Senin, 18 Februari 2019

Semoga Pak PS paham...



Unicorn itu sebetulnya istilah yang dipakai oleh investment banker kepada start up bisnis yang sedang menuju exit ke pasar modal. Istilah ini kali pertama di populer kan  oleh sang venture capital Aileen Lee ketika wabah business dotcom melanda AS tahun 90an. Menurut data sejak tahun 2000an start up bisnis yang sukses hanya 0,07 % menjadi Unicorn. Atau dari 10000 start up bisnis hanya 7 saja yang sukses menjadi Unicorn. Selebihnya terkapar di death valley. Makanya Aileen Lee menyebut itu Unicorn, sejenis benih yang lebih sebuah mitos. Kalau kita lihat sekarang seperti facebook yang lahir tahun 2000an dimana markap nya USD 472 bilion. Alphabet inc yang di dirikan tahun 1990an kemudian berubah menjadi Google itu markap mencapai USD 772 miliar. Amazone juga sama suksesnya dengan kapitalisasi USD 778 miliar mengalahkan Google. Mereka disebut dengan super Unicorn. Tetapi langka sekali yang bisa sesukses mereka.

Majalah Fortune, misalnya, telah membuat daftar dengan lebih dari 100 unicorn saat ini. Pada akhir 2017, CB Insights telah menghitung 220 unicorn dengan nilai kumulatif $ 763 miliar. Beberapa unicorn berbasis di AS yang akrab termasuk Uber, Airbnb, SpaceX, Palantir Technologies, WeWork dan Pinterest. China mengklaim sejumlah unicorn juga, termasuk Didi Chuxing, Xiaomi, China Internet Plus Holding (Meituan Dianping). Investor yang terlibat dalam pembiayaan business dotcom ini tidak banyak. Yang popuper adalah Sequoia Capital China, SIG Asia Investments, Sina Weibo, Softbank Group, Lowercase Capital, Benchmark Capital, Google Ventures, Matrix Partners, Tiger Global Management, Founders Fund, Tencent Holdings, KKR, Smash Ventures, GGV Capital, Vertex Venture, Formation Group, Sequoia Capital India, Warburg Pincus. 

Nah apa yang sulit bagi bisnis dotcom dengan impian menjadi Unicorn itu, yaitu membangun komunitas. Ini membutuhkan kreatifitas dan konsistensi terhadap Visi bisnis. Mungkin semua orang punya kemampuan itu. Tetapi menghadapi proses yang panjang dengan investasi intangible itu yang jadi masalah. Apalagi infrastruktur berupa server data center, platform IT, biaya operasional sewa bandwith itu menguras dana tidak sedikit. Contoh untuk target komunitas 1 juta orang saja butuh server sekitar ratusan juta dollar. Sementara hasil belum pasti. Kalau gagal maka semua investasi itu akan delusi. Kalau tidak mau investasi itu maka platform akan sulit menarik komunitas. Maklum pesaing juga banyak. User selalu nyaman di sistem online yang cepat dan murah. Mereka cepat masuk. Namun sedikit saja ada masalah akibat influence market mereka cepat juga keluar. Seperti kasus bukaLapak.

Ada kriteria atau qualifikasi untuk sampai bisa disebut Unicorn. Salah satunya adalah kapitalisasi atas platform IT yang menyediakan wahana transaksi. Nah untuk mencapai tahap Unicorn ini engga mudah. Perusahaan harus menyediakan platform IT yang bisa menarik komunitas diatas 100.000 dengan interaksi diatas USD 1 miliar setahun. Untuk mencapai kapasitas tersebut, perusahaan bukan hanya menyediakan software yang canggih dan  user friendly tetapi juga harus didukung oleh infrastruktur yang kuat. Seperti pengadaan server database yang berkapasitas terabit dan Com Server yang berkecepatan juga Terabit. Mengapa ? Karena kalau kapasitas rendah akan membuat User tidak nyaman. Orang males akses kalau lemot.

