Selasa, 01 Agustus 2017

Mafia garam?


Garam itu ada dua jenis. Satu jenis untuk konsumsi rumah tangga dan satu lagi untuk industri. Untuk garam konsumsi, besaran kandungan NaCl adalah paling sedikit 94,7% sampai dengan kurang dari 97% sedangkan untuk kebutuhan industri kandungannya adalah 97%. Saat ini 70% ketersediaan garam industri diserap oleh industri pulp anda paper, 20% diserap untuk kegiatan pengeboran oleh industri pertambangan dan 10% sisanya intuk industri farmasi dan aneka industri lainnya, seperti tekstil industri makanan-minuman (mamin). Setiap tahunnya Indonesia memerlukan 1,9-2,1 juta ton garam industri.

Untuk kebutuhan rumah tangga kita bisa dikatakan swasembada walau masih ada impor sebagian. Tapi untuk garam industri itu masih di Impor semua. Mengapa ? karena tekhnologi geomembrane mahal. Setiap hektar budidaya garam membutuhkan dana sedikitnya Rp. 21 juta. Makanya tidak banyak petani berani melakukannya. Kecuali PT. Garam. Tapi PT. Garam pun tidak seratus persen bisa mengcover kebutuhan garam Industri. PT. Garam malah menciptakan rente baru dengan hak monopoli impor yang diatur oleh mafia Garam. Saat sekarang sedang diaudit impor garam itu. Dari sini polisi akan tahu siapa 7 samurai yang terlibat dibalik mata rantai impor garam.

Pada tahun 2014 awal ibu Susi menduduki pos sebagai menteri Kelautan , dia sudah menegaskan bahwa stop impor garam. Namun kebijakan ibu Susi tidak bisa di terapkan begitu saja. Karena Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum punya kebijakan jelas bagaimana memutus rantai impor garam. Maklum saja bahwa impor garam ini sedikitnya setahun melibatkan uang Triliunan rupiah. Jadi bukan bisnis kacangan. Selama periode kedua SBY berkuasa , kita impor garam mencapai 10 juta ton. Selama itu tidak ada upaya serius bagaimana membangun industri garam yang mandiri. Apalagi kita mempunyai laut terluas. Walau kadang musim dapat mempengaruhi produksi namun itu tidak terjadi meluas. Masih ada daerah lain yang tidak terkena pengaruh musim.

Saat sekarang Jokowi menghadapi dilema. Apabila tetap mendukung program ibu SUSI untuk swasembada garam maka industri dalam negeri yang membutuhkan garam akan terancam. Dan ini berdampak kepada proses produksi nasional. Kalau terus dibuka keran impor maka sampai kapanpun kita tidak akan bisa mandiri dan petani garam tetap akan jadi korban dari bisnis triliunan rupiah ini. Sudah saatnya program swasembaga garam itu di picu dengan dana program yang khusus seperti program swasembaga beras. Tapi keliatannya anggaran peningkatan produksi garam ini selalu dihadang oleh DPR dalam pembahasan APBN. Akibatnya program ibu susi tidak pernah bisa optimal dan tentu membuat mafia garam semakin kuat posisinya untuk menciptakan laba tak terbilang. 10 tahun SBY berkuasa seakan melakukan pembiaran mafia garam pesta pora dan kini mereka semakin kuat. Sedikit saja pemerintah salah mengambil kebijakan dampaknya akan luas , baik terhadap industri dalam negeri maupun petani garam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...