Minggu, 01 Maret 2020

Hikmah konflik di India.

Sejarah kerajaan penguasa India.
Peradaban pra modern atau zaman perunggu di India berlangsung pada abad 3000-an Sebelum Masehi. Peradaban itu dikenal juga dengan peradaban sungai Indus. Mereka melakukan perdagangan dengan Asia Barat. Pada 2000-an SM, peradaban Harappa runtuh. Tak diketahui secara pasti penyebab keruntuhan ini. Tidak lama setelah itu, bangsa India-Eropa datang dari Asia Tengah ke India. Mereka disebut juga bangsa Weda atau Arya. Kedatangan Bangsa Weda atau Arya juga membawa tekhnolog peradaban seperti kereta kuda, bahasa mereka. Saat itu terjadi percampuran budaya, antara pendatang dengan penduduk lokal  yang akhirnya melahirkan agama Hindu. Sistem kasta juga mulai muncul pada masa ini. Sekitar 800-an SM, bangsa Weda bergerak dari Lembah Indus untuk menaklukan seluruh India Utara, termasuk lembah Gangga.

Pada 539 SM, Persia, di bawah Koresh Agung, menyerang India utara (Pakistan modern) dan menjadikannya bagian dari Kekaisaran Persia. Pada 323 SM, Aleksander Agung, ketika menaklukan Kekaisaran Persia, juga melancarkan serangan ke India. Setelah itu muncul negara-negara kuat di India. Yang pertama adalah Kekaisaran Maurya yang berdiri pada 321 SM dan runtuh pada 184 SM. Masa ini diikuti oleh periode kerajaan-kerajaan kecil hingga pada 320 M berdirilah Kekaisaran Gupta yang berlangsung hingga 550 M. Kerajaan-kerajaan besar lainnya juga muncul di India selatan.

Dimulai sekitar 400-an M, gelombang serangan dari Asia Tengah dan Asia Barat mulai menyerbu India. Awalnya, suku Hun menyerang, kemudian, setelah runtuhnya Gupta, kaum Muslim  pada abad 9 berhasil merebut India utara dan mendirikan Kesultanan Delhi. Tercatat dinasti islam yang pernah berkuasa adalah Dinasti Ghaznawi ( 962 M sampai 1189 M. ) adalah Ghaznawi ( 962 M sampai 1189 M. ). Dinasti Ghuriyyah ( 1000 M-1215). Kesultanan Delhi ( 1206 M-1555 M.). Kekuasaan Khilafah Islam berlangsung 5 Abad. Wilayah kekuasaannya bukan hanya di India tetapi juga termasuk wilayah Xinjiang. Sekitar 1200-an dan 1300-an M, Mongol juga melakukan serangan berulang ke India. Semua konflik ini berlangsung terutama di India utara. Sementara di India selatan, kerajaan-kerajaan India lokal relatif tidak terlalu terganggu.

Di India utara, kekuasaan Mongol sempat menghilang sebelum akhirnya pada 1526 M berdiri negara Mongol bernama Kekaisaran Mughal. Pada tahun 1700-an M, Mughal melemah dan terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Ini memicu Britania untuk bergerak dan menaklukan India.

Budaya dan Agama di India.
Sejarah Anak Benua India memang penaklukan terjadi dari masa ke masa. Namun penaklukan itu bukan  bermotif agama. Tetapi murni karena perluasan kekuasaan. Seperti halnya agama Hindu itu lahir dari perpaduan antara penakluk dari Asia Tengah —yang datang dari luar India—, dan bercampur dengan budaya lokal. Begitupula dengan Islam. Penaklukan oleh Islam dari Bangsa Turki ke India juga dengan motif meluaskan kekuasaan. Meskipun penaklukan itu menimbulkan pembantaian dan amis darah, namun tidak ada pemaksaan masuk agama Islam. Raja islam hanya menghancurkan situs dan semua simbol agama hindu. Selanjutanya proses konversi agama hindu ke Islam berlangsung berabad abad. Proses ini tentu membawa budaya Hindu sendiri ke dalam Islam. 

