Jumat, 10 November 2017

Uang dan Kekuasan.


Jargon idiologi atau agama yang membungkus dirinya dalam retorika politik atau gerakan ormas hanyalah terompet dari kekuatan uang. Sistem demokrasi atau totaliter sama saja. Itu hanya model atau cover saja. Penguasa sebenarnya adalah uang. Nah kalau bicara uang maka jangan beranggapan bahwa uang itu seperti yang ada di ATM anda. Tapi uang yang dimaksud adalah berhubungan dengan resource ( sumber daya ). Uang di created oleh negara. Negara meng create uang berdasarkan regulasi. Regulasi yang buat adalah DPR. DPR membuat regulasi itu tidak bisa dipisahkan dari loby pengusaha.Di balik pengusaha itu ada bisnis. Di balik bisnis ada uang. Dan dibalik uang ada pemain hedge fund. Jadi real power adalah pemain hedge fund. Merekalah yang menyediakan resource ( sumber daya ) keuangan sehingga menjadi mesin kapitalis.

Suatu waktu di Desember 2015 di Hong Kong Financial Club. Mata saya terus tertuju keluar lewat kaca lebar nampak udara berkabut dingin menggigit. Dia datang juga akhirnya. “ Tidak ada yang mengatur dunia kecuali pemain hedge fund. Mereka mesin yang memanjakan pemilik uang dimana saja. Dunia ada karena uang dan mereka menjadikan uang sangat berkuasa atas apapun. Termasuk menentukan nasip bangsa dan negara. Trumps yang idiot dan businessman yang sudah berkali kali berlindung di bawah UU kebangkrutan akan menjadi orang nomor satu di AS. Itu karena Cevron dan Boeing berada digaris depan mendukunganya. Kamu tahu siapa dibelakang Cevron dan Boeing ? JP Morgan dan associated nya. Siapa dibalik Jp Morgan? mereka pemain hedge fund. “ Katanya. Dan benarlah dalam kompetisi Pilpres, Trump berhasil menjadi orang nomor satu di AS.

Para fund manager, banker, lawyer, pengamat politik, ekonom, bahkan Ormas dan Parpol semua dalam lingkaran kekuasaan pemain hedge fund. Mereka tidak akan bisa ditemukan di tempat umum. Karena semua aktifitas bisnis dan investasi yang marcusuar berujung kepada proxy yang hanya bidak dari pemain hedge fund sesungguhnya. Ketika terjadi krisis financial tahun 1998 yang membuat ASIA terguncang, semua pemimpin dunia menuding penyebabnya adalah UU Glass-Steagall Act dimana terjadi pemisahan antara bank komersial dengan Bank investasi. Tapi sebetulnya suara pemimpin dunia itu tidak lain adalah suara pemain hedge fund. Krisis itu hanyalah excuse untuk tujuan lebih besar. Benarlah, tahun 1999 Glass-Steagall Act dibatalkan oleh undang-undang Gramm-Leach-Bliley Act.

Apa yang terjadi setelah itu ? tahun 2008 walllstreet collaps dengan delisting nya saham Lehman Brothers dan berujung kepada badai moneter berskala gigantik. Imbasnya bukan hanya dijantung kapitalis AS tapi juga ke Eropa dan akhirnya dunia. Sejak itu satu demi satu penguasa yang membangkang tersingkir. Itu semua ulah dari pemain hedge fund. Mereka punya cara hebat menghukum penguasa ketika politik sangat berkuasa menentukan apa saja dan membuat ruang gerak mereka semakin sempit. Terjadinya Arab spring yang kini berujung reformasi politik kerajaan Arab yang menghukum ulama pendukung radikalisme tidak bisa dipisahkan dari ulah pemain hedge fund yang memaksa penguasa untuk “ Surrender or die.”
Ketika acara pertemuan Organisasi Pengusaha pada masa Pilkada DKI, beberapa proxy pemain hedge fund hadir disana. Saya segera keluar dari ruang pertemuan itu. Teman saya yang juga pemegang saham salah satu bank, bilang kesaya “ Ahok tamat.”. Mengapa mereka tidak suka Ahok? karena dia terlalu membela kepentingan rakyat melalui aksi menekan pengusaha lewat aturan konpensasi di luar anggaran. Sikap Ahok yang paling mereka tidak suka adalah menjadikan DPRD mandul sebagai kepanjangan tangan pengusaha. Mereka hanya ingin penguasa , hanya bekerja sesuai sistem dan dari sistem itulah mereka mengatur roda kekuasaan sambil main golf dan menikmati piknik di pusat wisata dunia.

Tahun depan diperkirakan Krisis akan kembali melanda dunia. Ini merupakan agenda besar dari pemain hendge fund, yaitu menggebuk penguasa yang masih bandel. Ada beberapa penguasa yang jadi target dan Jokowi adalah salah satu target yang akan digebuk. Pengalaman sebelumnya mereka selalu berhasil menjatuhkan penguasa seperti Soeharto dan terakhir membuat bangkrut venezuela dan memaksa raja Arab menangkapi elite kerajaan yang bandel. Tapi Jokowi bersama teamnya sangat sadar akan adanya serangan besar besaran itu di tahun 2018. Ini bukan untuk di takuti tapi harus dihadapi. Kehidupan seperti ini bukan hal baru tapi sudah ada sejak mata uang terbuka diterapkan.

Makanya Team Jokowi mempersiakan perang itu dengan baik. Berbagai regulasi yang bisa menjadi benteng gelombang krisis dibuat. Team di perkuat , koordinasi antar kelembagaan di intensifkan. Maklum bahwa perang semacam ini sangat rumit karena bukan hanya soal ekonomi tapi juga politik yang melibatkan para proxy dilingkaran pemain hedge fund seperti Parpol , Ormas dan pengamat politik dan ekonomi yang semuanya telah menjadi pelacur hedge fund. TNI dan Polri sadar sekali akan perang proxy ini pasti terjadi dan telah mempersiapkan diri dengan baik bersama perwira lapangan terbaik dalam operasi kontra-idiologi, kontra-radikalisme. Pelajaran kekalahan Ahok adalah contoh kasus kemenangan pemain hedge fund. Pemerintah tidak mau lagi kecolongan untuk kedua kalinya. Once is enough.

Kita harus belajar dari China bagaimana selalu menang dalam menghadapi perang dari pemain hedge fund ini. “ Ketika badai datang dari luar maka focuslah kepada musuh dari dalam negeri yang membungkus dirinya dengan gerakan sosial atau agama. Hadapi mereka dengan keras karena mereka bukan pejuang moral dan agama tapi proxy dari musuh kita sebenarnya “ demikian sikap china. Itu sebabnya China sangat dibenci oleh pemain hedge fund dan tentu China dibenci dimana mana, khususnya oleh para proxy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...