Senin, 21 November 2016

Agama bukan pamrih..


Di dunia sekular, apapun itu di ukur dengan transaksional. Kalau bekerja anda akan di bayar sesuai dengan kemampuan anda. Dan kalau anda merasa bayaran tidak cocok ya anda berhak demo minta di naikan. Kalau engga juga di turuti ya anda bisa pindah ke tempat lain. Hubungan suami istri juga terjadi karena transaksional. Wanita cantik berusaha mencari pria ganteng dan kaya. Kalau hubungan saling memuaskan maka berlanjut ke mahligai rumah tangga. Kalau ternyata kemudian merasa satu sama lain tidak lagi bisa men delivery apa yang di inginkan misal , pria jatuh bangkrut, atau suka ngorok, ketiak bau atau apalah yang tidak membuat nyaman, maka satu sama lain mencari alasan untuk demo dan akhirnya percerairan terjadi, untuk menemukan pasangan lain yang cocok. Itu biasa saja. Persahabatan juga di ukur atas dasar kepentingan. Kalau nguntungi ya teman sejalan, kalau engga nguntungi ya teman sekedar kenal.

Di Dunia sekular apapun di transaksikan dan ukurannya adalah reward alias pamrih. Bahkan agamapun di transaksionalkan sesuai dengan demand. Ada sorga yang di lengkapi fasilitas bidadari cantik yang di janjikan asalkan berjihad. Orang ramai percaya dan sebuah politik dokrin mendapat peluang berkuasa untuk kesenangan dunia yang di bungkus agama. Ada cara cepat kaya asalkan mau mengorbankan harta secara suka rela kepada gerakan amal terorganisir. Orang ramai percaya karena ilusi yang di sampaikan dengan magic word namun faktanya yang mengorganisir lebih dulu kaya, yang berderma, entahlah. Dari itu semua, dunia sekular renta dengan gesekan amarah,sesal, permusuhan walau itu semua di bangun diatas etika, moral berdasarkan konsepsi HAM.

Lantas bagaimana sebetulnya dunia agama samawi?  Agama itu kalau di analogikan seperti Pohon, maka akar adalah Tauhid, batang dan ranting adalah syariat , sementara buahnya adalah akhlak. Pohon tidak bisa tumbuh tanpa akar. Pohon tidak akan berbuah bila tak ada dahan dan ranting. Buah tidak akan pernah ada tanpa akar dan dahan. Jadi kait mengkait alias kaffah. Artinya kalau kita percaya kepada Tuhan maka kita juga harus  meniru sifat Tuhan yaitu adil dan  beradab. Untuk memastikan itu kita juga harus bisa bersatu dengan siapapun, menghindari permusuhan. Bila persatuan terjadi tentu tidak sulit untuk bermusyawarah membuat aturan agar keadilan sosial sebagai ujud bahwa Islam itu rahmat bagi semua, dapat teraktualkan. Nah, acap kita mendengar kata ”Akhlak”. Apa sih yang dimaksud dengan akhlak ? Lantas apa bedanya dengan Etika, Moral, Norma. Akhlak adalah perbuatan baik yang di sebabkan oleh adanya hubungan antara makhluk dengan Tuhan untuk dasar berinteraksi dengan sesama mahkluk. Jadi Akhlak itu adalah apapun perbuatan ukurannya bukan transaksional, bukan manusia tapi Tuhan. Sementara moral dan etika dasarnya adalah transaksional. 

Dengan akhlak , orang bekerja, berwirausaha karena Tuhan maka pasti dia akan punya passion tinggi. Ketika dia bekerja dia tidak berharap bonus, tidak berharap naik pangkat, tidak berharap kaya raya. Bahkan kadang di remehkan oleh rekan sekerjanya atau tetangganya. Contoh Jokowi tidak merasa rendah walau jabatan Presdien, tapi anaknya jual martabak. Saya tidak peduli bila di nilai tidak bonafide karena sebagai pengusaha hidup kok sederhana. Karena akhlak, kamu tidak perlu korupsi sebagai pejabat dan tidak perlu menipu sebagai pengusaha, tidak perlu tentukan tarif sebagai pengkotbah bila di undang ceramah. Tapi buah upayanya menciptakan perubahan lebih baik, menciptakan atmosfir cinta untuk memberi, bukan meminta. Tentu hasilnya akan maksimal karena dia akan tangguh menghadapi hambatan dan tabah dengan segala keterbatasan untuk menjadi unggul dalam putaran waktu. Orang yang berakhlak tidak pernah sempit hidupnya. Kalau hidupnya lapang bukan karena melulu doa tapi itu karena sunattulllah, something good happens because the process is good. Kebaikan yang di tebar maka kebaikan juga yang tuai.