Makanya selama berabad abad di India tidak ada pertikaian karena agama. Bahkan melahirkan peradaban Indo-Islam hibrida, bersama dengan bahasa hibrida — terutama Deccan dan Urdu — yang mencampur bahasa India yang diturunkan dari bahasa Sanskerta dengan padanan kata-kata Turki, Persia, dan Arab. Begitulah gambaran islam yang ada pada sekitar seperlima populasi di India.

Tapi dari perkembangan Islam, juga muncul paham sempalan.  Dimana kaum sufi menganggap kitab suci Hindu sebagai ilham ilahi. Beberapa bahkan melakukan praktik yoga sadhus Hindu, menggosok tubuh mereka dengan abu, atau menggantung terbalik sambil berdoa. Dalam tradisi rakyat desa, praktik kedua agama hampir menyatu menjadi satu. Umat ​​Hindu akan mengunjungi makam para guru sufi dan umat Islam akan meninggalkan persembahan di tempat pemujaan Hindu. Para sufi khususnya banyak di Punjab dan Bengal. Di Punjab ini juga lahir agama Sikh.

Pencampuran budaya berlangsung di seluruh anak benua, India. Dalam teks-teks Hindu abad pertengahan dari India Selatan, Sultan Delhi kadang-kadang disebut sebagai inkarnasi Dewa Wisnu. Pada abad ketujuh belas, putra mahkota Mughal Dara Shikoh memiliki Bhagavad Gita, mungkin teks utama Hindu, diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, dan menyusun sebuah studi tentang Hindu dan Islam, "The Mingling of Two Oceans," yang menekankan kedekatan dengan dua agama. 

Pada abad kesembilan belas, India masih merupakan tempat di mana tradisi, bahasa, dan budaya melintasi kelompok agama, dan di mana orang tidak mendefinisikan diri mereka terutama melalui iman agama mereka. Seorang penenun Muslim Sunni dari Bengal akan memiliki jauh lebih banyak kesamaan dalam bahasanya, pandangannya, dan kesukaannya dengan salah satu rekan Hindu-nya daripada dengan Syiah Karachi atau Sufi Pashtun dari Perbatasan Barat Laut. Tapi tidak semua penguasa Mughal berpikiran terbuka. Kekejaman yang dilakukan oleh saudara laki-laki Dara yang fanatik dan puritan,  Aurangzeb belum dilupakan oleh umat Hindu. Tetapi kaisar Mughal terakhir, dinobatkan pada tahun 1837, menulis bahwa Hinduisme dan Islam “memiliki esensi yang sama,” dan istananya menghayati cita-cita ini di setiap tingkatan.

Politik identitas era Kolonial Inggris.
Inggris menjajah anak benua india selama 200 tahun.  Wilayah kekuasaannya meliputi India, Bangladesh, Pakistan, dan Myanmar. Itu semua bagian dari imperium Britania. Bagaimana inggris bisa bertahan sekian ratus tahun di daerah koloninya? ternyata menggunakan teori lama yang efektif dan efisien. Apa itu.? Politik adudomba. Saling membenturkan antara kelompok dan golongan. Gimana caranya? inilah cara smart kolonial. Sama seperti di Indonesia di bawah kolonial Belanda. 

Inggris menjadikan raja raja yang ada di India itu di bawah perlindungannya. Tentu bukan hanya perlindungan militer tetapi juga memberikan suap dan upeti yang melimpah kepada raja raja tersebut. Secara legal para Raja itu dibawah taklukan inggris. namun secara prinsip itu hanya hubungan bisnis antara asosiasi bisnis Inggris denga para raja, yang tergabung dalam Princely States.  Sistem princely states ini berlangsung sampai tahun dari tahun 1987 sampai tahun 1947. Makanya inggris engga ada urusan dengan kemakmuran rakyat. Itu urusan para Raja. Selama era kelonialism inggris, India menghadapi perang tiada henti oleh mereka yang memberontak. aNamun dapat dengan mudah diredam oleh para Raja berkat dukungan dari Inggris. Mengapa inggris sangat mudah menghadapi kaum pemberontak? karena kaum pemberontak sendiri tidak bisa bersatu. Inggris menciptakan sentimen agama dan etnis lewat dukungan kepada Raja, dan para pemberontak  terpecah kesatuannya karena adanya pengelompokan agama dan etnis. Antara agama dan etnis saling berseteru, dan karena itu inggris mendapatkan manfaat untuk melemahkan perlawanan mereka.