Apakah itu cukup ? Belum. Harus pula di dukung oleh tersedianya bandwith berkapasitas besar. Dan ini ada pada perusahaan telekomunikasi. Yang mampu menyediakan itu adalah negara. Mengapa AS, Eropa, China banyak tumbuh bisnis dotcom? Karena tersedianya infrastruktur Telekomunikasi yang terus di kembangkan untuk jaringan IT. Kini sudah masuk ke tehnologi 4.0 yang mendukung aplikasi bukan hanya internet tetapi Internet of thing, Artificial Inteligent. Di Indonesia di era sebelum nya bisnis dotcom tidak seanyar era Jokowi. Mengapa ? Karena keterbatasan infrastruktur. Disamping itu karena sifatnya monopoli terkesan bandwidth itu sumber daya yang langka. Nah di era Jokowi, bandwith itu diperbesar dengan memberikan penugasan kepada PT. Telkom untuk menyediakan infrastruktur bandwith lewat fiberoptik dan satelite. Pemerintah juga membangun single payment gateway ( GPN) agar bisa mengamankan dan mengawasi transaksi online. Disamping itu pemerintah mengeluarkan kemudahan kebijakan investasi untuk penyediaan bandwith kepada pihak swasta. Akibatnya bandwith tidak lagi menjadi sumberdaya terbatas. Danpaknya tentu mendorong muncul nya bisnis dotcom dengan platform market place. 7 Unicorn di Asia, 4 ada di Indonesia.

Bagaimana bisa sukses dalam bisnis online berbasis komunitas ini? Saya tertarik dengan ide bisnis online di china dan Thailand, Malaysia. Mereka membuat jaringan market place tertutup. Hanya untuk members sejenis saja. Contoh pabrik snack. Mereka punya platform IT sendiri yang menghubungkan konsumen, produsen, pemasok, dan pembiayaan. Begitu juga lainnya. Nah publik lebih punya kenyamanan dan kepercayaan untuk belanja di platform ini. Karena sifatnya khusus. Apalagi dilengkapi dengan market Offline lewat pameran dan outlet secara terpusat. Sistem seperti ini lebih mudah di kembangkan di Indonesia. Lebih kecil resiko nya daripada menyediakan market place beragam barang. KIta mendambakan gerakan koperasi dapat membentuk platform IT ini untuk memperluas market dan kemitraan. Cara ini tidak perlu investor asing. Di china ada ratusan jenis usaha punya platform ini. Umumnya petani dan nelayan. Mereka sukses tanpa perlu hedge Fund dari venture capital

Jokowi percaya bahwa tekhnologi 4.0 adalah sebagai Golden Bridge Indonesia menuju masa depan yang kuat dan bermatabat. Kita tidak boleh lagi tertinggal seperti hadirnya  Revolusi industri generasi pertama dengan adanya mesin Uap, Kemudian masuk lagi Revolusi industri Generasi kedua dengan lahirnya tekhnologi Listrik. Generasi ke tiga dengan lahirnya komputer dan otomatisasi. Nah di Revolusi Industri Generasi ke 4 ( 4.0 ) kita harus ambil bagian untuk lompatan jauh kedepan. Mengapa ? Kalau ingin unggul dalam putaran waktu, suka tidak suka semua sektor terhubung dengan tekhnologi 4.0  Kuatnya posisi tawar sektor pertanian di China, Thailand, Malaysia, adalah berkat diterapkannya tekhnologi 4.0. Yaitu sejak proses rencana tanam, penentuan jenis tanaman yang sesuai dengan trend market International, memotong jalur distribusi, membuka akses pasar, membuka akses pembiayaan, membuka akses tekhnologi. Tekhnologi 4.0 sudah diterapkan. Memang kuncinya ada pada SDM. Makanya periode berikutnya Jokowi akan focus kepada SDM.

Mengapa ? Karena 70% rakyat Indonesia belum paham apa itu tekhnologi 4.0. Mereka paham bisnis online tetapi itu hanya bagian kecil dari kehadiran tekhnologi 4.0. Karena kita belum masuk ke IOT, IA secara utuh. Saya membayangkan Indonesia seperti china dimana petani menanam sesuai dengan trend market dan koperasi nya terhubung dengan semua AGRO industri dunia melalui database supply chain. System Inventory nya terhubung dengan fintect peer to peer yang Menjadi financial solution tanpa bunga. Warkat Resi Gudang nya Sangat Likuid di market. Semoga pak PS paham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Di balik tataniaga Timah.

  Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal mengatakan bahwa Indonesia kini merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia. Dia...