Kamis, 23 Februari 2023

Neraca pembayaran (BoP)


 

Untuk dalam negeri kita belanja menggunakan mata uang rupiah. Itu bagus. Berapapun barang yang diproduksi, negara akan selalu siap menyediakan rupiah sebagai alat tukar untuk berkonsumsi barang dan jasa. Dari produksi barang itu, kita juga bisa ekspor ke luar negeri. Dari sana kita dapat valas. Tapi masalahnya produksi itu membutuhkan barang dan jasa juga dari luar negeri, yang harus dibeli dengan valas. Misal pengadaan mesin dan jasa tekhnologi  untuk rekayasa produksi, pembelian bahan setengah jadi ( supply chain industry) untuk proses produksi. 


Kadang dari proses produksi kita pengusaha berhutang ke luar negeri. Yang tentu harus bayar bunga dan cicilan. Apabila apresiasi kurs rupiah yang tinggi dengan kurs valas dan perbedaan suku bunga yang lebar atau lebih rendah dari  luar negeri, pengusaha terpaksa tempatkan dana hasil ekspor itu di luar negeri. Alasannya sebagai cadangan untuk bayar utang valas agar terhindar dari kerugian akibat perbedaan kurs dan bunga. Karena SBN rupiah itu dijual secara global,  investor asing yang beli SBN terpaksa menjualnya dan menukarnya dengan valas. Begitu juga saham di bursa efek. Orang asing menjual saham itu dan memindahkannya ke valas.


Nah semua proses tersebut diatas tercatat dalan akun pembayaran atau Balance of payment atau disingkat BoP. Perpindahan rupiah ke Valas dan sebaliknya akibat adanya perdagangan dan jasa, investasi dari dalam dan luar negeri. Kalau debit kredit itu berlebih maka disebut surplus.Tapi kalau kurang ya disebut dengan defisit. Siapa yang tanggung jawab menutupi defisit itu? ya negara. Mengapa ? kan negara yang cetak uang rupiah, tentu negara juga yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan BoP atau debit kredit rupiah/valas. Kalau defisit, ya negara gunakan cadangan devisa untuk nutupinya. Kalau cadev tidak cukup ya negara terpaksa utang valas. Semakin lebar defisit semakin cepat menggerus cadangan devisa dan semakin melemah kurs rupiah terhadap valas.


Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan defisit investasi lainnya menembus US$ 15,06 miliar atau Rp 229,14 triliun. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi setidaknya sejak 2004 atau 19 tahun terakhir. (Defisit investasi lainnya) terutama disumbang oleh sektor swasta, sejalan dengan lebih besarnya net penempatan investasi di sisi aset. 


Data BI mencatat jumlah net aset milik warga dan perusahaan Indonesia di luar negeri mencapai US$ 13,78 miliar atau sekitar Rp 209, 71 triliun. Aset terbesar di antaranya uang dan simpanan di mana net defisitnya mencapai US$ 1,95 miliar atau Rp 29,7 triliun. Net aset pinjaman mencapai US$ 4,16 miliar, net piutang dagang dan uang muka sebesar US$ 4,1 miliar dan aset lainnya yang tercatat US$ 3,6 miliar. Defisit transaksi lainnya menunjukkan penurunan cukup signifikan pada kuartal IV-2022 menjadi US$ 777 juta pada kuartal IV-2022 dari US$ 5,17 miliar pada kuartal sebelumnya.


***

Apa penyebab terjadinya ketidak seimbangan neraca pembayaran?

1. Faktor Ekonomi.

(i) Inflasi: Umumnya, harga dan struktur biaya mempengaruhi volume ekspor dan posisi BoP. Inflasi berarti kenaikan harga barang dan jasa yang terus-menerus selama periode waktu tertentu. Ini meningkatkan biaya hidup. Misalnya, di tahun 90-an, harga tiket bus sekitar Rp 100, tetapi sekarang harga rata-ratanya adalah Rp 5000. Sehingga menunjukkan kenaikan harga yang berkelanjutan. Dalam konteks BoP, kenaikan harga itu karena gaji /upah yang lebih tinggi, dan harga bahan baku produksi yang lebih tinggi, yang membuat ekspor mahal dan impor lebih murah; akhirnya mengakibatkan defisit BoP .