Persatuan India mulai terjadi tahun 1939, bangkitnya kaum terpelajar dengan membentuk Kongres Nasional India. Organisasi ini didukung oleh kelompok hindu yang mayoritas dan minoritas dari Islam dan Sikh. Tokoh yang terkenal dari Kongres Nasional India ini adalah Nehru dan Ghandi dari kelompok Hindu dan Muhammad Ali Jinnah dari Liga Muslim. Namun persatuan ini pecah ketika Nehru dan Ghandi mengajukan usulan bentuk negara India , negara kesatuan yang centralistik. Pihak inggris memprovokasi Liga Muslim bahwa kalau sistem negara India adalah persatuan, maka yang berkuasa adalah Hindu. Kelompok islam akan jadi second class. Itu sebabnya Liga Muslim keluar dari Kongres Nasional India. 

Ketika inggris mengumumkan melibatkan india dalam perang dunia kedua tanpa persetujuan Kongres Nasional India, kelompok hindu menolak membantu inggris, Padahal inggris butuh serdadu untuk perang melawan Jerman. Saat itulah inggris menawarkan kerjasama dengan Liga Muslim India kesempatan untuk membantu inggris dala perang. Konpensasinya Inggris memberi imbalan perlindungan politik di masa depan. Pada bulan Maret 1940, resolusi Liga Muslim “Pakistan” menyerukan pembentukan “negara-negara terpisah” untuk mengakomodasi Muslim India, yang menurutnya adalah “bangsa” yang terpisah. Sejak saat itulah India mulai terpecah secara politik identitas.

Tahun 1947, Inggris keluar dari anak benua India, memberikan kemerdekaan dengan desain pembagian wilayah India untuk Hindu dan Pakistan untuk Islam. Segera, mulailah salah satu migrasi terbesar dalam sejarah manusia, ketika jutaan Muslim berjalan ke Pakistan Barat dan Timur (yang belakangan dikenal sebagai Bangladesh) sementara jutaan umat Hindu dan Sikh menuju ke arah yang berlawanan. Namun yang jadi masalah tidak semua orang islam  India setuju dengan pembagian wilayah ini, termask Sikh. Gandhi setuju membentuk negara federasi untuk mengakomodasi umat islam dan Sikh. Selesailah. Namun tetap saja ini sama saja menyimpan bom waktu di India. Karena politik identitas itu sudah berakar ratusan tahun sejak era kolonial Inggris. Semua golongan inginkan kekuasaaan. Sistem federasi sangat rentan perpecahan dan konflik. Mengapa?

Desain pemisahan ini datang dari inggris, sebagai cara memerdekakan Anak Benua India. Secara tidak langsung Inggris mengaktualkan pembagian wilayah atas dasar Agama. Padahal sejatinya orang India itu tidak terpolarisasi soal agama. Namun karena selama inggris berkuasa di Anak benua india, mereka memang membangun politik identitas itu. Setelah Perang Dunia Kedua, Inggris tidak lagi memiliki sumber daya untuk mengendalikan aset kekaisarannya yang terbesar, dan keluarnya dari India meninggalkan bom waktu. 

Ere kemedekaan
Benarlah. Komunitas-komunitas yang tadinya hidup berdampingan selama hampir satu milenium saling menyerang satu sama lain.  Konflik  sektarian terjadi sangat mengerikan, antara  orang-orang Hindu dan Sikh di satu sisi dan Muslim di sisi lain. Genosida timbal balik yang tak terbayangkan. Padahal sebelumnya itu tidak pernah terjadi. Di Punjab dan Bengal, masing-masing provinsi berbatasan dengan perbatasan India dengan Pakistan Barat dan Timur - pembantaian itu sangat intens, dengan pembantaian, pembakaran, konversi paksa, penculikan massal, dan kekerasan seksual yang kejam. Sekitar tujuh puluh lima ribu perempuan diperkosa, dan banyak dari mereka kemudian rusak atau terpotong-potong.