Karena Akhlak orang bisa berteman dengan siapapun. Dia tidak melihat apa agama orang dan berapa banyak kekayaan orang atau seberapa besar manfaat yang akan diraih dari persahabatan itu. Dia tidak hanya berbuat baik kepada orang baik tapi juga kepada orang yang jahat kepadanya. Seberapapun orang menghinanya dan merugikannya namun pintu maaf selalu terbuka. Baginya kelengkapan hidup bukan hanya bersyukur berteman dengan orang baik tapi juga mampu merebut hati orang yang membencinya. Karena Akhlak, pernikahan dasarnya adalah Allah. Sehingga apapun kekurangan istri atau suami,  akan di terima dengan sabar untuk saling melengkapi. Poligami memang  di bolehkan oleh Allah namun di sikapinya dengan rendah hati sehingga tidak merasa mampu berlaku adil sesuai syarat yang di tetapkan Allah, karenanya ia selalu menjaga hati istrinya agar nyaman dan tentram.

Karena Akhlak, orang beragama tidak mengharapkan sorga atau neraka. Walau Allah  menjanjikan itu namun dia malu mengharapkannya karena selalu merasa rendah di hadapan Tuhan sehingga merasa sorga tidak pantas baginya. Selalu rendah hati di hadapan manusia sehingga tidak pantas cap orang lain kafir atau ke-imanan orang lain lebih rendah di bandingkan dia. Karena Akhlak maka tak lain yang di harapkan adalah rahmat Alllah. Karenanya agama di hidupkan dengan Cinta. Tuhan di dekati dengan cinta, bukan rasa takut. Sehingga keimanan itu melekat di hati tanpa bisa di pengaruhi oleh transaksional seperti bersedekah mengharapkan kaya raya dengan too good to be true, patuh kepada harakah mengharapkan sorga dengan fasilitas VVIP plus bidadari cantik. Tidak. 

Nabi Muhammad SAW di tugaskan oleh Allah tak lain untuk memperbaiki Akhlak manusia. “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR Al-Bukhari dan Malik). Kesannya sangat jelas dalam misi Rasul itu yaitu untuk menyempurnakan Akhlak. Artinya sesuatu yang sudah ada akan di koreksi sedemikian rupa agar baik dan sempurna. Bukan terkesan sebagai sebuah revolusi atau merombak total sehingga menjadi yang baru sama sekali. Itu juga berarti bahwa proses agama tauhid yang diturunkan Allah sejak Nabi Adam terus eksis dan sampai ke Muhammad itu disempurnakan.

Dalam konteks membangun peradaban yang di perlukan adalah islam nilai. Nilai nilai islam itulah yang utama. Dalam nilai islam itu bisa saja berangkat dari kebudayaan yang bersandar kepada etika, moral, norma namun di sesuaikan dengan akhlak sebagai sumber kebenaran ilahiah. Inilah yang harus di pahami oleh umat islam agar cerdas beragama atau tidak terkesan eklusive. Jangan bersandar kepada hal yang tersurat saja tanpa memperhatikan yang tersirat di alam semesta ini. Islam kaffah adalah islam yang bersandar kepada yang tersurat maupun yang tersirat. Yang tersirat itu adalah pengetahuan yang diajarkan oleh Allah lewat kehidupan ini sejak bumi terbentang. Dari itulah kita tahu bahwa ilmu Allah itu teramat luas untuk kita mendapatkan hikmah. Nah, mari kita renungkan bersama, apakah kita beragama dengan kebudayaan sekular ataukah kita beragama dengan akhlak? Tanyalah diri sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Memahami ekonomi makro secara idiot

  Berita media massa soal kinerja pemerintah dan terkait utang selalu bias. Bukan pemerintah bohong. Tetapi pejabat yang melakukan pers rele...