Rabu, 08 Juli 2020

Ibu Aidit dari Padang


Rumor bahwa ibunda DN Aidit berasal dari Minang ( Maninjau- Sumbar ) itu sudah ada sejak Orde Baru. Namun ketika itu, tidak ada satupun keluarga di Sumatera Barat-Maninjau mengakui bahwa ibu Aidit berasal dari Maninjau. Karena bisa dibayagkan. Aidit adalah Ketua Umum PKI dan yang merupakan musuh nomor 1 Soeharto. Bahkan adik Aidit sendiri Subron Adit , mengatakan bahwa Aidit tidak ada hubungan dengan orang Minang. Sementra Putra Aidit mengatakan bahwa neneknya berasal dari Maninjau Sumatera Barat. Secara pribadi saya lebih percaya anak kandung Aidit, apalagi dia katakan setelah reformasi, di era sekarang, di acara  ILC, Karni Ilyas. Saya tidak ingin membahas lebih jauh tentang polemik apakah Aidit benar ibunya berasal dari Minang atau tidak. Saya ingin membahas tentang karir politik Aidit dan kecerdasannya.

Sebetulnya tahun 1948, PKI dibawah pimpinan Muso sudah ditumpas oleh Tentara. Muso sendiri tewas dalam aksi penumpasan itu. Tetapi Aidit berhasil lolos dari kejaran Tentara. Karena saat itu bertepatan Belanda melancarkan agresi Militer Kedua. Perhatian tentara terpecah. Kemana Aidit ? TIdak ada yang tahu pasti kemana dia pergi. Apakah ke China atau Vietnam. Yang pasti dia terdampar di Singapora dan akhirnya kembali ke Indonesia tahun 1950. Dia muncul kembali ke panggung politik tanpa ada larangan dari Pemerintah Soekarno. Bahkan tetap dengan bendera PKI. Setelah mendaftarkan diri sebagai Partai Politik, Aidit  menyusun kembali kekuatannya.

Saat itu tahun 1950, belum ada internet. Belum ada TV. Radio hanya dikuasai negara. Media massa dikuasai oleh Tentara dan kaum nasionalis. Basis massa Islam terkosentrasi oleh gerakan patron ulama dari NU, Muhammadiah, PMI dll yang tergabung dalam Partai Masyumi. Sementara kaum nasionalis didukung oleh patron kalangan bangsawan Jawa dan Bali. PKI bangkit dari aib besar sebagai pemberontak tahun 1948 di Madiun. Konon katanya saat pemberontakan itu banyak kiyai yang dibantai oleh aktifis PKI. Jadi saat Aidit membangun kembali PKI tahun 1950 cintra PKI memang terpuruk terutama  bagi kalangan agama. 

Kalau ada Pemilu paling bersih dan paling demokrasi sepanjang sejarah adalah tahun 1955. Karena saat itu belum ada money politik. PKI sangat miskin. Bantuan dari China tidak didapat. Karena saat itu China baru usai perang saudara dan Ekonomi China masih tergantung dengan Rusia. Masing masing partai memang murni  berjuang untuk agendanya. Selama kampanye tidak ada bau amis darah. Semua bertarung secara fair. Semua pihak tidak begitu yakin PKI bisa dapat suara significant dalam Pemilu. Tetapi apa hasilnya ? PKI menjadi partai terbesar nomor 4.  Artinya hanya lima tahun setelah Aidit pulang dari Luar negeri , dia mampu membangun kekuatan massa yang begitu dahsyat. Berakar sampai keseluruh pelosok Indonesia dan hampir semua kader PKI adalah orang orang yang militant. 

Tahun 1980an saya sempat tanya kepada mertua saya. “ Mengapa PKI bisa  cepat sekali berkembang. Padahal sebelumnya citranya sangat buruk”  Mertua saya saat Pemilu 1955 itu adalah aktifis Masyumi di Jakarta. Mertua saya lama berpikir untuk menjawab. Akhirnya dia berkata “ Mereka dekat kepada rakyat miskin. Para tokoh dan kader partai turun langsung ke desa desa atau wilayah yang terdapat banyak kantong kantong kemiskinan. Mereka sangat ramah dan sangat peduli kepada orang miskin. Mereka tidak berpidato di hadapan rakyat, tetapi mereka hadir selalu bersama rakyat. Hampir semua kader PKI adalah golongan menengah bawah. Kaum miskin sendiri. Sementara tokoh masyumi dan Nasionalis lebih mengandalkan media massa dan rapat akbar. PKI juga selalu mempropagandakan ketidak sukaan kepada kaum bangsawan terutama para patron yang punya istri banyak. Sementara Aidit mengharamkan kader PKI melakukan Poligami.

Jadi saya bisa membayangkan cara kampanye kader PKI ketika itu. Di tangan kanan mereka pegang Kitab Suci, dan tangan kiri mereka pegang seikat padi. Silahkan pilih. Mau kitab Suci atau Makmur. Di hadapan Politik, cara ini memang retorik yang ampuh mempengaruhi massa yang lapar. Kemiskinan terjadi karena adanya kelas di dalam masyarakat. PKI menentang keberadaan kelas itu. PKI juga melontarkan propaganda yang sangat utopis dan mudah dipahami oleh orang awam, terutama rakyat miskin dan tidak terpelajar. “ Indonesia belum mencapai kemajuan dan kemakmuran. Negara ini memang tidak akan bisa maju kalau diurus oleh pemimpin yang mempunyai empat atau malahan lima orang istri!”. PKI berhasil mendulang suara dari kalangan nasionalis dan agama. Kelemahan ormas islam, partai islam, kaum bangsawan nasionalis adalah ,  ya soal poligami itu.  Karena bagi orang miskin satu istri saja mereka engga mampu menafkahi, dan ini ada elite yang doyan kawin karena harta berlebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...