Nisid Hajari, dalam “Midnight's Furies” (Houghton Mifflin Harcourt), menulis, “Geng-geng pembunuh membuat seluruh desa terbakar, membasmi para lelaki dan anak-anak dan orang tua sambil membawa pergi wanita muda diperkosa. Beberapa tentara dan jurnalis Inggris yang menyaksikan kamp kematian Nazi mengklaim kebrutalan Pemisahan lebih buruk: wanita hamil memotong payudaranya dan bayi-bayi diusir dari perut mereka; bayi ditemukan dipanggang secara harfiah. ”

Menjelang 1948, ketika migrasi besar-besaran berakhir, lebih dari lima belas juta orang telah terpisah, dan antara satu dan dua juta telah mati. Perbandingan dengan kamp kematian mungkin lebih buruk dari peristiwa Holocaust pembantaian etnis Yahudi pada masa perang dunia kedua. Konsekuensi lain dari Pemisahan yang tak terduga adalah bahwa populasi Pakistan pada akhirnya lebih homogen secara agama daripada yang diperkirakan semula. Para pemimpin Liga Muslim berasumsi bahwa Pakistan akan memiliki populasi non-Muslim yang cukup besar, yang kehadirannya akan melindungi posisi Muslim yang tersisa di India―tetapi di Pakistan Barat, minoritas non-Muslim hanya terdiri 1,6 persen dari populasi pada tahun 1951, dibandingkan dengan 22 persen di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh). 

Yang jadi masalah adalah walau sudah ada pemisahan berdasarkan agama, Pakistan untuk muslim dan India untuk Hindu, namun tidak semua umat islam india setuju dengan pemisahan itu. Mereka tetap bertahan di India dan sekarang populasinya mencapai 20% dari penduduk India. Keadaan ini bisa diterima dan ditolerir oleh Pemerintah India. Namun elite politik agama hindu tidak menerima sikap pemerintah India tersebut. Terbunuhnya Gandhi pada tahun 1948 oleh ekstrimis Hindu karena alasan tersebut. Saat ini, hubungan kedua negara itu jauh dari kata sehat. Kashmir tetap menjadi titik konflik; kedua negara memiliki senjata nuklir. Muslim India sering dicurigai memiliki loyalitas terhadap Pakistan; minoritas non-Muslim di Pakistan semakin rentan berkat apa yang disebut Islamisasi kehidupan di sana sejak 1980-an. 

Konflik yang terjadi sekarang.
Sebagian besar umat islam di Indonesia menganggap bahwa konflik di India sekarang karena adanya islamisme di India. Tidak. Islam di India adalah minoritas dibandingkan Hindu. Jadi tidak mungkin Islam bermain main dengan politik identitas seperti di Indonesia. Permasalahan di India itu adalah politisasi Agama mayoritas Hindu dengan semangat nasionalisme-hindu, yang dicanangkan oleh Modi dari partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang berkuasa. Modi memang sejak 6 tahun lalu sengaja membangun narasi Nasionalisme Hidu dan keluar dari semangat nasionalisme Ghandi dan Nehru. 

Konflik terjadi bukan karena Umat hindu tidak suka dengan umat islam, tetapi karena politisasi agama untuk meraih kekuasaan. Mengapa? Islam di India itu mayoritas adalah islam tradisional yang sama dengan Islam di Indonesia, dimana budaya lokal menyatu dengan islam. Jadi bagi orang hindu, keberadaan islam itu tidak terpengaruh, dan bukan ancaman. Karena budaya orang islam dan hindu lebih banyak kesamaan daripada perbedaannya. Tetapi ada juga islam yang tidak menyatu dengan budaya lokal, yang penduduknya berasal dari luar India atau nonpri, seperti di Negara bagian Assam. Tetapi mereka minoritas. Sama seperti dikita pemeluk islam dari etnis Arab dan Yaman.

