Minggu, 25 November 2018

Agenda Pajak Prabowo ?


Pajak Indonesia dan Singapore.
Program BOSAN, akan memangkas pajak penghasilan badan dan pribadi jika ia berkuasa. Indonesia saat ini memiliki tingkat pajak penghasilan pribadi tertinggi sebesar 30 persen dan tarif pajak perusahaan 25 persen. Singapura memiliki tarif pajak perusahaan 17 persen dan tingkat individu tertinggi 22 persen untuk penduduk. Mengapa program itu dilontarkan oleh kubu BOSAN? Rezim perpajakan di era kepemimpinan Jokowi dianggapnya terlalu memberatkan dan tidak kompetitif jika dibandingkan tarif yang dikenakan di negara lain. Ini menjadi salah satu penyebab basis pajak yang dimiliki otoritas pajak terbatas, dan membuat investor pikir dua dua kali sebelum berinvestasi di Indonesia.

Karena parameternya adalah Tax Ratio maka dapat saya katakan itu alasan tidak tepat. Mengapa ? Memang rasio pajak ini merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk mengetahui perbandingan kinerja perpajakan antarnegara dengan struktur ekonomi, karakteristik demografis, dan tingkat pendapatan yang sama. Namun rasio itu menjadi tidak relevan ketika negara-negara yang menjadi perbandingan memiliki perbedaan dalam tiga variabel di atas. Ada hal lainnya lagi yakni rasio pajak tidak mempertimbangkan karakteristik sistem pajak maupun nonpajak suatu negara. Sebuah kritik yang disampaikan oleh Lotz dan Morss (1967) lima dekade silam.

Kini, parameter yang sering digunakan mengukur performa kinerja sistem perpajakan di suatu negara adalah dengan menggunakan perhitungan upaya pajak (tax effort). Perhitungan ini merepresentasikan seberapa baik upaya yang dilakukan oleh suatu sistem perpajakan di suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan pajaknya. Jika indeks upaya pajak mendekati atau melebihi angka 1, berarti sistem perpajakan negara tersebut berhasil memaksimalkan basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajaknya. Jika semakin mendekati nol maka itu tanda masih ada potensi pajak yang dapat dihasilkan dari basis pajak yang ada. Nah kalau dilihat di era Jokowi, tahun 2017 tax Effort indonesia sebesar 0,44 diatas singapore yang 0,22. Artinya tax effort Indonesia lebih tinggi daripada Singapore.

Mengapa walau tax effort Singapore rendah namun tax ratio nya mencapai 14,3%. Sementara Rasio pajak kita hanya 10,8% dari PDB. Karena pertama, di Singapore masalah politik dan idiologi sudahn selesai. Rakyatnya engga lagi disibukan soal intolerance dan radikalisme. Kesadaran perpajakan penduduk di negara tersebut sudah tinggi. Kedua, Singapore negara pulau yang luasnya tidak lebih besar dari Batam. Penduduk juga tidak lebih banyak dari penduduk Lampung. Tentu tidak sulit menerapkan sistem perpajakan yang efisien dan optimal. Ketiga, Singapore tidak ada SDA yang dikuras, Pajak rendah adalah wajar karena itu pemerintah hanya sebagai service provider. Jadi membandingkan dengan Singapore jelas tidak apple to apple.

Sebetulnya program pengurangan tarif itu sudah dilakukan oleh SBY dan Jokowi. Sejak tahun 2008 proses pengurangan tarif sudah dilakukan secara gradual. Di era Jokowi dilakukan reformasi pajak PPH Badan sekarang jadi 25% dan kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak ). Nah PTKP di Indonesia tergolong yang tertinggi dibanding negara ASEAN. Di Malaysia, PTKP hanya Rp 28 juta per tahun atau Rp 2,3 juta per bulan. Di Thailand pun hanya sebesar Rp 23 per tahun atau sekitar Rp 1,9 juta per bulan. Indonesia hanya sedikit lebih rendah dibanding Vietnam. Kalau kita ikuti Malaysia atau Thailand PTKP nya maka rasio pajak kita akan lebih besar dari Singapore yang 14,3%. Mengapa ? UMR kita sudah diatas Rp. 2 juta. Ini salah satu penyebab rendahnya rasio pajak Indonesia. Banyak yang bebas demi keadilan.

