Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Retorika hebat. Proteksionisme pasar dia dengungkan terus sebagai pelangkap narasi ‘ Make American great again.” Itu yang terjadi ketika dia jadi presiden pada tahun 2017-2021. Pada Pemilu tahun ini retorika yang sama dia gunakan lagi.
Memang disaat sebagian rakyat AS terpuruk, nasionalisme dalam jargon politik sangat laku dijual “ Seperti ungkapan dari Robert Lighthizer di hadapan mahasiswa Harvard“ "Kita harus terus memisahkan ekonomi kita secara strategis dari Tiongkok, kata mantan pengacara perdagangan itu kepada para mahasiswa yang hadir. "Ini," tegasnya dengan suara serak, "adalah pertempuran kebijakan ekonomi utama warga Amerika yang patriotik untuk generasi mendatang."
Kalau anda pahami strutur industry AS dan sosial ekonomi AS, tentu anda bisa saja tertawa dengan jargon Trump itu. Mengapa ? Sejak AS menerapkan ekonomi berbasis comparative advance tahun 2000 an. Secara berlahan lahan Industri AS berfocus kepada design technology. Sementara pusat produksi pindah ke China, Taiwan, Korea, Jepang dan juga Eropa. Contoh sederhana. Apple tidak punya pabrik di AS tapi di China dan Taipeh. GE relokasi pabriknya ke China. Tesla, sebagian besar supply chain industrinya ada di China. Di AS hanya manufaktur. Begitu juga dengan yang lainnya.
Nah bayagkanlah. Kalau tarif tinggi ditetapkan oleh Trumps untuk produksi dari China, itu sama saja mematikan bisnis design technologi dan manufaktur korporat di AS. Dalam satu studi tahun 2024 menemukan bahwa tarif atas barang-barang Cina justru mengurangi jumlah pekerjaan manufaktur AS hingga 2,7%. Hal itu karena hilangnya lapangan kerja yang terkait dengan meningkatnya biaya input dan tarif pembalasan. Dan Presiden Biden merasakan dampaknya dari adanya perang dagang China-AS.
Kalau Trumps ingin lanjutkan perang dagang dengan lebih radikal, itu memang efektif menurunkan volume ekspor China ke AS. Yang rugi justru konsumen AS yang harus membayar tarif tersebut dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Dampaknya bisa inflasi. Dan ini akan memaksa The fed mempertahankan suku bunga tinggi. Secara geopolitik kebijakan suku bunga tinggi ini berimbas serius terhadap ekonomi negara mitra dagang AS lainnya seperti Eropa, jepang, Korea, Taiwan dan tentu Indonesia.
Selama masa kampanye, narasi Trump tentang peningkatan tarif impor seperti magic word di hadapan pemilihnya. Dengan mengusulkan bea masuk setinggi 60% untuk barang-barang China, dan 10% hingga 20% untuk semua impor lainnya. Ia telah berjanji bahwa tarif tersebut akan membantu menciptakan lapangan kerja dengan adanya relokasi industry AS dari China untuk pulang kampung ke AS.
Tetapi itu tidak mudah. Karena china melarang modal korporat asing keluar dari China, kecuali laba. Darimana duit untuk relokasi ke AS? Disamping itu, produktifitas pekerja AS tidak bisa menandingi pekerja China. Dimana mana motive business selalu sama, yaitu lebih memilih pusat produksi yang tingkat produktifitas nya tinggi dan secara output ekonomi tergolong murah.
Pada akhirnya nanti Trump akan menyerah dengan sendirinya. Bukan karena tekanan China, tetapi resiko politik domestik akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh kebijakannya. Apalagi balasan china dengan menaikkan tarif impor produk pertanian. Semua tahu pemilih terbesar Trump adalah petani. Pasar pertanian AS di China seperti kedelai, gandum, daging, akan digantikan oleh Rusia. AS menghadapi dilemma antara kepentingan ekonomi domestic dan beban sejarah sebagai penyeimbang putaran USD. Masalahnya, perubahan sosial dan budaya AS tidak siap bersikap atas dilemma itu.
***
“Saya akan katakan kami masih memiliki kemiskinan dalam skala besar, tingkat yang besar, yang saya bertekad untuk turunkan, dan kami memiliki persentase yang signifikan dari anak-anak kami yang kekurangan gizi,” kata Prabowo dalam pidato utama APEC CEO Summit di Lima Peru, pada Kamis, 14 November 2024, dikutip dari video Sekretariat Presiden.
Berbeda dengan pertemuan G20 di Bali pada November 2022. Jokowi membanggakan kesuksesan Indonesia mengatasi COVID dan menjaga pertumbuhan tetap positif. Di Lima, Prabowo membuang jauh kebanggaan itu. Dia tidak a ingin menutupi bopeng negerinya.
Menurut saya, itu politik cerdas. Bahwa fakta Indonesia dirugikan dalam globalisasi Kawasan. Janji negara maju me-write off utang negara berkembang tidak kunjung dipenuhi. Malah terus membanjiri utang yang menjerat batang leher. Yang sehingga ruang fiscal APBN semakin menyempit. Mengurangi power untuk mengeskalasi pertumbuhan yang berkeadilan.
AS dengan kebijakan moneternya memaksa negara emerging market nya untuk menguras dompet lebih banyak. Sehingga terpaksa anggaran untuk sosial dikurangi demi mengatasi volatilitas kurs mata uang. Dan China dengan stimulus nya semakin kuat daya saingnya dan membuat barang impor China jadi mahal. Pasar proteksi secara moneter membuat produk SDA negara berkembang seperti Indonesia semakin tidak bernilai harganya. Tidak cukup margin menutupi ongkos kerusakan lingkungan. Singa berbulu domba.
Satu satunya kelebihan Probowo adalah penguasaan nya terhadap geopolitk dan geostrategis. Dia tahu bagaimana bersikap secara poltik dan pada waktu bersamaan menguntungan kepentingan domestic. Dia pemain dalam arti sesungguhnya di panggung politik international. Dengan cerdas dia gunakan narasi keberpihakan dengan tegas terhadap Gaza. Begitu cara dia melawan AS. Dan kepada China, dia tidak akan mundur satu langkahpun di LCS.
Singkatnya dalam Bahasa kampung “ kalau kalian ( AS dan China) inginkan kami percaya, pastikan kami tidak dipihak yang dirugikan. “ Prabowo berani berkata begitu. Karena dia tahu arti kekuasaan sebagai presiden di negara yang sangat penting di APEC. Bayangkan,kalau selat malaka dan Lombok ditutup. AS dan China mau dagang lewat mana?