Pemecahan persatuan Anak benua india, menjadi dua negara India dan Pakistan, itu desain dari Inggris tahun 1948 ketika keluar dari Anak Benua India. Ketika pemisahan itu, mayoritas umat islam di India menolak untuk pindah ke Pakistan. Karena mereka tidak punya masalah dengan orang hindu dan sebaliknya orang hindu juga tidak punya masalah dengan islam. Makanya mereka yang menolak untuk pindah ke Pakistan, tetap diakui sebagai warga negara oleh Ghandi dan Nehru, dalam sistem negara federasi. Sementara yang pindah ke Pakistan adalah umat islam India yang merupakan etnis keturunan Arab dan Asia Tengah ( Turki dll) yang di bawah pengaruh dari gerakan Liga Muslim Muhammad Ali Jinnah.  Tentu liga muslim kecewa. Karena tadinya berharap semua umat islam India pindan ke Pakistan, dan bisa menjadi mayoritas di Paskitan. Faktanya setelah migrasi, tetap saja Islam minoritas di Pakistan walau rezim yang berkuasa dari Islam. Tahun 1980an Islamisme menguat di Pakistan dan ini tentu mengkawatirkan India, khususnya dari partai BJP. Karena kawatir bisa mempengaruhi Islam di India.

Sementara itu , politisasi agama dan Etnis ini dipakai oleh politisi hindu untuk mendulang suara dalam Pemilu di India. Politik primordial masih kuat, bukannya politik persatuan.  Makannya konflik terus terjadi. Apalagi sejak Modi dari partai Bharatiya Janata Party (BJP) berkuasa, dia membangun narasi Nasionalisme -Hindu, dengan agenda membangun India baru. Secara tegas Modi keluar dari platform politik Ghandi dan Nehruvan. Inilah yang mengkawatirkan umat Islam di India.  Apalagi sejak UU Citizenship Amendment Act (CAA) disahkan karena adanya keputusan MA yang memenangkan gugatan umat hindu atas sengketa lahan masjid abad ke-16 yang di claim sebagai situs Hindu. Karena memang tadinya lahan itu adalah situs umat hindu yang dihancurkan oleh  dinasti Islam yang pernah berkuasa di India. Nah dengan MA memenangkan gugatan itu, maka artinya akan jadi jurisprudensi untuk merebut Masjid kuno yang lain. Ini tentu akan semakin meluasnya nasionalisme-hindu, yang akan mengancam persatuan dan kesatuan India. Umat islam akan semakin terpinggirkan. Apalagi, elite politik hindu semakin gencar membangun narasi sekterian atas dasar kebencian.

Mayoritas Umat islam di India tidak menentang UU CAA, dan mereka tidak berdampak terhadap UU CAA itu, karena mereka memang sudah Warga negara dan pribumi India. Yang merasa kawatir adalah umat islam dari pedatang atau non pribumi khususnya yang ada di Assam. Mereka belum diakui sebagai warga negara namun dilindungi sebagai penduduk negara. Dengan adanya UU CAA itu dikawatirkan umat islam non pribumi dianggap penduduk ilegal. Padahal tidak begitu. UU CAA itu bertujuan melindungi persekusi islam non pribumi terhadap umat Sikh, kriten, budha. Umat islam non pribumi tetap dilindungi sebagai penduduk negara asalkan mereka menghargai agama lain.

Aksi protes umat islam di India bukan menentang UU CAA itu, tapi menginginkan politik persatuan, menentang agenda politik dari Bharatiya Janata Party (BJP) dan mereka demo menggunakan bendera India, bukan bendera Jihadis. Walau Bharatiya Janata Party (BJP)  adalah partai penguasa, namun mereka tidak mencerminkan mayoris rakyat India. Konflik ini pasti akan selesai dalam damai. Karena walau india berkali kali ribut dan betrok akibat ulah politisi namun pada akhirnya rakyat india lebih memilih damai. Budaya agama hindu dan islam mempersatukan mereka walau politik berusaha mencabutnya. India akan baik baik saja, asalkan tidak ada intervensi asing. Mereka lebih paham mengatasi masalah dalam negeri mereka.

Kesimpulan dan hikmah
FPI dan Forum Ulama Pembela Fatwa MUI, Muhammadiah, PKS, dan NU mengutuk kerusuhan di India yang menimbulkan korban dari umat islam. Bahkan mereka meminta pemerintah Indonesia bersikap seperti dulu Soekarno bersikap terhadap konflik India dan Pakistan, yang akhirnya berdamai setelah Soekarno turun tangan. Itu bisa saja. Karena ketika itu Indonesia ketua Non Blok yang sangat berpengaruh selain PBB. Tetapi sekarang Indonesia bagian dari PBB. Hanya PBB yang berhak menyelesaikannya dan Indonesia berperan di PBB untuk membantu mencari jalan penyelesaian soal konflik itu.