(ii) Siklus Dagang: Ada empat fase dalam siklus bisnis/perdagangan, yaitu Boom, Resesi, Depresi, dan Pemulihan. Boom and Recovery membawa perubahan positif dalam perekonomian; dalam hal peningkatan tingkat investasi, pendapatan, dan produksi. Namun, resesi dan depresi membawa perubahan negatif bagi organisasi dalam hal penurunan tingkat investasi, pendapatan, dan produksi. Dalam konteks BoP; dalam kasus resesi atau depresi, produksi dalam batas mungkin tidak dapat memenuhi permintaan di pasar domestik, yang pada akhirnya menyebabkan Defisit BoP , karena impor yang lebih tinggi. Di sisi lain, jika terjadi booming atau pemulihan, ada permintaan barang di pasar luar negeri, yang meningkatkan ekspor dan pada akhirnya menyebabkan BoP Surplus.


(iii) Kegiatan Pembangunan: Biasanya, negara berkembang, seperti Indonesia bergantung pada negara maju, seperti AS dan Eropa, China untuk impor barang dan jasa tertentu. Hal ini menyebabkan peningkatan tingkat impor, yang mengakibatkan defisit neraca BoP negara-negara berkembang. Jika impor turun maka defisit dapat berkurang.


(iv) Perubahan Struktur Biaya Mitra Usaha: Biaya produksi memainkan peran penting dalam memutuskan apakah suatu negara akan mengekspor barang dan jasanya atau tidak. Perusahaan dapat mengurangi biayanya dengan bantuan teknologi terbaru yang tersedia di pasar. Karena teknologi terkini, biaya produksi turun, dan kemudian harga barang dan jasa turun, yang menyebabkan kenaikan ekspor, yang menghasilkan Surplus BoP . Di sisi lain, biaya produksi dalam negeri naik, dan harga barang dan jasa naik, yang menyebabkan kenaikan impor yang mengakibatkan Defisit BoP.


(v) Ketersediaan Barang Substitusi Impor. Substitusi impor adalah pemblokiran barang impor di dalam negeri sehingga terjadi peningkatan barang produksi dalam negeri dalam perekonomian. Jika negara dapat mengembangkan substitusi, maka akan terjadi Surplus BoP akibat impor lessor. Namun jika negara tersebut dapat mensubstitusi impornya maka akan terjadi Defisit BoP.


2. Faktor Politik 


(i) Kebijakan Pemerintah: Kebijakan adalah rencana tindakan yang dipilih oleh pemerintah. Tujuan utama pembuatan kebijakan adalah memberikan arahan tentang bagaimana sesuatu harus dilakukan dan alasan mengapa hal itu dilakukan. Jika pemerintah membuat kebijakan yang mendukung impor, maka ada Defisit BoP. Tetapi jika pemerintah membuat kebijakan yang mendukung ekspor berbasis industri maka akan terjadi Surplus BoP.


(ii) Ketidakstabilan Politik: Ini adalah situasi di mana ada ketidakseimbangan dalam struktur pemerintahan. Ada kemungkinan runtuhnya pemerintahan dalam waktu singkat. Ketidakstabilan ini dapat menyebabkan peningkatan pembayaran, dan ini akan mengurangi penerimaan modal, sehingga akan memicu Defisit BoP . Namun, jika ekonomi stabil, maka penerimaan lebih dari pembayaran menyebabkan BoP Surplus.


3. Faktor Sosial


(i) Efek Demonstrasi: Sudah menjadi sifat manusia, bahwa seseorang tertarik pada hal-hal yang tidak dimilikinya. Umumnya, manusia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan berusaha menirunya. Dalam ilmu ekonomi, efek demonstrasi berarti kebiasaan individu untuk mengkonsumsi barang-barang yang dikonsumsi orang lain. Jika orang India ingin meniru budaya barat, maka akan terjadi peningkatan impor, yang akan mengakibatkan tingkat BoP yang merugikan bagi negara tersebut. Tetapi jika orang India lebih menyukai barang yang diproduksi di dalam negeri daripada barang asing maka akan ada Surplus BoP.  


