Ada teman berkata kepada saya. “ Bagaimana kita bisa dihargai. Kalau presiden saja bahasa inggrisnya jelek, alumni lokal, tidak dari luar negeri. Jauh kelas dibandingkan dengan Anies yang tamatan AS. Apalagi bahasa inggrisnya kereeeen” Saya diam saja. Ogah saya tanggapi. Mengapa? karena saya sendiri hanya tamatan SMA. Bahasa inggris saya juga jelek. Tidak bisa hilang aksen minang.
Orang Indonsia itu puritan dan haus akan aktualisasi. Mereka puritan dihadapan orang asing. Puritan? Merasa rendah kalau ada orang bahasa inggris. Apalagi kalau orang bicara menggunakan istilah inggris. Dalam hal beragama juga sama. Mudah silau kalau ustad mengutip firman Allah dan Hadith pakai bahasa arab. Tak ubahnya para sarjana yang cepat membuat orang terpukau kalau dia bicara di seminar mengutip kata ahli sesuai buku yang dia baca.
Lucunya, kalangan terpelajar haus akan pengakuan publik. Mereka selalu mencantumkan gelar akademisnya pada kartu nama. Sikap dan cara dia bicara tidak ada kaitannya dengan kinerja dia. Itu hanya cara dia mendapatkan pengakuan orang lain bahwa dia berkelas. Soal salah atau benar, yang pasti dia benar dan kita salah. Dan kita yang puritan, percaya saja. Dari sikap ini, yang pintar semakin bego. Yang bego semakin dungu. Dan kita tidak berubah dari waktu ke waktu.
“ Kamu selalu berpikri out of the box “ Kata Wenny kepada saya ketika saya membuat keputusan tidak tertarik berbisnis IT berbasis market place. Tetapi IT sebagai tools untuk business process dengan platform cluster. Terbukti sistem market place menjadi bagian ekosistem mendukung sistem cluster. Yang berkembang cluster. Sementara market place terpuruk karena kehabisan darah bakar uang untuk panetrasi pasar.
Ketika orang sibuk membangun konlomerasi. Menguasai dari hulu ke hilir secara integrasi. Saya justru sibuk membangun holding berbasis supply chain. Terbukti ketika hilir pasarnya menyusut dan hulu kelangkaan sumber daya, saya yang ditengah sebagai supply chain mendapatkan keuntungan dari ketidak seimbangan itu. Saya aman saja. Mengapa? karena supply chain berbisnis berbasis kreatifitas dan inovasi.
“ Saya tidak paham apa itu out of the box. Saya hanya tamatan SMA. Engga paham saya standar akademis. Saya hanya berpikir sederhana saja. Andaikan saya berbisnis karena follower orang lain. Mengikuti standar barat atau AS, mungkin saya dengan mudah dilindas zaman. Karena dasar saya memang miskin. Tidak punya apa apa kecuali sempak dan akal doang.” Kata saya.
Wenny tertawa. “ Tapi, karena itu kamu seksi dan menggemaskan. Kadang lucu, karena aneh.” Kata Wenny.
“Aneh ? Kata saya berkerut kening.
“ Ingat engga. Dulu saya trap kamu ikut lomba buka kutang wanita di Guangzhou. Kamu perlu waktu 5 menit buka kutang wanita. Sementara yang lain hanya butuh waktu 30 detik. Kamu jadi bahan tertawa penonton” Kata WEnny.
“ Makan saja saya disiapkan oleh istri. Tinggal suap doang. Apalagi soal buka kutang dan sempak. Saya tidak paham. Wanita manjakan pria, menjaga pria dan itu budaya Indonesia. Saya bangga sebagai pria Indonesia . Apalagi lihat istri mandi sebelum tidur dan tidur tanpa underwear” Kata saya. Wenny bersemu merah wajahnya. " Saya catat itu" Katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.