Selasa, 17 Juli 2018

DKI ramah investasi


Fakta sejak Anies jadi gubernur DKI terjadi peningkatan realisasi investasi dibandingkan era Ahok walau tidak significant. Yaitu mencapai Rp 49 triliun pada semester pertama tahun ini. Anies membuktikan kepada dunia usaha bahwa dia akan ramah terhadap investasi. Hampir semua pengusaha yang saya kenal bergerak dibidang jasa dan Property di era Anies memang serba mudah. Tidak dibebani banyak kewajiban sosial seperti era Ahok. Anies hanya focus kepada penerimaan resmi dari pajak daerah yang akan masuk PAD. Penerimaan diluar anggaran berupa CSR dan kewajiban fasum tidak begitu menjadi keharusan. Bisa di nego lah.

Contoh soal reklamasi yang kembali diteruskan sesuai amanah kepres era Soeharto dimana reklamasi untuk daerah hunian. Sementara reklamasi sebagai satu kesatuan program banjir di hentikan. Jadi tidak ada lagi retribusi tambahan sebesar 15% yang dinilai membebani pengusaha. Bagi Anies program banjir itu tanggung jawab pusat. Mengapa Pemda harus pusing mikirkan anggaran proyek itu. Apalagi harus membebani pengusaha yang bisa membuat iklim investasi di DKI tidak konduksif. Sesuai aturan memang Anies benar. Dan Jokowi juga tidak menyalahkan bila DKI engga mau dibebani anggaran program tanggul raksasa pantura Jakarta.

Makanya Anies focus kepada peningkatan PAD secara normatif. Selama PAD belum mencukupi Ya Anies lebih memilih melakukan pembiaran atas kreatifitas masyarakat kelas bawah memanfaatkan sumber daya DKI untuk Survival. Mengapa? Teori klasik mengatakan selagi orang bisa terus mengais sampah itu artinya orang masih punya ruang untuk hidup. Dan lagi sebagian besar Rakyar DKI tidak punya hubungan emosional dengan Jakarta. Maklum sebagian besar mereka adalah pendatang dari daerah lain. Begitu juga soal Asian Games, Anies engga mau pusing. Karana itu program pusat dan ketua panitianya adalah wapres. Bukan dia. Ngapain repot !

Atas dasar itulah maka Anies menyingkirkan semua orang dekat Ahok walau prestasi mereka hebat. Mengapa ? Karena pejabat binaan Ahok memang di design kemandirian DKI dalam meningkatkan anggaran berdasarkan kinerja, bukan jumlah dana tersedia di APBD. Harus mengutamakan pelayanan profesional kepada publik. Karenanya untuk itu Anies engga perlu orang pintar. Yang penting loyal kepada dia. Jadi beda pemimpin tentu beda kebijakan. Masalahnya kalau DKI mengandalkan APBD yang sebagian besar habis untuk belanja pegawai maka sampai kapanpun program keberpihakan kepada rakyat kecil tidak akan terjadi. Kecuali memberikan ruang semakin luas kepada pengusaha untuk mendapatkan rente dari peluang bisnis yang ada di jakarta. Anies juga engga peduli itu urusan presiden mikir. Bukan dia. Dah gitu aja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...