Senin, 13 November 2023

Pemilu Jurdil ?


 


Mengapa kita mau dipersatukan dalam bingkai republik Indonesia ? Karena konsesus. Apa itu konsensus ? Ya KONSTITUSI. Nah konstitusi itu tidak dibuat oleh alay atau anak lebay kelas bocil atau preman sapi. Tapi dibuat oleh mereka kaum terpelajar. Diakui moral dan intelektualnya. Itupun mereka sebelum membuat konstitusi, konsepsi berpikirnya sudah dipagari oleh falsafah. Apa itu falsafah atau filosofi?  adalah metodologi yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum dan asasi, misalnya pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi, penalaran, nilai-nilai luhur, akal budi, dan bahasa. Nah falsafah konstitusi kita adalah Pancasila. Tentu semua orang indonesi hapal isi Pancasila itu. 


Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia. UUD 1945 merupakan perwujudan dari dasar ideologi negara yaitu Pancasila. Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea yang mengandung sejumlah pokok pikiran. Pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan UUD Negara Indonesia yaitu mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (konvensi). Artinya konstitusi itu memang produk akademis. Karena kita ingin membangun negara modern dengan falsafah Pancasila. Spritual dan moral diatas segala galanya. 


Mengapa sampai sekarang kita tetap utuh sebagai bangsa. Tidak tercerai berai NKRI seperti Unisoviet? Padahal kita berkali kali mengalami  pergolakan. Dari PRRI, G30S pki, 13 mey 1998. Tapi kita tetap utuh dan presiden tetap orang Jawa. Mengapa ? Karena orang terpelajar peduli terhadap NKRi. Selalu setiap ada gejolak mereka bisa berdamai dan patuh kepada konstitusi. Konstitusi dibela sebagai bentuk rasa hormat. Karena itulah setiap krisis kita bisa atasi dan bangkit. Itu karena orang luar percaya bahwa kita negara bermartabat yang menghormati konstitusi. Dan karenanya rupiah dipercaya sebagai alat pembayaran dan kita  diterima untuk billateral LCS dengan negara lain.


Periode pertama Jokowi sebagai petugas partai, dia selalu berjalan pada rel konstitusi. Tetapi sejak periode kedua, dia menolak sebagai petugas partai. Dia sudah bergaya monarki. UU cipta kerja yang sudah dinyatakan  inkonstitusional bersyarat  oleh MK, dilabrak dengan mengeluarkan Perpu. UU Minerba pasal 169a sudah dinyatakan inkontitusional bersyarat oleh MK, dicuekin aja. Terakhir keputusan MK direkayasa agar putranya bisa lolos jadi cawapres, dan terbukti ketua MK adik ipar Jokoei dinyatakan oleh MKMK melanggar kode etik berat.  


Ya, Republik Indonesia tapi hanya rasa republik. Ya seperti Mie instan. Mie ayam tapi hanya rasa ayam.  Padahal tugas presiden itu adalah menjaga dan sekaligus pengawal konstitusi. Dia disumpah untuk itu.  Yang saya kawatirkan persepsi bagi partai pendukung paslon nomor 1 dan 3 , bahwa Jokowi tidak netral dan proses penetapan cawapres paslon nomor 2 mencederai konstitusi. Orang tak lagi percaya kepada MK. Kalau salah satu  paslon ( 1 atau 3) kalah, chaos tak bisa dihindari.  Kalau ormas ribut bisa dibendung. Tetapi kalau partai yang ribut, maka yang terjadi terjadilah. Tak akan sanggup TNI dan POLRI hadapi people power. 

Saat sekrang orang terpelajar tak lagi bersuara atau bersuara tapi suara tak terdengar atau bersuara tapi senyap dan sunyi nyaris tak terdengar. Saran saya, sudahi lah drama dinasti ini. Duduklah bersama untuk kebaikan bersama. Jangan perturutkan hawa nafsu ingin menang sendiri. Jaga konstitusi! Itulah batas moral kita dengan setan.


