Senin, 05 Desember 2022

Dialektika Kapitalisme.

 



Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ketidakpastian ekonomi di global saat ini memiliki pola berbeda berbeda dibanding sebelumnya. Ketidakpastian yang terjadi sekarang ini menurutnya, semakin cepat berubah. Jokowi saat berpidato di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) Rabu (30/11/2022). “ Oleh sebab itu 2023 betul-betul kita harus waspada saya setuju harus optimis tapi harus tetap hati-hati dan waspada. Yang pertama itu ekspor Indonesia tahun ini tahun lalu melompat jauh tapi hati-hati tahun depan bisa turun,” Itulah ekonomi pasar. 


Betapa bebasnya pasar sehingga negara tidak berdaya untuk bersikap. Kecuali menanti apa yang terjadi , untuk dipikirkan apa solusi. Sebagaimana dijelaskan oleh Rainer Zitelmann dalam The Power of Capitalism. Kapitalisme bukanlah masalah, tetapi solusi. Tapi tidak bagi Jacob Soll sang prefesor ekonomi, dalam karyanya,  Free Market: The History of an Idea. Soll menyalahkan pemerintah sebagai sumber masalah kegagalan kapitalisme.  Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Soll.  


Mungkin Soll, terinspirasi dengan Paul Baran dan Paul Sweezy dalam Monopoly Capital ( 1966). Merekam apa yang terjadi di AS. Meskipun menampilkan dirinya sebagai negara demokrasi terkemuka di dunia, tetap saja plutokratis. Pemilu diakuisisi oleh  “uang gelap” yang berasal dari pundi-pundi korporasi dan invisible miliarder. Misal dalam pemerintahan Trump, mengikuti tradisi yang sudah lama ada, 72 persen anggota kabinet berasal dari korporat, sementara yang lain diambil dari militer dan politisi karir. Ya sama seperti di Indonesia, sebagian menteri adalah miliarder atau politisi proxy korporat.


Di tengah ancaman resesi dan krisis yang melanda Eropa dan AS sekarang , John Bellamy Foster menganalisanya dalam Capitalism Has Failed—What Next? (2019). Kurang dari dua dekade memasuki abad ke-21, terlihat jelas bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sebuah sistem sosial. Dunia terperosok dalam stagnasi ekonomi, finansialisasi, dan ketimpangan paling ekstrem dalam sejarah manusia, disertai dengan pengangguran massal dan setengah pengangguran, kerawanan, kemiskinan, kelaparan, hasil dan kehidupan yang sia-sia, dan apa yang pada saat ini hanya dapat disebut ekologi planet " “death spiral.”


Revolusi digital, kemajuan teknologi terbesar di zaman kini, telah dengan cepat bermutasi dari janji free speech dan free production menjadi cara baru pengawasan, kontrol, dan pengurangan populasi pekerja. Institusi demokrasi rapuh, berada di titik kehancuran, Sementara fasisme dan adikalisme bangkit. Ya, kapitalisme selalu punya hope seperti invisible hand dari Adam Smith. Faktanya hope di depan mata adalah paradox. Barisan belakang  dari sistem kapitalis, kembali bergerak, bersama dengan patriarki, rasisme, neokolonialisme, radikalisme dan perang.


Soll dan John Bellamy Foster lupa akan Adam Smith  dalam “ The Theory of Moral Sentiments" (1759) and "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations" (1776).  Salah memahami Capitalism and Freedom" dari Bapak Neoliberal Milton Friedman. Kalau pemerintah salah mengadopsi prinsip moral kapitalisme, itu ada benarnya. Ini masalah moral  dan kepentingan. Yang kadang karena kepentingan politik pragmatis,  prinsip ekonomi kapitalisme terdistorsi. Teori tidak salah. Sama halnya agama tidak salah. Yang salah pemeluk agama. 


