Senin, 24 Maret 2025

Struktur organisasi BPI Danantara.?

 






Di bawah BPI Danantara ada Holding yang terkait dengan operasional yaitu PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI. Secara hukum PT. BKI statusnya tetap Badan Usaha Milik Negara. Dan tunduk dengan UU Perseroan. Anak perusahaan dari BKI adalah BRI, BTN,  Jasa Marga, Waskita Karya,  Bank Mandiri, Semen Indonesia, Telkom Indonesia.BI, Wijaya Karya, Itu semua BUMN yang sudah listed di Bursa. Proses pengalihan saham ke BKI melalui inbreng. Artinya penyerahah modal tidak dalam bentuk tunai. Sehingga tidak dikenakan pajak. 


Karena yang diserahkan itu saham Seri B. Sementara saham Seri A tetap dimilik oleh Negara Republik Indonesia. Walau sahamnya hanya 1 lembar. Namun berdasarkan UU PT, pemegang saham Seri A berhak untuk menyetujui RUPS. Semua perikatan legal baik merger, pengurangan modal disetor atau penambahan pada unit bisnis, berinvestasi atau pembiayaan pada proyek harus dapat persetujuan dari pemegang saham seri A. Bahkan penentuan dan  penggantian direksi dan komisaris serta bonus harus persetujuan dari pemegang saham seri A.


Apakah dengan demikian BPI Danantara bisa bebas mengendalikan BKI. Tidak. Mengapa ? karena walau BKI sebagai SPV dibawah Danantara namun tetap BUMN, yang bukan milik BPI Danantara. Danantara hanya sebagai meneger investasi melalui SPV. Artinya pengendali tetap Negara Republik Indonesia, yang harus patuh kepada UU Keuangan Negaga No. 17/2003, UU No.1/2004 tentang Perbendarahaan Negara. Jadi sebenarnya BPI Danantara ini hanya mengambil alih sebagian hak dari Meneg BUMN. 


Walaupun Presiden punya hak menentukan kebijakan soal asset  BUMN, tetap saja dasarnya adalah UU Keuangan negara dan perbendaharaan negara. Walau BPI Danantara tidak dianggap sebagai Lembaga negara sehingga tidak bisa diaudit BPK, namun kalau melanggar UU keuangan negara,  itu akan berhadapan dengan  UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. DPR bisa meminta BPK melakukan audit bertujuan khusus.  Kalau terbukti bersalah, bisa jatuh Presiden.


Kalau melihat struktur organisasi Danantara, sebenarnya bertujuan menjadikan pengelolaan investasi negara itu menjadi private company dan bersifat tertutup sebagai investment holding. Jadi tidak boleh ada pejabat atau politisi mengintervensinya kecuali melanggar UU. Itupun sudah diatur dalam No. 31/1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Jadi tidak perlu kawatir, keberadaan BPI Danantara akan seenaknya gunakan asset BUMN untuk tujuan politik.  Apalagi terkait Bank BUMN. Itu ada OJK dan BI yang awasi. Enggg mudah memang. 


Dengan demikian apa kelebihan dari Danantara dibandingkan dengan BUMN dibawah Meneg BUMN?  Ada tiga menfaatnya.


Pertama. Posisi utang BUMN non financial tahun 2025 sebesar Rp. 1.141 Triliun. BPI Danantara bisa membantu merestruktur utang BUMN. Caranya?  BPI Danantara mengundang investor strategis bermitra dengan BUMN yang akan direstrukur. Sehingga business model lebih kuat. Dengan right menegement deviden BUMN, Danantara bisa sekuritisasi itu dengan menerbitkan surat utang convertible bond melalui SPV. Hasil penjualan surat utang itu dipakai untuk lunasi hutang BUMN. Selanjutnya BUMN hutang kepada SPV. Convertible bond Sifatnya off balance sheet.  Jadi neraca clean.


Kedua. Dengan modal disetor dari APBN sebesar Rp. 300 triliun pada BPI Danantara, itu bisa jadi modal leverage atas asset BUMN. Caranya. Danantara menjadi standby buyer atas rencana BUMN right issue dengan tujuan refinancing atas utang kepada SPV. Tentu akan didapat harga saham yang bagus. Setelah utang lunas kepada SPV, struktur permodalan jadi sehat. Tentu bisa tarik utang baru untuk ekspansi kepada proyek yang sesuai dengan bisnis model. Hanya perlu cash out maksimum Rp. 30 triliun untuk mendukung skema itu.