(ii) Cross-border Bias: Jika terjadi bias, ekspor yang lebih murah dan impor yang mahal, yang akan menyebabkan Defisit BoP. Ini juga berlaku atas investasi aset. Kalau investasi aset di luar negeri lebih tinggi yield nya akan mendorong orang menempatkan aset nya di luar negeri, tentu menukar rupiah mereka ke valas


(iii) Perubahan Selera dan Preferensi, Fashion: Ini berarti kesukaan khusus terhadap satu hal di atas yang lain. Misalnya, beberapa orang mungkin lebih menyukai pakaian branded, sementara yang lain lebih menyukai pakaian tradisional non branded. Jadi, selera dan preferensi tergantung pada individu ke individu. Jika impor minded lebih besar, bisa berdampak kepada defisit BoP. Tapi kalau cinta produk dalam negeri lebih besar, dan eksor berkembang, itu akan berdampak surplus BoP. Kadang pemerintah mempengaruhi lewat kebijakan agar kurs melemah sehingga impor mahal. Ini akan memaksa orang menoleh ke produksi dalam negeri.


Ada beberapa dampak dari defisit BoP terhadap negara: Ketergantungan asing dari tahun ke tahun terus meningkat. Pembangunan sektor industri  terus melambat sementara pembangunan pembiayaan non valas meningkat. Dengan demikian, memaksa pemerintah harus terus berhutang valas untuk menjaga keseimbangan BoP. Walau cadangan devisa besar namun volume belanja devisa juga meningkat. Sehingga tetap saja Cadev rentan terhadap BoP. Defisit BoP dapat dikoreksi melalui promosi ekspor, penurunan inflasi, devaluasi mata uang, dan promosi substitusi impor. Dan bagi negara pemilik SDA besar, ya kebijakan downstream SDA itu menjadi keharusan dilaksanakan secara luas.




Selasa, 21 Februari 2023

Kunci menjadi pribadi yang berkembang

 

Kamu bisa menjadi apa saja. Berkerja keraslah secara cerdas. Hormati orang kaya yang berilmu, cintai orang miskin. Kalau gagal, bersabar. Kalau sukses,  bersukur dan berbagilah” ***

Dulu waktu saya pertama kali jadi salesman. Mendapat training. Apa yang tidak pernah lupa dan abadi dalam diary saya?  inilah…


Ketika anda mejual produk, itu artinya anda mewakili mereka yang bekerja keras di pabrik menghasilkan produk yang berkuatitas dengan kapasitas optimal. Mewakili mereka yang menyiapkan bahan baku dan mengendalikan stok agar selalu tersedia untuk proses produksi. Mewakili mereka yang berpikir untuk merencanakan semua itu, sehingga proses pengadaan bahan baku, tenaga kerja, upah, keuangan,  bisa tersedia on time.  Mewakili mereka yang bertugas memastikan perencanaan itu berjalan dan menciptakan laba. Sehingga bisnis proses bisa terus berlangsung dan memberikan kita semua bisa makan.


Keliatan kata kata yang sederhana. Tapi bagi saya yang hanya tamatan SMA, itu seperti menjebol tembok besar dan memberikan pandangan terhampar luas. Ternyata ada dunia lain yang selama ini jadi misteri bagi saya. Saya baru sadar betapa tidak sederhana nya barang tercipta. Namun saya mengerti itu terjadi karena sebuah proses yang teratur terdiri tigal yaitu uang, mesin dan orang. Tiga hal itu saling melengkapi.


Makanya saya sangat antusias mengikuti setiap materi training terutama tetang product knowledge. Dari itu pandangan saya semakin luas. Oh ternyata ada tekhnologi melekat pada proses terciptanya produk. Oh ternyata ada perhitungan cost dan revenue, yang dikaitkan dengan mutu dan daya saing serta peluang. Aha…ini dia inti dari kekuatan menjual dan berbisnis. Sejak saat itu saya rajin membaca buku management, marketing, produksi dan ikut seminar , kursus singkat. 


***

Setahun berkarir sebagai salesman. Saya berpikir untuk berhenti kerja. Padahal pendapatan saya sebulan termasuk komisi bisa mencapai Rp. 1 juta. Saat itu tahun 1984 gaji PNS sarjana Rp. 85.000/ Bulan. Ah saya sudah jutawan. Saya tinggalkan pekerjaan itu. Terjun ke dunia usaha yang income belum pasti. Saya sadar kalau saya tidak ada keberanian ambil resiko, saya  tidak akan pernah berubah. Modal awal dari tabungan. Apa produk saya? amplas. Bahan lem saya beli dari tempat saya kerja sebelumnya. Kertas saya impor dari Taiwan. Mesin potong saya impor dari China. Modal tabungan ludes. Saya masih harus berhutang dengan teman. 