***

Pidato politik Bu Mega yang berharap pemilu Jujur dan Adil. Bu Mega bicara ini bukan asbun. Karena dia sudah buktikan saat jadi Petanaha tahun 2004. Dia mengawal Pemilu 2004 mengantarkan SBY ke Istana. Walau sakit sekali kekalahan itu bagi Ibu Mega, tetapi dia lebih memilih menjadi pengawal Demokrasi daripada menang dengan tidak jujur. Ini bukan soal dia sebagai  ketum PDIP, tetapi tanggung jawab Presiden dalam memimpin penyelenggaran Pemilu yang harus berada disemua golonga.


Dalam penyelenggaraan Pemilu, pelaksana nya adalah KPU. Lembaga Independent yang dibentuk oleh UU. KPU diawasi oleh Bawaslu. Namun untuk proses pemilu sejak menentukan DPT, mengirim kotak suara, menghitung suara dari tingkat TPS sampai tingkat Nasional diperlukan aparatur negara, yang tentu bekerja atas dasar komando dan arahan presiden sebagai penanggung jawab Pemilu. Jadi kalau presiden itu  tidak bermental negawaran, akan mudah sekali mengatur ritme proses yang menguntungkan paslon yang dia dukung.  Mari kita uraikan secara sederhana dibawah ini.


Pertama. Menurut Bawaslu, ada 5.744 TPS yang sulit dijangkau baik secara geografis, cuaca, dan Keamanan. Kedua, sebanyak 11.559 TPS tidak ada jaringan internet dan ada 3.039 TPS tidak ada aliran listrik. Untuk yang pertama dan kedua ini hanya TNI dan POLRI yang bisa mengurus TPS nya. Kita semua tahun PANGAB, KAPOLRI, adalah sahabat Jokowi saat jadi Walikota Solo.


Kedua. Kemudian ada pemilih tidak memenuhi syarat seperti meninggal dunia, terdaftar ganda dan tidak dikenali sebanyak 14.534 TPS. Nah ada  272  Bupati, Walikota dan  17 Gubernur berstatus pelaksana tugas (PLT) yang dipilih presiden via Mendagri. Mereka ini sangat potensi mengatur suara. Ada juga terdapat pemilih memenuhi syarat yang tidak terdaftar di DPT 6.291 TPS. Nah ini santapan dari  kepala desa. Kita tahu  semua kepala Desa  se Indonesia pernah berbait tiga periode atau perpanjangan keuasaan  untuk Jokowi.


Ketiga. Kalau total TPS seluruh indonesia mencapai 820.161 TPS diperkirakan 20% suara berpotensi diselewengkan. Kalau terjadi sengketa, sulit akan dilaksanakan. Karena MK sudah distrust.  


Kalaupun dipaksakan kemenangan yang tidak jurdil, maka legalitas pemenang akan deligitimasi di mata International. Apalagi pemilu kita diawasi langsung oleh Lembaga international. Pemerintahan pasti tidak stabil. Berkaca di Amerika latin dan AFrika, ini memancing Milter masuk untuk kudeta. NKRI pasti bubar. Karena peluang bagi Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan lainnya memisahkan diri dari Jawa. Mengapa ? Karena pemerintahan dalam kondisi deligitimasi memang memberi peluang dapatkan dukungan international bagi wilayah yang ingin memisahkan diri. 


Saya yakin secara personal Jokowi tidak punya nyali untuk bermain main dengan pemilu 2024, entah dengan team Sukses PS -Gibran yang bisa saja apapun mereka lakukan untuk menang. Dari caranya gunakan Gibran sebagai cawapres itu sudah tanda : To be or not to be.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Pemimpin Visioner...

  Pada tahun 1949, setelah melalui Perang Saudara antara Kelompok Komunis dan Kelompok Nasionalis, Kuomintang, yang akhirnya dimenangkan ole...