Dan anehnya pasangan BOSAN justru akan menaikan PTKP yang pada waktu bersamaan menurunkan tarif pajak. Ya dapat dipastikan makin rendah penerimaan Pajak. Kalau rendah dari mana duit untuk ongkosi janji utopianya ? Menurut saya, ini trik untuk menguntungkan korporat dan terutama PMA akan senang karena SDA dikuras bayar pajak rendah. Beda dengan singapore pajak rendah tetapi tidak ada SDA , dan rakyatnya dapat kerjaan. Jadi retorika BOSAN bertolak belakang dengan agendanya. Ini berkuasa hanya untuk kepentingan pemodal dan orang kaya… Orang miskin? mana sempat dia pikir.

Tax Ratio Orde Baru 16%.
Dulu ketika Orla dan Orba Dari tahun 1970 sampai tahun 2000, kita mengenal APBN dengan format T Account. Rakyat tidak perlu tahu banyak soal APBN. Berapa seharusnya penerimaan negara dan pengeluaran? berapa defisit ? Itu urusan Negara. Tidak ada transference. Semua sumber daya keuangan ada ditangan negara. Dan pada waktu bersamaan negara punya resource berupa SDA untuk menjadi undertaker kebutuhan social Rakyat. Kebutuhan pangan, papan, dan sandang adalah tanggung jawab negara dan karena itu pemimpin dipilih. Soal cukup atau tidak kebutuhan itu, rakyat harus diam,tidak boleh demo , tidak boleh nyinyir. Bahkan pernah dalam kampanye , Menteri dalam negeri Amir Mahmud berkata lebih dari 90% pembiayaan APBN berasal dari pemerintah, peran rakyat kecil sekali.

Hukum politik sederhana sekali bahwa semakin kecil peran rakyat dalam pembiayaan negara atau tax ratio, maka semakin lemah peran rakyat dihadapan negara. Semakin tinggi tax ratio semakin besar posisi tawar rakyat dalam politik kepada negara. Era Ode baru tax ratio tidak pernah lebih baik dari era Reformasi. Tax ratio 1990-1998 berturut-turut sebesar 6,19 persen (1990), 6,72 persen (1991), 7,31 persen (1992), 7,30 persen (1993), 7,68 persen (1994), 8,20 persen (1995), 7,86 persen (1996), 8,03 persen (1997), dan 6,05 persen (1998). Ditarik mundur lebih ke belakang, tax ratio Indonesia pada 1972 mencapai 7,33 persen, kemudian 6,70 persen (1980), dan 5,25 persen (1984). Jadi era Ode Baru yang katanya 16% tax ratio, maka itu adalah HOAX. Sementara era reforamsi tax ratio mencapai diatas 10%.

Prabowo memang sangat terinspirasi ekonomi era Orde Baru dimana masalah ekonomi menjadi hak sepenuhnya negara yang atur. Ekonomi bertumpu pada satu satunya dengan negara. Dengan kekuasan model seperti itu maka kekuasaan itu menjadi sangat indah. Indah sekali. Semua golongan akan melingkari kekuasaan dan menjadikan kekuasaan sebagai magnit politik dan memaksa semua golongan untuk patuh kepada negara. Presiden dalam sistem pemerintah orde baru , adalah presiden yang selalu dipuja tanpa noda. Presiden yang tidak boleh dipertanyakan kebijakannya. Perintahnya lebih sakti daripada UU dan Hukum. Senyumnya lebih menakutkan dari apapun.

Kekuasaan seperti itulah yang didambakan oleh Prabowo. Tetapi era sekarang tidak bisa lagi bermimpi seperti itu. Kecuali Prabowo memenangkan pemilu legislatif dengan menguasai korsi lebih dari 70%. Tentu dia bisa mengubah total UUD untuk kembali ke era Soeharto. Tetapi kalaupun itu dilaksanakan , maka Indonesia akan delisting di pasar uang dan forum intenational. Mengapa ? Tahun 2000 telah terjadi reformasi system keuangan negara yang patuh pada standard Government Finance Statistic. Dengan demikian format APBN tidak lagi T Account tetapi dirubah menjadi I account. Ia sudah menjadi standard dunia , yang bisa di ukur dan dianalisa oleh siapapun. Jadi lebih transfarance. Jadi sejak APBN mengikuti format I Account maka dia sudah menjelma seperti Neraca Perusahaan yang mudah dibaca oleh publik. Pemerintah tidak bisa lagi sesukanya menentukan pos APBN.

Jadi program kampanye Prabowo memang disesuaikan dengan agenda utamanya yaitu kekuasaan penuh negara seperti era orde baru. Makanya terkesan populis namun itu dengan asumsi dia menang dengan menguasai kursi di DPR diatas 70% suara atau dia menang melalui kudeta dengan membubarkan DPR, kemudian menunjuk sendiri anggota DPR sesuai maunya. Tetapi, itu hanya onani politik yang melelahkan dan keliatan tidak bermoral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...