Cost produksi 80% adalah lem dan sisanya kertas, upah kerja, penyusutan mesin. Lem setelah dibuat amplas harganya jualnya ke pabrik furniture dan pengrajin rotan jadi 5 kali lipat. Harga itu lebih rendah 50% dibandingkan amplas Impor. Itu artinya untung saya 400% dari harga lem. Pendapatan saya sebulan diatas  Rp. 10 juta.  Setelah berkembang saya mulai belajar mengakses bank. Kredit bank pertama saya dapat tahun 1987 sebesar Rp. 400 juta dan terus meningkat sampai Rp. 1,5 M untuk bangun pabrik. Saya sudah bukan lagi jutawan tapi miliarder. Tapi saya berusaha hemat. Laba tidak digunakan menumpuk harta pribadi tapi menambah modal perusahaan. Sehingga utang bisa dibayar, dan kemampuan berutang semakin besar. Tentu peluang semakin besar untuk mandiri. Saya terus focus dengan gaya hidup survival. Saya termotivasi untuk terus belajar.


Saya empat kali mengalami kebangkrutan. Praktis selama 15 tahun berbisnis, saya tidak barhasil dalam arti sesungguhnya. Saya hanya dapat proses belajar. Apakah saya mulai lagi dari nol atas bisnis yang bangkrut itu? tidak. Saya tidak mau gagal kedua kali di bidang yang sama. Saya hijrah ke bidang lain, dan belajar dari nol lagi. Jatuh lagi, pindah bidang lain, mulai dari nol lagi. Begitulah. Ternyata kebangkrutan saya berkali kali tidak membuat saya mundur bahkan saya terus naik kelas dan visi semakin luas.  Ketika krisis moneter ya saya hijrah ke China. Saya engga mungkin bertahan di tempat yang sama. Di china saya  mulai dari nol lagi, termasuk network. Tentu saya sudah punya visi luas berkat pengalaman beragam bisnis yang pernah saya lakukan, dan tentu didukung kemampuan sebagai pedagang. 


Apa yang dapat saya simpulkan? sederhana saja. Jangan jatuh di lobang yang sama. Kalau gagal, pindah ke bidang lain. Jangan takut mulai dari nol. Jangan cepat euforia dengan laba. Focus tingkatkan modal dari laba itu. Sehingga utang itu hanya alat leverage saja. Jangan lelah menambah pengetahuan dari membaca, seminar , kursus. Kalau ingin berinvestasi jangka panjang, bukan pada tanah atau bangunan, tetapi network friendship. Kuncinya adalah berpikir terbuka dan rendah hati. Dan jangan lupa untuk terus mengupdate pengetahuan.

Rabu, 15 Februari 2023

Literasi rendah.

 



Kita baca berita “ Kuartal III, Garuda (GIAA) Kembali Untung Rp 58 Triliun “ Salah satu nitizen dengan bangga posting “ di era Jokowi, Garuda bisa untung. Hebat Eric”. Ini contoh berita yang dibaca tanpa pemahaman materi berita. Padahal itu bukan untung operasi.  Tetapi  karena akuntasi akibat restruktur utang. Itu memperbaiki neraca perusahaan. Baca  berita dari media massa dan sosial media yang dipahami secara partial. Dampaknya terjadi kekacauan informasi. Bukan informasi yang salah tetapi kerangka literasi yang sempit.


Kita kawatir dengan politik identitas. Begitu banyak berita soal kekawatiran tentang politik identitas. Tetapi tidak banyak orang paham eksistensi dari Partai berindentitas islam seperti PAN, PKB, PKS dan PPP yang diakui secara UU. Lucunya lagi pada waktu bersamaan kita mengagungkan Pluralisme. Padahal esensi dari pluralisme adalah memahami perbedaan. Nah perbedaan itu karena adanya beragam identitas.  Lebih lucunya lagi berita media massa tentang diskriminasi agama, krimininalisasi, langsung digeneralisir. Seakan indonesia anti kebinekaan. Padahal itu sifatnya kasustik dan ranah hukum. Tidak bisa jadi kesimpulan.


