Kamis, 23 November 2017

Jokowi bisa pecat Gubernur ?



Seorang nitizen yang sangat peduli kepada pembangunan Jakarta, bertanya kepada saya “ Babo, bisa engga presiden pecat si Anis itu. “. Saya jawab bahwa berdasarkan UU, tentu bisa asalkan memang Gubernur itu melakukan kesalahan dan berkinerja buruk. “ Karena itu saya ingin menjelaskan secara singkat hubungan antara pemerintah pusat dan Daerah. Walau gubernur di pilih langsung oleh rakyat lewat Pilkada, namun dia tetap bekerja dibawah kekuasaan presiden. Penanggung jawab pembangunan nasional itu ada pada presiden. Jadi agenda gubernur ya agenda Presiden. Kalau terjadi penyimpangan maka presiden melalui mendagri bisa menegur , dan bisa juga merevisi kebijakan gubernur, bahkan Perda bisa dibatalkan kalau tidak sesuai dengan UU, termasuk penetapan anggaran yang sudah disetujui DPR dapat di revisi atau di potong oleh Mendagri dan menteri Keuangan. Benarkah begitu besarnya kekuasaan presiden?

Mari simak ulasan berikut ini. UU UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) di keluarkan sebulan sebelum Joko Widodo dilantik jadi presiden. RUU nya diusulkan tahun 2012 dan butuh 10 tahun untuk disyahkan DPR. UU baru ini adalah salah satu dari dua lainnya yaitu UU Desa dan UU Pemilihan Kepala Daerah, yang merupakan tiga pecahan dari UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mengapa tedapat tiga pecahan UU sendiri-sendiri? Karena ada keperluan penyempurnaan sesuai urusan masing-masing. Beberapa kelemahan yang diperbaiki misalnya menyangkut konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat sipil dan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang belum diatur.

Dalam UU 23/2014 tentang Pemda itu, ada pasal mengenai sanksi kepada kepala daerah berkinerja buruk atau dianggap melanggar UU. Jika pada UU sebelumnya disebutkan bahwa kepala daerah baru bisa diberhentikan apabila sudah ada rekomendasi DPRD kepada Presiden melalui Mendagri, kini prosesnya sudah diubah. Pada Pasal 80 UU Pemda itu, pemberhentian gubernur atau wakil gubernur bisa dilakukan oleh Presiden apabila pimpinan DPRD tidak menyampaikan usulan pemberhentian paling lambat 14 hari. Sedangkan walikota dan bupati diberhentikan langsung oleh Mendagri jika DPRD tak mengajukan usulan. Jadi, DPRD tidak bisa mengulur-ulur waktu lagi.

Belum cukup? Lebih keras lagi pada Pasal 80 turunanya, gubernur dan wakil gubernur diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi tindakan gubernur yang terus menggoreng issue perpecahan bangsa dapat di pecat walau DPRD membelanya. Bukan hanya soal itu saja, bahkan soal kecil seperti apabila gubernur cuti tanpa izin Presiden maka lebih dari 7 hari engga ngantor, presiden dapat memberikan teguran keras kepada Gubernur, dan dia harus mengikuti karantina pembinaan khusus di Puslitbang Mendagri agar ngerti tata kelola Pemda dan tahu aturan agar engga bego dan oon.

Jadi sekarang, gubernur yang ngeyel terhadap presiden dan sok jagoan ingin menjadikan negeri ini seperti khilafah atau menjadikan ibu kota jakarta kampung kumuh asalkan syariah, maka dia akan jadi pecundang. Gubernur memang pejabat politik tapi dia tidak bekerja untuk mesin politik. Dia bekerja sebagaimana layaknya walikota, yang harus mampu menterjemahkan kebijakan presiden secara detail dalam tataran implementasi mikro. KInerjanya di ukur bukan dari wacana dan retorika tapi dari prestasi nyatanya bagaimana meningkatkan PAD , dan mensejahterakan rakyat. Itu aja. Jadi ya sama dengan direktur utama anak perusahaan dihadapan Holding. “Banyak bacot, gue pecat lue, engga ada urusan labay moral. Gua mau untung bukan dengerin lue ngoceh.” kira kira begitu sikap sang bos kepada dirut anak perusahaan, ya begitupula sikap Jokowi terhadap kepala Daerah yang oon.


1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...