Sabtu, 04 Mei 2019

Kekayaan kita di Laut.


Sumber daya Ikan.
Tahukah anda? bahawa  luas  wilayah  laut kita sebesar 5,4 juta km persegi dan panjang pantai mencapai 95.181 km. Indonesia memiliki potensi tangkapan ikan laut lestari mencapai 90 juta ton atau senilai hampir Rp3.000 triliun per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa peluang dan prospek usaha bidang penangkapan ikan laut masih sangat besar dan menjanjikan. Prospek yang cerah tersebut juga tercermin dari pertumbuhan bisnis perikanan tangkap yang terus berkembang.

Dengan data tersebut maka sektor maritim Indonesia ibarat raksasa yang sedang tidur. Pemerintahan Jokowi berupaya membangunkannya dengan menjadikan sektor maritim sebagai prioritas utama pembangunan. Salah satu bisnis di sektor maritim yang cukup menjanjikan adalah perikanan tangkap. Wilayah tangkap ikan tuna mayoritas berada di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Khusus di Indonesia, habitat ikan tuna banyak ditemui di sisi selatan laut Pulau Jawa, menyisir hingga kawasan timur Indonesia. Kebetulan migrasi (ruaya) bluefin tuna melalui jalur selatan Pulau Jawa sampai dengan Nusa Tenggara Timur, sehingga Indonesia memiliki peluang yang lebih besar.

Wilayah tangkap ikan tuna di Indonesia bagian timur mencapai Perairan Kabupaten Wakatobi yaitu daerah Laut Banda, Sulawesi Tenggara, dan sekitarnya. Perairan Wakatobi merupakan habitat khususnya jenis tuna sirip kuning (yellowfin-Thunnus albacares). Selain itu. khusus untuk daerah di kawasan timur Indonesia lainnya juga didominasi oleh habitat ikan tuna cakalang. Puncak musim penangkapan ikan cakalang pada umumnya berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan Juni) hingga awal musim timur. Di Maumere (Nusa Tenggara Timur) misalnya, puncak musim terjadi pada Februari dan November, yaitu akhir musim barat dan akhir musim peralihan II yang berselang selama empat bulan. Sekitar satu dari enam tuna yang ditangkap di seluruh dunia selama tiga tahun terakhir berasal dari Indonesia, yang merupakan 16 persen dari produksi tuna dunia.

Peluang pasar.
Meski tujuh tahun sudah berlalu sejak gempa bumi berskala 9,1 richter menguncang Fukushima, memicu tsunami dan mengakibatkan kebocoran reaktor nuklir, efek bencana alam dahsyat ini masih terasa hingga kini—bahkan sampai di luar Jepang. Tak lama setelah bencana itu terjadi, sejumlah negara du dunia memberlakukan impor ikan dan hasil bumi dari Fukushima serta prefektur di sekitarnya lantaran khawatir bahan radioaktif telah mencemari pasokan makanan dari daerah tersebut. Tiga tahu lalu Jepang sudah mengeluarkan laporan bahwa tidak ada lagi ditemukan radiasi atas hasil laut di perairan Jepang. Beberapa negara bisa menerima namun konsumen memilih untuk tidak mengimpor ikan dari Jepang. Maklum konsumen ikan tak ingin ambil resiko. 

Lantas bagaimana konsumen bisa tahu bahwa ikan itu tidak berasal dari perairan Jepang ? Setiap kapal penangkap ikan sekarang dilengkapi dengan sistem IT traceability , yang terhubung dengan database penangkapan ikan. Kapal yang melakukan penangkapan harus melaporkan titik koordinat kapalnya secara online. Melalui IT system, kapal akan diketahui bukan hanya lokasinya tetapi juga gambar visual dari kapal itu ketika menangkap. Setiap hasil tangkapan khususnya Tuna dan Lobster akan diberi barcode dengan device yang terhubung dengan IT system. Kelak ketika ikan itu diekspor ke negara tujuan, barcode itu akan dirandom untuk memastikan bahwa ikan itu memang berasal dari lokasi yang aman.

Sistem IT traceability penangkapan ikan dipakai oleh asosiasi konsumen di luar negeri untuk mengetahui bahwa ikan itu ditangkap dengan cara tidak meruska lingkungan. Ini standar kepatuhan konsumen dunia agar sumber daya laut dapat menjadi sumber daya berkelanjutan. Makanya Indonesia di era Jokowi tahun 2015 mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia serta Permen No. 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Sebagai penghasil tuna terbesar, Indonesia menjadi pemasok utama pasar-pasar luar negeri seperti Jepang, Amerika, Uni Eropa, Korea, dan Hong Kong. Namun pasar terbesar adalah Amerika Serikat, yang mengonsumsi hampir setengah dari tangkapan tuna Indonesia, sebagian besarnya adalah ikan utuh atau fillet beku. Bahkan Jepang, yang identik dengan sushi sebagai makanan khasnya, telah mengimpor hampir seperempat tuna Indonesia tahun lalu. Walau begitu besar potensi ikan dan pasar ekspor namun secara ekonomi yang bisa dimanfaatkan hanyalah sebesar sekitar 6 juta ton atau senilai Rp70 triliun. Ini berarti tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Indonesia baru sekitar 7 persen. Mengapa ? karena industri perikanan belum tumbuh seperti di negara maju. 

Kendalanya yakni bahan baku, infrastruktur, teknologi, permodalan, dan budaya. Tidak ada jaminan keteraturan produksi sehingga industri dalam skala besar dan modern tidak berani investasi. Infrastruktur logistik dan pelabuhan ikan yang modern tidak tersedia luas. Sehingga efisiensi dan kualitas paska tangkap tidak terjamin. Tekhnologi dan modal terbatas. Karena yang berani masuk ke industri perikanan memang diperlukan modal besar. Umumnya mereka dari Jepang, China, Thailand lebih nyaman membeli bahan baku dari Indonesia daripada membuka pabrik di Indonesia.

Masalah perikanan khususnya penangkapan Ikan di laut menjadi PR besar bagi Jokowi di periode ke dua. Agar potensi laut kita bisa optimal. Bukan hanya soal penegakan hukum di laut dari ilegal fishing tetapi juga bagaimana meningkatkan industri perikanan. Peluag pasar ekspor sangat besar. Sudah saatnya di periode ke dua Jokowi nanti sumbangan ekspor sektor perikanan bisa sedikitnya mencapai USD 50 miliar atau Rp. 700 triliun atau 35% dari potensi yang ada. Semoga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...