Ada berita bahwa Pemerintah tidak bisa intervensi hukum. Lantas kita beranggapan kalau terjadi masalah mafia hukum, itu bukan tanggung jawab presiden. “ Kita kan menganut trias politika. Mana boleh ekskutif campuri urusan yudikatif “. Dalam benak kita negara ini ada tiga kamar kekuasaan. Padahal Trias politika itu bukan separation of power tetapi Distinction of Power. Bukan pemisahan kekuasaan tapi pembedaan kekuasaan. Karenanya perlu ada yang lead. Kan engga mungkin leader lebih dari 1. Makanya dalam sistem presidentil, penguasa satu satunya adalah Presiden ( UUD 45 pasal 4 ayat 1).


Kita beranggapan utang pemerintah itu sama seperti kita berhutang. Yang kalau engga bisa bayar,  aset bisa disita. Lucunya narasi ini masuk ke ranah politik dan dipercaya oleh banyak orang. Padahal pemerintah itu bukan pengguna uang tapi pencipta uang. Mereka tidak berpikir soal uang. Tetapi berpikir tentang pertumbuhan lewat produksi dan konsumsi. Darisanalah uang terus tercipta lewat skema berutang, untuk bergeraknya roda ekonomi. Jadi bukan utang persoalannya, tetapi economy growth. 


Sistem pendidikan kita tidak mendidik orang berpikir holistik. Apalagi berpikir analitik. Makin jauh aja.  Pendidikan kita berdasarkan standar yang kaku, dengan ukuran yang juga standar. Yang tidak patuh kepada standar akan jatuh IP nya atau nilainya. Bisa engga lulus. Engga bisa naik kelas atau engga qualified masuk perguruan tinggi. Makanya jangan kaget lulusan sekolah tidak mendorong orang gemar membaca. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Kebayang engga, gimana masa depan bangsa ini? Lembaga pendidikan hanya melahirkan kumpulan bigot.

Minggu, 12 Februari 2023

Keluarga Bakrie.

 




Setelah tamat sekolah Hollandsche Inlandsche School (HIS),  HIS , Achmad Bakrie mengawali karir nya sebagai salesman di NV Van Gorkom, sebuah perusahaan dagang Belanda. Hanya dua tahun dia bekerja. Meski hanya dua tahun, dia dengan cepat menyerap ilmu orang-orang moderen itu mampu menjual barang-barang pertanian itu jauh lebih mahal pada orang yang membutuhkan. Dia mendirikan Bakrie & Brothers General Merchant and Commission Agent di Teluk Betung, Lampung. 


Usahanya berkembang di era kolonial Jepang dan Paska kemerdekaan. Bisnisnya menggurita dipelbagai sektor, mulai dari agribisnis, pertambangan, industri baja, hingga konstruksi. Bahkan Bakrie adalah pionir soal eksport komoditas pertanian. Bakrie meninggal pada 15 Februari 1988 di Tokyo dan mewariskan usahanya kepada empat anaknya, Aburizal Bakrie, Roosmania Kusmulyono, Nirwan D. Bakrie, dan Indra Usmansyah Bakrie. Istrinya Roosniah Bakrie, adalah wanita berdarah Batak dengan marga Nasution.


Sudah tradisi adat lampung. Anak sulung pria menjadi penerus keluarga. Usaha keluarga itu dikelola si sulung, Aburizal Bakrie, alumni ITB tahun 1973. Panggilannya Ical. Di tangan Ical Bakrie and brother semakin pesar. Maklum ICal tipikal pengusaha terpelajar dan duduk diatas sumber daya besar. Tentu tidak sulit bagi dia mengembangkan bisnsinya. Tapi sayang sekali, semua itu dibiayai dari utang. Seni menarik utang, ICal memang jagonya. Networking dia luas sekali dibidang keuangan dan perbankan. Leverage nya besar sekali.


Tahun 1997 terjadi krisis ekonomi. Kurs rupiah menggelembung, utang-utang perusahaan dalam bentuk dolar membengkak hingga 9,7 triliun rupiah. Satu demi satu asetnya lepas. Tahun 1998, krisis ekonomi menempatkannya sebagai salah satu pesakitan BPPN. Sahamnya hanya tersisa 2,5%. Ical masuk ke dunia politik, Golkar. Mungkin ini pula yang turut memberinya kekuatan mengembalikan kejayaan Bakrie & Brothers yang dalam hitungan kurang dari lima tahun bisa kembali berjaya. Bahkan lebih kaya dari sebelum 1998. Tahun 2008, menurut majalah Globe Asia, harta Bakrie 9,2 miliar dolar amerika, lebih kaya dari Robert Kuok, orang terkaya di Malaysia.