Menurut saya, apa yang terjadi di India sekarang, tak lain bagian dari ulah politisi yang sengaja membenturkan SARA untuk tujuan kekuasaan. Berbeda dengan awal India berdiri. Bapak bangsa mereka, Ghandi dan kemudian dilanjutkan oleh klan Nehru yang sangat mengutamakan politik persatuan dan nilai nilai demokrasi.  India itu bukan hanya jumlah penduduknya banyak tetapi juga wilayahnya luas. Mereka memiliki delapan agama, dan 2000 kasta, suku dan sekte. Mempunyai 15 bahasa. India merupakan negara federasi yang terdiri dari 22 negara bagian, 9 wilayah otonomi khusus. 

Gandhi dan Nehru sangat paham. Bahwa mengelola negara yang luas dan plural itu tidak mudah. Apalagi sistem politik India adalah demokrasi parlementer. Mudah sekali menyulut konflik dan pemerintah terkesan lemah. Ketika India merdeka berkat design Inggris memang menyimpan bomb waktu. Bomb waktu konflik apa ? Ada tiga hal yang memicu konflik yang sampai kini belum ada solusinya. Pertama, adalah Assam. Kedua, Punjab. Ketiga, hindu-muslim. Masalah Assam berkaitan dengan etnis, masalah Punjab didasarkan pada konflik agama dan regional, sedangkan masalah Hindu-Muslim didominasi oleh dendam antara agama. 

Ketiga hal ini selalu jadi kayu bakar politisi untuk mendapatkan suara dalam Pemilu. Sebetulnya India sama dengan Indonesia. Namun bapak pendiri bangsa kita tidak setuju dengan desain negara perserikatan ( federasi). Karena itu menyimpan konflik dan kapan saja bisa meledak. Kita memilih negara kesatuan ( NKRI) dengan dasar filosofi Pancasila. Sementara Gadhi menerima begitu saja desain dari Inggris. Konflik  yang kini terjadi bukanlah hal baru, tetapi sudah ada sejak India merdeka.

Seperti halnya konflik di Assam yang merupakan konflik etnis antara pendatang; etnis Bengala ( Pendatang dari Timur , Muslim, dari Barat, Hindu.) dengan penduduk lokal. Walau sama sama pendatang namun antara Bengali muslim dan Hindu juga terjadi konflik. Itu masalah sentimen agama. Maklum muslim Bengali adalah bukan pribumi. Sementara dari Barat adalah pribumi. Belum lagi antara Etnis Bengal dengan penduduk lokal Assam. Sentimen agama itu hanya pemicu  konflik. Agama itu indah namun sejarahnya bau amis darah. Dan itu karena politik!  Buktinya di Punjab yang mayoritas Sikh. Masalah agama tidak ada disinggung tetapi soal ekonomi jadi pemicu konflik. Karena orang sikh lebih makmur hidupnya. Idiologi itu indah, namun karena ekonomi sejarahnya bau amis darah.

Kita sebagai bangsa Indonesia tidak bisa ikut campur masalah urusan dalam negeri orang lain. Jadi apa yang kita bisa lakukan? memberikan teladan kepada mereka bagaimana kita sebagai bangsa yang mayoritas islam bisa berdamai dengan kenyataan untuk berdampingan secara damai dengan agama lain. Bagaimana kita saling berdamai dengan suku manapun di nusantara ini, demi NKRI. Hanya itu yang bisa memberikan inspirasi bagi India agar mereka juga berubah. Tetapi kalau elite politik kita menggunakan konflik di India ini sebagai menu memancing emosi  umat islam di Indonesia, maka kalian  tidak ubahnya dengan elite politik di India. Demi kekuasaan menghalalkan konflik terjadi. Jahat sekali! 

Tobatlah..dan ambillah hikmah dari peristiwa yang ada di negeri orang, seperti di Suriah, India,  Yaman, Afganistan, agar kita lebih bijak dan Pancasila semakin dicintai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...