Minggu, 06 Agustus 2023

Rocky Gerung...

 





Saya tidak pernah bertemu langsung dengan Rocky Gerung. Tidak pernah membaca buku tulisannya. Entah ada atau tidak dia menulis buku. Saya juga tidak pernah menghadiri seminar atau wejangannya. Pendapat saya tentang dia singkat saja. Dia influencer publik. Itupun bukan karena keinginannya, tapi karena diproduksi oleh media massa dan media sosial. Maka jadilan dia sebagai intelektual publik. Soal tingkat kehebatan ilmunya, itu tidak penting. Karena publik mau mendengarnya. Kalau engga, engga mungkin media massa sering undang dia sebagai narasumber..


Mungkin sikap Rocky itu terhilhami pendapat dari Karl Paul Reinhold Niebuhr. Seorang teolog Protestan asal Amerika Serikat yang terkenal karena penelitiannya mengenai tugas dalam menghubungkan iman Kristen dengan realitas politik modern dan diplomasi.  Menurutnya, the sad duty of politics is to establish justice in a sinful world. Politik dimaksud bukan hanya mengarahkan telunjuk kepada elite partai atau pemerintah rezim penguasa saja, tapi juga kepada semua orang yang punya kemampuan berbicara depan publik atau menulis menyampaikan pendapatnya untuk kebaikan bagi semua.


Karl Paul Reinhold Niebuhr melekatkan kebebasan menyampaikan pendapat itu sebagai tugas bagi setiap orang yang punya kompetensi berbicara di hadapan publik. Dan tugas itu dalam sistem demokrasi menjadi hak yang dilindungi oleh konstitusi. Mengapa ? Paul Reinhold Niebuhr mengatakan, Man’s capacity for justice makes democracy possible, but man’s inclination to injustice makes democracy necessary. Kapasitas manusia untuk keadilan memungkinkan demokrasi, tetapi kecenderungan manusia untuk ketidakadilan membuat demokrasi diperlukan. Dunia ini sudah dari sononnya brengsek. Artinya tidak bisa hanya diselesaikan oleh segelintir orang dari politisi partai, pemerintah. Partisipasi publik harus ada. Ya semacam gotong royong untuk memperbaiki keadaan agar berkeadilan. 

 

Persoalan ketidak-adilan bukanlah sesuatu yang abstrak, tapi konkrit, menyangkut tubuh, melibatkan perasaan. Nah pada situasi inilah perlu mereka yang tidak memihak atau independent, yang punya kebebasan berbicara mengingatkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harus dihindari.  Berbeda dengan Elite politik atau penguasa yang berbicara dan berpendapat memihak dan pasti tidak objektif. Memang harus diakui, ada agenda politik yang hanya memenangkan cita-cita yang tertutup: kaum Nazi hanya hendak membuat dunia baru bagi “ras Arya”. Kadang ada juga  cita cita yang terbuka namun pemikiran terbuka dibatasi atas dasar moral. Salah bicara kena pasal ujaran kebencian. Salah bicara kena pasal penistaan agama. Salah bicara kena pasal radikalisme dan anti NKRI, Pancasila. Sebenarnya tak ubah dengan Nazi. Cita cita hanya untuk golongannya saja atau mereka yang sepaham saja.


Tapi, dunia ini memang tidak ramah. Penderitaan dan kekejian tak pernah hilang dari dalamnya. Maka perjuangan, atau pergulatan politik, apalagi dalam sistem demokrasi seperti di Indonesia yang meminjam istilah Naom Chomsk disebut flawed democracy atau demokrasi cacat. Kita tak bisa menerima “politik sebagai panglima” bila  tak ada kebebasan lagi untuk mengakui cacat itu. Bila pertimbangan kalah dan menang menelan secara total seluruh sudut hidup kita, selama-lamanya. Sebab tiap perjuangan politik akan terbentur pada keterbatasannya sendiri.

Pada Pemilu Tahun 2014 Rocky katanya memilih Jokowi. Sebenarnya saat itu juga dia bersiap kecewa. Tapi itu biasa saja. Karena selama kekuasaan Jokowi,  Rocky juga melaksanakan kewajibannya menyampaikan pendapat apa yang baik menurutnya untuk dilasaksanakan Pemerintah, dan apa yang buruk yang harus dihindari. Tentu dengan retorika dan pemilihan diksi yang diminati oleh audience. Dengan itu ia memandang politik sebagai sebuah tugas, bukan untuk sebuah ambisi. Karena dia bukan kader partai dan bukan relawan. Dan kebetulan sekali banyak media massa dan sosial media menjadikannya narasumber. 

Di depan politik demokrasi procedural, kita berjudi dengan masa depan. Siapa yang menuntut kepastian masa depan dia akan mendustai diri sendiri. Siapa yang merasa paling benar dan tak boleh dicela, sebenarnya dia dibayangi rasa takut akan kesalahan  dan  kelemahannya sendiri.  Makanya Jokowi jawab dengan singkat celaan Rocky, “ Itu masalah kecil. Saya kerja aja” Jokowi merasa niatnya baik dan tahu diri bahwa dia tidak sempurna. Di dunia yang tidak ideal ini, pilihan kita bisa saja salah. Meski demikian, tetap ada yang bernilai bila dialektika tumbuh dan dipertengkarkan. Tanpa itu kita tidak  punya hope ..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Pemimpin Visioner...

  Pada tahun 1949, setelah melalui Perang Saudara antara Kelompok Komunis dan Kelompok Nasionalis, Kuomintang, yang akhirnya dimenangkan ole...