Saham BUMI periode 2005-2007 di kisaran Rp700/ saham. Tahun 2008 udah Rp8.000-an per saham. Bayangkan saja gimana tajirnya dia. Value saham ini dia leverage untuk membiayai sektor property ( Bakrieland). Mega akusisi dengan cepat mengatrol indek saham menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Orang-orang berebut saham-saham Bakrie seperti membeli popcorn di bioskop. Hampir separuh nilai transaksi di pasar saham tahun itu milik Bakrie. 


Penghujung tahun 2008, Saham Bakrie terjungkal sebagai efek dari krisis Lehman. Tahun tahun berikutnya saham BUMI susut menjadi Rp. 470. Itu sama saja Rp. 11 triliun lenyap. Tahun tahun berikutnya, keluarga Bakrie dibawah komando Ical berjuang lepas dari jeratan kebangkrutan. Setelah melalui prahara yang berat dan sulit, BUMI berhasil melakukan restrukturisasi utangnya. Kini disaat harga batubara tinggi, dia harus menerima jadi penonton saja. Karena semua utang yang direkstruktur itu dalam bentuk Convertible bond ( Utang konversi)


Saat harga batubara naik, utangnya berubah jadi saham investor. Kini Holding nya ( BUMI) dikuasai oleh CIC  ( China investment Corporation ), Salim Group, Bank of New York Mellon Corp, Barclays, dan Clearstream.  Harga saham pada proses private placement lewat utang konversi BUMI, jauh lebih kecil  nilainya dibandingkan harga saham tahun 2005. Ical dan keluarga ngungsi ke Long Haul Holdings. Yang penting mereka tidak lagi berhutang dan hidup freedom. 

Kamis, 02 Februari 2023

Sistem atau karakter personal

 




Dulu waktu saya masih remaja dagang rokok di Kaki lima. Saya dagang  depan pos polisi. Pak Made, polisi berpangkat sersan, setiap sore beli mendatangi lapak saya “ Dik, Djamboe sebungkus” katanya tersenyum ramah. Saya tida perlu minta uang. Cukup saya catat. Nanti tanggal muda dia akan bayar semua. Kini Polisi pangkat sersan punya uang lebih dari cukup beli rokok, dan mungkin biayai selirnya. 


Pernah ada penyerobot lampu merah. Kejadian tepat depan matanya. Saya lihat dia berusaha mengejar kendaraan itu, tetapi motornya ngadat. Maklum motor tua. Orang di jalan berusaha menghentikan kendaraan itu dan minta menanti Pak Made datang. Setelah motor bisa jalan, Pak Made medatangi kendaraan itu. “ Pak Selamat siang. “Katanya dengan sikap hormat “ SIM” Lanjutnya. Pengendara itu menyerahkan SIM. 


Dia berkata “ Apa kamu engga malu dengan SIM ini. Bukankah SIM ini tidak termasuk melanggar rambu rambu lalulintas.? Katanya seraya menyerahkan lagi SIM itu. Dia berlalu.  Pak Made bukan tipe polisi garang. Tetapi rakyat menghormati tugasnya dan membantunya. Dia paham hukum. Dia tahu itu. Tapi dia lebih suka menghukum orang dengan mengingatkan  rasa malu. Menurutnya, sebejat apapun orang, selagi dia manusia, dia pasti punya rasa malu. Tentu asalkan dia sebagai petugas juga menjaga malu. Kini, Polisi punya kendaran bagus. Tapi rasa hormat tidak didapat dari rakyat. Rasa malu  mengabur. SIM pelanggar ditahan atau denda atau nego. Ujungnya uang.


Apa yang saya cermati. Logika kita, bahwa korupsi terjadi karena gaji kurang. Ternyata gaji besar tetap saja korupsi. Hitunglah berapa gaji dan tunjangan Anggota Hakim Agung? Itu mencapai Rp. 75 juta sebulan. Toh kena cokot juga KPK karena suap. Penghasilan satu orang pegawai OJK yakni Rp898,57 juta per tahun atau setara dengan Rp74,88 juta orang per bulan. Ratusan triliun investasi bodong terjadi tanpa ada pengawasan. Justru Kepala departemeng pengawasan tersangkut kasus Jiwasraya.


