangan tahun 2008.Salah satu studi tertua tentang korupsi ditulis pada abad keempat oleh guru India, filsuf dan penasihat kerajaan Kautilya yang merupakan menteri Chandragupta Maurya, pendiri Kerajaan Maurya di India kuno. Dia menulis sebuah buku menawan tentang seni pemerintahan berjudul “Arthashastra.” 


Salah satu ucapan Kautilya yang paling terkenal menyoroti kesulitan untuk membuktikan bahwa seorang pegawai negeri tidak jujur: “Sama seperti ikan yang bergerak di bawah air tidak mungkin ditemukan baik sebagai air minum atau bukan air minum, demikian pula pegawai pemerintah yang dipekerjakan dalam pekerjaan pemerintah tidak dapat ditemukan. sambil mengambil uang (untuk diri mereka sendiri).” Dia juga menulis: "Sama seperti tidak mungkin untuk tidak mencicipi madu atau racun yang berada di ujung lidah, demikian juga tidak mungkin bagi seorang pegawai pemerintah untuk tidak menghabiskan setidaknya sedikit dari pendapatan raja.”


Pada zaman kuno, meminyaki roda sistem politik adalah hal yang biasa seperti saat ini, tetapi tidak selalu dikutuk. Meskipun Plato menulis dalam "Republik" bahwa penjaga negara tidak boleh memegang atau memakai emas atau perak atau minum dari cangkir emas atau perak, dia menyadari betapa sulitnya memerintah tanpa merugikan dan memicu ketidakpuasan. Dia sendiri mengakui bahwa jika dia terjun ke dunia politik, dia akan binasa. Plato mengakui "naluri lalim" manusia akan kekuasaan. Dengan kata lain, dia mengenali kecenderungan alami manusia yang nyata untuk menggunakan semua kekuatannya untuk melayani kepentingan pribadinya sendiri.


Pada zaman kuno inilah hubungan antara kemewahan dan dekadensi terbentuk, dengan unsur korupsi dan kepentingan pribadi yang kuat. “Orang yang terlalu kaya adalah orang yang lemah, tidak mampu melakukan hal-hal hebat. Dan… seringkali salah satu karakteristik yang paling diakui dari banyak orang hebat yang diakui adalah berhemat yang mendekati asketisme,” tulis Brioschi. Di Roma kuno, Julius Caesar sangat aktif korupsi. Dia memiliki 15.000 batangan emas dan 30.000 batangan perak untuk membiayai kampanyenya sendiri dan mengamankan pemilihannya. Orang-orang yang menyediakan dana diberi hadiah, seperti halnya dengan Crassus, seorang kontraktor bangunan kaya yang kemudian dibayar kembali dengan kontrak pekerjaan umum.


“The Prince” oleh Niccolò Machiavelli, seorang diplomat dan penulis selama periode Renaisans di Italia, adalah salah satu teks terpenting tentang korupsi. Machiavelli percaya bahwa kejahatan melekat dalam semua tindakan politik yang ditujukan untuk kebaikan bersama. Machiavelli menulis bahwa sang pangeran “tidak boleh keberatan menimbulkan aib dari sifat buruk yang tanpanya akan sulit untuk menyelamatkan negara, karena jika seseorang mempertimbangkan dengan baik, akan ditemukan bahwa beberapa hal yang tampaknya kebajikan akan, jika diikuti, mengarah pada kebaikan seseorang. kehancuran, dan beberapa lainnya yang tampak buruk, jika diikuti, menghasilkan keamanan dan kesejahteraan yang lebih besar.”


Brioschi melanjutkan untuk mempelajari korupsi yang berlangsung di balik kedok politik. “Mengesampingkan masalah kriminalitas langsung (yang setidaknya sering memiliki keberanian untuk secara terbuka mengakui kriminalitas mereka sendiri), masalah sebenarnya adalah perlindungan dan perlindungan yang ditawarkan kepada kriminalitas yang mengintai di celah dan celah politik dan hukum. administrasi,” tulis Brioschi.


Brioschi merujuk pada lobi di AS, di mana kelompok dan industri tertentu menyewa advokat profesional untuk mendorong perubahan legislatif di Kongres. Memang, lobi mulai mengakar di Brussel dan mereka dapat memberikan pengaruh yang menentukan. Di Washington, lobi merupakan kekuatan otentik, dengan pengacara, karyawan, dan perwakilan untuk masing-masing kategori. Selain itu, ada juga organisasi nirlaba, kelompok warga dan kelompok kepentingan publik yang melobi isu-isu yang tidak selalu bersifat ekonomi. Lobi yang berhasil sering membawa imbalan uang yang besar bagi perusahaan yang melobi.


Para Pilgrim Fathers yang berangkat ke Amerika untuk melarikan diri dari korupsi Inggris akan kecewa mengetahui bahwa pada tahun 2012, sebuah laporan oleh Komisi Pemilihan Federal menghitung bahwa para senator AS harus mengumpulkan hampir $10,5 juta untuk memenangkan atau mempertahankan kursi mereka. Kasus menarik lainnya yang disebutkan dalam buku ini adalah situasi di beberapa negara berkembang Afrika, di mana korupsi begitu mengakar sehingga mantan Presiden AS Jimmy Carter mengatakan bahwa bantuan untuk negara berkembang terdiri dari pajak orang miskin di negara kaya untuk membantu orang kaya di negara miskin.


Mobutu Sese Seko, mantan presiden Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo), telah mengumpulkan begitu banyak kekayaan sehingga dia menyewa pesawat pribadi untuk membawa keluarganya berbelanja di Eropa. Menurut buku itu, dia bisa saja menulis cek untuk menutupi seluruh hutang luar negeri negaranya. 


Samahalnya ungkapan Jokowi dalam kampanye ada Rp. 11.000 triliun uang korup dari sekian dekade dilarikan keluar negeri. Uang itu bisa bayar utang luar negeri. Dua tahun lagi kekuasaannya berakhir uang Rp. 11.000 triliun belum kembali, justru surplus neraca dagang DHE dilarikan keluar negeri. Jokowi hanya buat aturan yang menguras kas BI. Membujuk DHE agar ditempatkan dalam negeri berbunga tinggi. Dan kemarin PPTAK membongkar data pejabat DJP dan memblokir rekening Rp. 500 miliar,  bahkan dilingkungan kemenkeu mencapai Rp 300T. 

Brioschi menyimpulkan bahwa korupsi politik dapat diperangi dan dikurangi secara efektif dengan tiga senjata: “Sistem peradilan yang efisien dan efektif, proses pengumpulan berita dan pelaporan yang bebas, serta kriteria akuntabilitas untuk setiap tindakan pemerintahan.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...