Senin, 15 April 2019

Super Holding BUMN

Anda tahu, setiap Bank BUMN punya ATM tersendiri. Tentu masing masing harus membangun IT system lengkap dengan jaringannya. Ini pemborosan. Padahal masing masing adalah milik negara. Bisnis bank bukan ATM tetapi agent of development. Nah kalau ada Holding Bank BUMN maka tidak perlu masing masing Bank BUMN itu punya ATM. ATM bisa dikelola oleh BUMN bidang IT perbankan. Sehingga efisien.  Sementara BUMN perbankan bidang IT bisa dikembangkan lebih luas sebagai profit center dengan meningkatkannya layanannya sampai ke Financial technology. Peran bank lebih kepada agent of development terspesialisasi sesuai dengan misi mereka sebagai agent of developement. Misal, BRI khusus bidang Agro dan Koperasi. BNI khusus bidang Korporat. Bank Mandiri khusus bidang Investment.

Atau anda tahu, BUMN kontruksi?.  Ada PP, Wijaya Karya , Waskita , Hutama, Adhi Karya, semua itu punya bidang yang sama yaitu jasa kontruksi. Masing masing berkompetisi dibidang yang sama. Ini jelas tidak efisien dari segi sumber daya. Kalau dibentuk BUMN Holding, masing BUMN Kontruksi itu akan bergerak terspecialisasi. Contoh PP, khusus bidang pembangunan perumahan dan kawasan hunian dan pelabuhan.  Waskita, khusus membangun jalan dan jembatan. Hutama khusus membangun Jalan Toll dan jalan negara. Adhi Karya membangun bandara dan gedung pemerintahan. Sehingga masing masing BUMN itu bisa mengembangkan sumber dayanya secara berkualitas. Bukan hanya standar lokal tetapi juga international?

Masing masing bidang BUMN itu adalah holding atau sub-holding dari holding BUMN. Dari Holding BUMN itu diatas ada super holding, yang membawahi semua holding BUMN. Tujuan dibentuknya HOlding dan Super holding, adalah disamping  efisiensi juga untuk efektifitas sumber daya. Mempercepat proses pengambilan keputusan dalam aksi korporat. Dan yang lebih penting adalah memperkuat Struktur permodalan BUMN dan meningkatkan credit rating anak perusahaan. Keberadaan Holding bisa mengarahkan anak perusahaan untuk focus sesuai core nya dan memastikan terjadi efisiensi lewat sinergi antar anak perusahaan. 

Untuk lebih jelasnya saya analogikan seperti kasus dibawah ini. Ada istilah dalam bisnis yang mungkin anda jarang mendengar yaitu project derivative value (PDV). Istilah PDV ini untuk menggambarkan bagaimana visi perusahaan yang mampu menciptakan berbagai project yang terhubung dengan bisnis utama secara off balance Sheet. Artinya pengembangan bisnis mendukung Core tidak melibatkan neraca perusahaan. Contoh satu Perusahan produsen CPO yang membutuhkan kapal angkut. Perusahaan itu memberikan kontrak jangka panjang jasa angkutan kepada anak perusahaan. Anak perusahaan menarik dana dari lembaga keuangan untuk membeli kapal. Underlying nya adalah kontrak jasa angkutan dan jaminannya adalah kapal itu sendiri.

Karena anak perusahaan punya armada kapal maka disamping melayani kontrak kepada induk perusahaan, diapun melayani angkutan dari perusahaan lain. Jadi anak perusahaan beroperasi sebagaimana layaknya Perusahan mandiri secara akuntansi dan balance Sheet. Agar angkutan selalu ada dan meningkat maka anak perusahaan itu bisa juga membentuk anak perusahaan lagi untuk trading CPO. Tentu dengan dukungan armada kapal yang ada tidak sulit bagi anak perusahaan mendirikan bisnis trading dengan membangun bunker CPO. Bunker ini disamping untuk melayani group Perusahaan juga melayani perusahaan lain.

Pembiayaan bunker ini didapat dari bank dengan underlying strategy partners dukungan armada. Bank pasti kasih karena bunker menjadi bisnis yang menguntungkan bila didukung armada kapal sebagai backbone logistic. Apabila Bunker sudah established maka anak perusahaan trading bisa membentuk anak perusahaan refinery downstream CPO. Karena bunker yang ada bisa sebagai suply guarantee bahan baku. Tentu bank akan senang hati membiayai proyek ini karena adanya suply guarantee dari bunker yang solid dan kuat dibidang logistic.

Perhatikan uraian tersebut diatas. Pemilik sebenarnya semua bisnis kapal, bunker, refinery adalah perusahaan produsen CPO. Tetapi karena entity ( badan hukum ) nya berbeda maka secara hukum dan akuntansi posisi hutang tidak ada kaitannya. Apalagi skema hutang yang digunakan adalah project based. Artinya perusahaan didirikan atas dasar project yang sudah established secara bisnis. Tentu sangat aman secara financial scheme. Model seperti ini keliatannya seperti model konglomerat. Tetapi sebetulnya tidak sama dengan konglomerasi. Konglomerasi berkembang karena hegemoni sumber daya termasuk modal dari induk perusahaan untuk unggul dalam persaingan. Sementara PDV bertujuan membangun kekuatan stakeholder atas dasar kebersamaan untuk tujuan efisiensi dan meningkatkan sumber pembiayaan diluar induk agar bisa berkembang cepat.

Keberadaan super holding sebagai strategi menerapkan  bisnis model PDV ini. Contoh PT. Waskita sebagai EPC membentuk anak perusahaan PT. waskita Toll Road. Anak perusahaan ini bertindak sebagai developer toll dan menarik dana dari bank dengan underlying konsesi toll. Siapa yang bangun ? Ya PT. Waskita. Dengan demikian waskita dapat dana membangun dari anak perusahaan. Artinya neraca PT. waskita sebagai BUMN tidak dijaminkan, atau posisi off balance sheet. Resiko utang ada pada waskita toll road. Bagaimana Waskita toll road membayarnya? Ya melalui pelepasan saham ke publik atau secara private placement untuk dapatkan capital gain. Sementara bisnis Core PT. Waskita melaksanakan fungsinya sebagai Agent of development.

Nah ada contoh sederhana lagi, kalau akuisisi Freeport diserahkan kepada PT. Aneka Tambang, tentu tidak mungkin bisa mendapatkan dana dari pasar uang. Mengapa ? neraca PT. Aneka Tambang tidak qualified. Tetapi dengan adanya Holding Tambang yang merupakan gabungan dari beberapa BUMN tambang, maka secara akuntasi PT. Inalum sebagai holding, qualified menerbitkan Global Bond sebesar USD 3,8 miliar. Apakah resiko ada pada Inalum sebagai Holding? tidak. Penerbitan global bond itu tidak dijamin oleh BUMN Holding Tambang ( Inalum) tapi oleh Freeport yang sumber pembayaran utangnya dari deviden atas saham Freeport yang dikuasai. Paham ya sayang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...