***

Mungkin kompetisi atlit yang bisa dengan jujur menampilkan yang terbaik yang jadi pemenang. Di balik kemenangan itu tentu ada proses latihan berat dalam jangka waktu lama. Mungkin tidak ada kemenangan sekali berkompetisi. Perlu berkali kali kalah untuk akhirnya jadi pemenang. Pada diri juara, ada bebarapa karakter, yang diantaranya, patience kesabaran melewati proses. Endurance, ketabahan melewati kegagalan demi kegagalan. Persistent, gigih menghadapi semua kendala untuk meningkatkan skill. Pada akhirnya pada diri juara adalah kerendahan hati. 


Proses menjadi pemenang sebenarnya adalah proses menaklukan diri sendiri. Mungkin orang akan memujanya, Itu tidak akan berpengaruh apapun terhadap dirinya. Bahkan yang menghujat sekalipun. Dalam dunia politik pada sistem demokrasi saat sekarang, rasanya sulit mendapatkan mental juara sebagai pemenang dalam pemilu. Sehingga timbul pertanyaan. Mengapa orang jahat begitu sering mendapatkan kekuasaan? Mengapa kita membiarkan mereka? Dan adakah yang bisa dilakukan untuk memastikan bahwa para pemimpin adalah  terbaik? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting yang ingin dijawab oleh kolumnis Washington Post, Brian Klaas, dalam "Corruptible: Who Gets Power and How It Changes Us." Saya mencoba merevie tulisan ini. 


Disaat otokrasi menjadi usang. Negara-negara demokrasi sedang sekarat - sebagian besar di tangan para pemimpin yang mereka pilih sendiri. Sebut saja Narendra Modi, yang memenangkan pemilihan kembali sebagai perdana menteri India pada tahun 2019, hanya untuk menangkap para politisi di seluruh Kashmir. Dia menekan independensi pengadilan dan bisnis, dan menantang kewarganegaraan yang beragama Islam. Sehingga jatuhlah peringkat negara demokrasi yang sebelumnya dijuluki  Freedom House.  Sama dengan Indonesia. Demi terciptanya stabilitas Politik, sebagai pra syarat pembangunan ekonomi, KPK dikebiri. Perang terhadap korupsi yang melibatkan elite partai, harus izin dari Presiden. Walau tidak ada aturannya, namun kepemimpinan disakralkan lebih dari Hukum.


Lintasan yang sama juga melanda negara-negara demokrasi di seluruh dunia, termasuk Hungaria, negara yang ditawarkan Tucker Carlson sebagai model positif bagi Amerika Serikat. Para pemimpin yang dijuluki sebagai pembaharu sering kali memulai dengan baik namun berakhir dengan buruk. Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2019, setahun setelah menjabat, karena berhasil berdamai dengan Eritrea, namun membuat ratusan ribu warganya kelaparan. Meskipun pemimpin jarang mengidap psikopat narsistik, yang jelas mereka haus kekuasaan dan sangat pandai menggunakan karisma, manipulasi, dan intimidasi untuk mempertahankan kekuasaan.


Mengapa begitu banyak pemimpin dari hasil pemilu yang lemah dan buruk? Melalui tulisan yang sangat berbobot, Klaas menggambarkan bagaimana kekuasaan memberikan peluang untuk memperkaya diri. Menjadi magnit para oportunis mendekat dan masuk dalam lingkaran kekuasaan dengan retorika humanis demokratis. Tidak ada alasan rasional membenarkan bila pembangunan yang dibanggakan berasal dari hutang, bukan dari surplus APBN. Mengapa ? bila Demokrasi adalah kekuatan yang bertumpu kepada  civil society. Tapi Polisi yang garang bertopeng  UU menjadi mesin kekuasaan melibas mereka yang tidak sejalan dengan kekuasaan. Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Akal sehat pudar sudah.


Kita juga harus menyalahkan diri kita sendiri. Kultur kita yang tertutup dan terikat dengan clients-patron harus menyediakn diri masuk dalam demokrasi terbuka. Bagaimana demokrasi dengan nilai egaliter, equal, peach, freedom harus diterapkan? Sementara kultur feodalisme tidak bisa kita hilangkan. Menjadikan Presiden atau PM seperti raja. Penghormatan kepada pemimpin sangat berlebihan, yang oleh sebagian golongan pemilihnya tidak boleh dikritik atau dicurigai. Padahal setiap pemimpin hanyalah administratur yang tidak bekerja suka rela, tetapi dibayar mahal dengan fasiitas melimpah. Pemimpin harus tahu dan sadar bahwa diantara yang suka banyak pula yang tidak suka. karenanya tidak ada kebijakan yang bisa memuaskan semua orang.


