Senin, 22 April 2019

Sebuah realitas tentang Anies dan Ahok.



Dalam satu kesempatan, saya bertemu dengan teman politisi salah satu partai “ Ahok itu gila. Salahsatu PAD terbesar DKI itu adalah PBB. Lah dia buat aturan batas tidak kena pajak PBB. Tahun 2016 dia bebaskan NJOP dibawah 1 Miliar rupiah. Tahun 2017 dia akan naikan batas tidak kena pajak sampai Rp. 2 miliar. Lama lama DKI tidak punya lagi sumber PAD. Maunya apa ? Katanya. 

Saya hanya tersenyum. " Dengar ya Bro, itu karena dia smart. Dia ingin agar NJOP itu setiap tahun dinaikan. Dia tahu pasti bahwa potensi pajak itu ada pada orang kaya. Bukan pada orang miskin. Coba dech sekarang apartement termurah dikawasan emas sudah diatas Rp. 2 miliar rupiah. Belum lagi rumah di kawasan mewah.

Ahok berencana setiap tahun batas tidak kena pajak dinaikan dan tentu semakin banyak yang tidak kena pajak.  Tapi Pajak orang kaya semakin besar diserap DKI. Dengan adanya kenaikan NJOP maka orang miskin tertolong tidak kena pajak , pada waktu bersamaan orang kaya semakin tinggi bayar pajak. Nah itu namanya keadilan sosial. " Kata saya.
" Tapi kan nyusahi kita, bro. Katanya sengit. 
" Eh, engga suka dengan ketentuan NJOP terus naik sesuai pasar? Ya jangan punya rumah mewah. Ahok sediakan rusun tapi kamu harus jadi orang miskin dulu.
"  Ya itu namanya nyusahin orang. Katanya semakin emosi."
" Kalau cara kamu berpikir seperti itu kamu tidak tinggal di kota metropolitan. Tinggal aja di kampung.

PBB itu adalah pajak kekayaan. Prinsipnya adalah keadilan. Beda dengan pajak penghasilan yang memang berlaku umum sebagai kewajiban bagi setiap warga negara. Mengapa ? Yang menikmati kenaikan value object pajak itu adalah orang kaya. Itu asset tidur. Tidak berdampak kepada produktifitas dan peningkatan ekonomi wilayah. Makanya pemda harus pajaki sesuai harga pasar. Nah, satu satunya cara menurunkan rasio GINI perkotaan adalah dengan menerapkan pajak progressive atas value object pajak. Itulah cara smart Ahok menterjemahkan pinsip keadilan sosial dalam sila ke LIma Pancasila.

Nah sekarang Anies akan menghapus batas tidak kena pajak yang sudah ditetapkan oleh Ahok. Artinya kenaikan NJOP akan memeras orang tidak kaya. Padahal bagi orang tidak kaya, memiliki rumah itu bukan alat investasi tetapi untuk tempat tinggal. Engga percaya?  Tanyalah kepada orang pemilik rusun. Mereka beli rusun itu untuk tempat tinggal. Engga ada dalam pikiran mereka mengharapkan kenaikan value. Tanyalah sama orang yang tinggal di perkampung bukan kawasan elite di Jakata, akan sama jawabanya.

Rencana penghapusan batas tidak kena pajak untuk PBB DKI, karena kepanikan Anies karena gagal meningkatkan kinerja DKI diluar APBD. Dia hanya bisa bergantung kepada APBD. Tentu dengan memeras rakyat. Selagi DKI dikelola dengan cara konvensional maka DKI akan jadi kota kapitalis yang memang tidak ramah bagi orang miskin. Anies harus belajar dari kota besar di China dimana sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar dari luar APBD. Seperti halnya kota Huangzo dimana pendapatan terbesar dari objeck wisata yang dikelola pemda. Kota Shenzhen sebagian besar PAD didapat dari pengelolaan Pasar rakyat dan kawasan industri.

Kalau sudah begini saya rindu si kafir itu untuk kembali memimpin Jakarta. Tapi semua sudah terlambat. DKI harus menerima kenyataan, dipimpin oleh predator yang menang karena ayat Tuhan. Andaikan Jokowi menang sesuai keputusan resmi KPU maka itu karena doa orang tulus dikabulkan Tuhan, agar tidak bernasip sama dengan DKI. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Yield dan trust ?

  Dalam dunia investasi pada surat utang dikenal dengan istilah Kupon   dan Yield atau imbal hasil.   Kupon itu bunga tetap. Biasanya dibaya...