Senin, 30 April 2018

Persatuan Umat Islam...



Mungkin Indonesia adalah negeri sejuta masjid. Mungkin jumlah masjid lebih banyak di Indonesia daripada seluruh negara Islam yang ada di timur tengah. Mengapa ? Karena masjid itu tumbuh dan berkembang sejak dahulu kala. Karena memang tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan dari kerajaan Islam di nusantara ini. Coba perhatikan dimanapun kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Islam pasti ada masjid raya didepan balaikota. Bahkan menyatu dengan alun alun tempat rakyat berkumpul. Itu artinya keberadaan masjid tidak bisa dilepaskan dari instrument politik kekuasaan. Itu faktanya bahwa persatuan umat Islam itu ada di masjid.

Dulu era Soekarno kekuatan partai Islam Masyumi merupakan kekuatan significant bersama sama dengan partai nasionalis dan komunis. Itu berkat kekuatan jaringan masjid. Akhirnya Soekarno terpaksa membubarkan konsituante hasil pemilu 1955 karena Masyumi tidak bisa menerima platform nasionalis. Dan setalah itu Masyumi terpaksa dibubarkan setelah terlibat pemberontakan PRRI. Di era Soeharto, Masyumi tetap tidak boleh tampil namun diganti dengan PPP namun tokoh Masyumi tidak boleh lagi naik panggung politik. Dan jaringan masjid dikuasai oleh Golkar dan sampai sekarang JK merupakan fungsionaris Golkar adalah ketua dewan masjid yang ikut bagian sukses mengantarkan Jokowi sebagai presiden RI.

Dalam sistem demokrasi di era reformasi, terpilihnya SBY sebagai presiden tahun 2004 karena JK mendampinginya yang juga tidak bisa dilepaskan dari dukungan jaringan masjid dan setelah itu PD terus bina jaringan Islam ditingkat akar rumput ( jaringan masjid ) bersama PKS, PKB dan PPP. Makanya bisa bertahan dua periode kekuasaan. Walau kini kekuatan partai Islam terbelah namun kapanpun mereka akan melebur menjadi satu. Kapan saja bisa terjadi. Cukup satu hal prinsip yang bisa memicu mereka bersatu maka mayoritas umat Islam akan jadi kumpulan lebah yang bergerak tertip untuk membela sang ratu. Inilah yang saya kawatirkan sebagaimana saya sangat sedih ketika Ahok kalah di Pilkada DKI.

Belajar dari kekalahan Ahok, saya ingin proses pemilu tahun 2019 ini, kita sebagai pemilih Jokowi harus smart. Jangan pancing kemarahan akar rumput umat Islam. Sikapi perbedaan pandangan politik dengan santun, baik dalam hal syariat Islam maupun pemahaman tauhid. Mereka yang ngeyel dan penebar kebencian di sosial media itu tidak banyak. Tetapi mereka aktif sekali memancing kemarahan pendukung Jokowi dan kalau kita terpancing maka itu akan dijadikan narasi dan bukti kepada umat Islam yang awam poltik bahwa pendukung Jokowi musuh Islam. Sedikit saja Jokowi kepeleset kekuatan Islam yang terpecah akan bersatu maka kisah kekalahan PDIP di DKI akan terulang lagi. Smart lah bahwa kita butuh kemenangan Jokowi sebagai ujud nyata bangkitnya Islam rahmatan lilalamin. Jangan dicampur dengan kebencian... jangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Inflasi momok menakutkan

  Dalam satu diskusi terbatas yang diadakan oleh Lembaga riset geostrategis, saya menyimak dengan sungguh sungguh. Mengapa ? karena saya tid...