Klaas menunjukkan bagaimana sebagian kita masih berada di ruang roadblock. Lebih suka  memilih karena faktor identitas, suku dan agama. Orang Jawa mengatakan “ Untuk indonesia hanya orang jawa yang bisa jadi presiden. Orang islam harus memilih yang islam“. Memilih karena faktor emosional, bukan rasional.  Seperti yang telah ditunjukkan oleh Milan Svolik, para pemilih mengaku mencintai demokrasi, namun mereka lebih mencintai kubu mereka sendiri. Hanya karena retorika populis mengabaikan yang dipilihnya adalah gelandangan, sementara di luar golongannya walau orang baik yang anti korupsi dan mendukung transfaransi tidak dipilihnya.  Ini jelas melukai demokrasi dan menyebabkan kemerosotan nilai. 


Di Italia, Silvio Berlusconi, raja media, non partai yang dicalonkan sebagai Presiden. Para hakim yang tergabung dalam kampanye “Clean Hands” menemukan adanya korupsi di semua partai politik besar. Berharap  dia bisa menghadapi elite partai. Selama bertahun-tahun menjabat, ia mengekang perang melawan mafia di negaranya dan mengubah undang-undang untuk menyelamatkan kerajaan bisnisnya dari pengawasan hukum dan dirinya sendiri dari hukuman penjara. Di Brasil,  “Operation Car Wash” juga mengungkap korupsi di seluruh spektrum politik, mengantarkan Jair Bolsonaro ke tampuk kekuasaan. Ternyata dia sendiri sebagai agent pencucian uang bagi teman temannya.


Pada tahun 2016, sekitar 70 persen orang Amerika percaya bahwa kebijakan ekonomi Gedung Putih merugikan dan mengorbankan rakyat kecil dan  memberikan peluang bagi elite kaya semakin kaya. Ketika sentimen seperti itu meningkat, para pemilih sering kali mencari kandidat kaya yang mereka anggap tidak perlu memperkaya diri sendiri. Banyak orang Amerika memilih Donald Trump dengan harapan dia akan "mengeringkan rawa". Namun, korupsi tidak ditentukan oleh kebutuhan. Pemerintahan Trump menambahkan lebih banyak air ke dalam rawa tersebut.


Sistem yang dirancang dengan baik, Klaas mengklaim, dapat mengendalikan individu yang tidak baik. Para diplomat dari negara-negara yang tidak memiliki aturan hukum, misalnya, secara teratur melanggar peraturan parkir di New York City ketika mereka memiliki kekebalan diplomatik. Namun, begitu New York mulai menegakkan hukum bagi pelanggaran lalu lintas, semuanya menjadi tertip. China bukan negara demokrasi tapi lebih 1 miliar orang bisa dibuat tertip. Itu karena law enforcement tegak.


Tapi bagaimanapun, sistem bukanlah solusi too good to be true. Tapi karakter pribadi yang bertumpu pada akhlak adalah solusi menyeluruh. Apapun sistemnya. Teman saya di Belanda bertanya soal kehebatan perang Ambarawa dan Surabaya paska proklamasi kemerdekaan Indonesia  “ Mengapa kalian sangat teroganisir dan  bisa melakukan perang panjang dengan sangat disiplin ? Akhirnya walau kalah dalam pertempuran, perang kalian menangkan”


“ Karena komando kami ada pada ini” Kata saya menunjuk dadanya. “ Berbeda dengan kalian. Komando kalian berjenjang dan panjang. Itu pasti korup. Kalau kalian kalah, bukanlah karena kami hebat, tetapi kalian dikalahkan oleh sistem yang kalian ciptakan sendiri. Perang tidak diperjuangkan oleh bangsa atau tentara. Perang diperjuangkan oleh manusia. " Kata saya.


Kemakmuran tidak datang dari pemimpin dan politisi.Tetapi dari manusia yang punya rasa malu dan tahu memperjuangkan kehormatan diri dan keluarganya, serta keberadaannya diperlukan oleh orang sekitarnya. Tanpa berharap pujian dan tepukan.


Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...