Sejak negeri ini didirikan, Indonesia sudah punya konsep ekonomi yang sesuai dengan falsafah, pandangan dan pola hidup masyarakat Indonesia. Bahwa munculnya istilah demokrasi ekonomi, ekonomi kerakyatan dan konsep koperasi yang kemudian disebut sebagai “Soko Guru” perekonomian rakyat dinilai menjadi solusi yang patut dan sesuai diterapkan di Indonesia yang bersandarkan pada Pancasila. Itulah nilai nilai lama kita dan kita lupa, makanya kita selalu risau dengan pengaruh external.  Melihat keluar tersesatkan. Melihat kedalam tercerahkan.


***


Pernah tahun 2011 saya sedang di Singapore untuk urusan bisnis. Di sebuah club exclusive. Mata saya terarah kesalah satu sudut ruangan. Ada 5 orang sedang bersantai ditemani wanita cantik. Wajah yang tidak asing bagi saya. Mereka para politisi dan pengusaha. Walau saya tidak akrab dengan mereka namun mereka mengenal saya. Kebetulan lagi salah satu dari mereka itu sahabat dekat saya, yang juga pengusaha besar. Saya menghampiri table mereka untuk sekedar menyapa. 


Sahabat saya berbisik “ In cewek dua artis dan 3 lagi model dari Moscow. Kamu kenal yang artis itu ? Saya menggeleng. Memang saya engga kenal. Artis yang sangat saya kenal adalah Cristina Hakim, Selebihnya engga jelas. “ gimana kalau gabung sama kita ? katanya. Tetapi saya menolak halus.


Yang membuat saya terkejut adalah salah satu politisi itu adalah orang yang sangat agamais dan karir nya sedang melesat hebat. Belakangan 5 orang yang tahun 2011 saya temui di Singapore itu. Satu demi satu masuk bui karena kasus korupsi dan suap. yang pengusaha masuk bui karena menyuap. Yang politisi masuk bui karena disuap. 


Banyak orang ingin karir melesat dan harta banyak sehingga menghalalkan segala cara termasuk korup. Namun semua itu seperti membangun istana pasir di pinggir pantai. Yang kapan saja bisa hancur. Akhirnya menjadikannya pecundang. Memang dashyat sekali dampak dari kelakuan korupsi atau harta yang didapat dari cara salah itu. Uang haram itu lebih dahsyat daya rusaknya terhadap otak dan hati. Riset yang di lakukan terhadap prilaku pemain bursa di Wallstreet , para fund manager dan dealer sebagian besar otaknya rusak karena keracunan narkoba, gila sex ,pesta sex dan lain sebagainya. Umumnya rumah tangga hancur dan kehidupan dengan orang tua tidak harmonis. Mereka bagaikan ayam merak, berada di istana gading. 


Betapa tidak. Dari harta haram itu akan berlanjut kepada sikap mental yang mudah menghalalkan apa saja termasuk memanjakan hidup di tempat maksiat. Hal yang tabu menjadi permissive.Hal yang terlarang menjadi biasa saja. Lambat laut orang tidak tahu lagi batasan moral yang patut dan tidak patut. Sementara rasa malu terkikis dengan sikap hidupnya yang plamboyan. Gemar memamerkan apa saja sebagai aktualisasi diri yang tak pernah sudah. Apakah prilaku seperti itu membuat peradaban lebih baik? Kejatuhan wall street lebih disebabkan oleh mental para pemain yang rusak. Dan ini menjalar ke bidang lain. Seperti ungkapan dari Jeffrey T. Kuhner , kolumnis dari The Washington Times, yang dalam kolom nya mengomentasi bahwa krisis ekonomi terjadi karena krisis moral di AS dan solusinya adalah perbaikan mental dan spiritual!.


Kamu boleh tersingkir tapi itu bukan karena kamu buruk, itu karena lingkungan kamu yang buruk. Kamu boleh bangkrut dalam bisnis dan karir. Itu biasa. Kalah menang itu biasa. Miskin kaya itu biasa. Tapi jalan Tuhan adalah segala galanya. Karenanya jangan pernah spiritual kamu bangkrut. Karena,kalau kamu bangkrut secara spiritual kamu tidak akan pernah bangkit lagi. Jadi jagalah spiritual. Caranya ? bertemanlah dengan orang baik yang bisa menuntunmu ke cahaya dan ke mata air. Bertemanlah dengan orang yang karenanya membuat kamu rendah hati dan lapang hati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...