Ketiga. Danantara bisa menjadi Central Counterply. Selama ini kan kita tahu SBN itu hanya dijual begitu saja lewat pasar uang. Yang beli hanya yang punya uang cash seperti Dapen, Perusahaan Asuransi perbankan, BI. Nah dengan adanya CCP, pembelinya beragam dan cara bertransaksi juga beragam. Sehingga likuiditas SBN jadi lancar dan tentu cost of fund jadi murah. 


Contoh Bank A, perlu duit cash untuk menjamin likuiditasnya yang tersendat. Semantara dia hanya punya stok SBN di brankasnya. SBN itu sumber fixed income bank. Kan sayang kalau dijual. Nah  lewat CCP,  bank tidak perlu jual SBN itu, tapi gadaikan atau skema Repo kepada pihak lain lewat CCP. Dia dapat uang tanpa harus menjual asset SBN nya


Karena Danantara sebagai CCP, Dia bisa structure surat utang  derivative atas nama SPV, dengan skema credit link  SBN yang punya Dapen atau perbankan.  Kemudian dia jual ke market. Karena CCP adalah juga Danantara, market percaya untuk beli. Nah uang dari jual produk derivative itu bisa dipakai untuk proyek strategis atau membantu likuiditas perbankan membiayai sector real. Kalau lihat team Danantara itu sangat mampu mereka kerjakan.


Dengan tiga kelebihan diatas, tentu ada kekurangan dari Danantara. Ada empat  kekurangannya 


Pertama. Menentukan kelayakan dan kebijakan investasi. Ini titik kelemahan dari Investment Holding dimanapun. Karena maklum duit bersumber dari market dan skema leverage. Apa jadinya kalau berinvestasi tidak pada proyek sustainable dan profitable? Atau bersifat rente dan  populis. Itu akan sangat mudah menghancurkan trust di market. Kalau investor rush surat utang SPV, bagaimanapun negara harus bailout seperti kasus 1MD Malaysia. Jadi lebih kepada moral hazard.


Kedua. Terjebak dengan skema derivative dari product investasi pengelola dana hedge fund. Misal, karena sulit jual surat utang atau dapatkan investor. Danantara undertaking instrument structure  yang di create oleh pemain hedge fund kelas dunia. Tujuanya agar mudah dapatkan investor. Biasanya hanya bagus pada tahap awal. Faktanya  hampir 99% tidak pernah performed, sementara surat utang sudah terlanjur diterbikan. Kalau sampai di call, berikutnya bisa jadi skandal.  Karena terjebak kepada skema too good to be true.  Ini soal mindset. 


Ketiga, BUMN yang sudah direstruktur hutangnya melakukan kesalahan yang sama seperti sebelumnya. Bukannya untung berlipat malah terjebak hutang lagi yang gagal bayar. Itu akan mengakibatkan derivative product investasi Danantara lewat SPV default. Dampaknya bisa menjatuhkan trust Danantara dan terpaksa Negara bailout. Kembali lagi ini soal moral hazard dari tata Kelola BUMN yang korup. 


Keempat. Menggunakan sumber daya keuangan Dinantara untuk mendukung swasta melakukan M&A scheme atas perusahaan yang value market nya volatile karena factor kompetisi dan tekhnologi. Yang tujuannya hanya untuk capital gain saat IPO. Seperti kasus Gojek dan ToKopedia. Karena kalau itu dilakukan,  akan menimbulkan distrust market. Dana standby buyer dalam bentuk convertible bisa menguap saat dikonversi dengan saham. Lagi lagi moral hazard.


Dengan kelebihan dan kekuranan Danantara, ada baiknya Danantara focus lakukan rasionalisasi BUMN lebih dulu. Setelah itu BUMN focus kepada business model yang secure terhadap pasar domestic  (barang maupun jasa) dan ketersedian SDA yang kita kuasai. Kalau BUMN focus kepada business model semacam itu, tidak sulit mendapatkan strategic partners berkelas dunia dan tentu punya value dihadapan investor. Tanpa terjebak dengan pengelola dana hedge fund. Apalagi deal dengan Dalio dan Chapman, yang keduanya termasuk insider Information di BPI Danantara. Itu akan menutup peluang deal dengan investor dan market alternatif. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Engga usah lebay, indonesia hebat,

  Lembaga rating seperti Moody's Investor Service , S&P dan Fitch punya akses kepada data fundamental negara atau korporat. Negara a...