Rabu, 30 September 2020

Tidak dewasa berpolitik.



Setelah Pak Harto lengser, istilah PKI tidak pernah muncul secara massive seperti sekarang. Pernah ada sedikit gaduh ketika Gus Dur membuat wacana menghapus Tap MPR tentang PKI. Tetapi setelah itu redam. Di era SBY praktis istilah PKI tidak ada sama sekali muncul. Dua periode SBY berkuasa. PDIP kalah telak sama PD dan SBY. Issue kebangkitan PKI benar benar kebodohan. Bahkan ada teman saya di elite partai sempat sesumbar, “ Jaman sekarang, kantong kemiskinan sebagai ancaman bangkitnya kekuatan Komunis engga lagi relevan. Kami sudah buktikan. Contoh Cirebon dan Pantura Jawa, itu dari dulu kantong PKI  dan Soekarnois. Faktanya dua kali Pemilu 2004 dan 2009, PDIP kalah di sana. Padahal tahun 1999 itu kantong suara PDIP .”


“ Mengapa ?


“ Karena era sekarang. Suara rakyat bisa dibeli. Justru di kantong kemiskinan itu mudah menang kalau anda bawa duit. Mereka engga peduli partai atau capresnya siapa. Jadi uang yang menentukan, bukan idiologi.”


Selama dua periode SBY berkuasa memang PDIP tidak pernah menggunakan retorika membangkitkan dendam ek PKI. Dan umat Islam juga sudah lupa soal PKI. Bagi mereka itu hanya cerita lama, yang justru sebagian mereka menyadari bahwa umat islam hanya jadi kuda troya Soeharto untuk merebut kekuasaan. Lantas mengapa akhirnya PDIP bisa bangkit kembali dan menjadi partai pemenang Pemilu tahun 2014. ?


Menurut saya kemenangan PDIP itu tidak datang begitu saja. Proses bangkitnya PDIP ditetapkan secara struktural dan by design oleh Megawati sejak kekalahannya tahun 2004. Caranya? kader PDIP diminta dekat kepada rakyat di mana saja. Khususnya di wilayah yang ada kantong kemiskinan.  Setiap ada sengketa lahan antara Rakyat dan Pengusaha atau pemeritah, kader PDIP tampil mengadvokasi masyarakat akan hak haknya.  Kebetulan, pembangunan di era SBY memang penuh dengan komplik agraria. Penggusuran lahan untuk Perkebunan besar, Pertambangan, dan infrastruktur terjadi massive. Aparat pemeritah selalu membela pengusaha. Dan kader PDIP tampil di garis depan membela rakyat. Ini perjuangan tidak mudah. Perjuangan yang kadang mengancam nyawa dan berdarah darah.


Di Senayan kader PDIP tampil militan berjuang menggolkan RUU yang berpihak kepada rakyat kecil. Contoh RUU Desa, merupakan gagasan PDIP dipersiapkan untuk Pileg 2009 namun gagal bersamaan kalahnya Megawati  pada Pemilu 2009. Hingga akhirnya berhasil masuk ke DPR sampai akhirnya disahkan tahun 2014. Ketua Pansus adalah Arif Wibowo ( PDIP),  Ahmad Muqowam (PPP), Ibnu Munzir (Golkar), Umam Wiranu (Demokrat). Tidak ada pimpinan Pansus dr PKS atau Gerindra. UU Desa itu cara PDIP agar rakyat miskin di pedesaan punya hak dalam APBN, untuk kemandirian. Itu sebabnya PDIP menolak kenaikan harga BBM karena tidak disertai program kemandirian BBM membangun kilang.


Sementara partai lain khususnya partai Islam seperti PKS, PAN, PPP,PKB malah sibuk berkoalisi dengan Pemerintah. Mereka justru sibuk mendukung perluasan Ormas islam selain NU dan Muhamamdiah. Tujuannya agar suara umat islam tidak sepenuhnya dikendalikan dua ormas besar itu.  Di era SBY lah ormas islam tumbuh subur. HTI dan berbagai jaringan ormas Islam yang tergabung dalam Forum Ulama berkembang pesat. MUI yang merupakan aliansi ormas islam mendapat dukungan penuh lewat program produk dan jasa halal. Ini memang design SBY yang memang mindset Orba, yang ingin membangunan kekuatan patron terhadap clients lewat agama. Sehingga lebih mudah mengendalikan rakyat secara politk dan mudah mendulang suara ketika Pemilu.


Selama 10 tahun kader PDIP ada di semua desa terutama di kantong kantong kemiskinan. Mereka tidak berkolaborasi dengan pengusaha tetapi berkolaborasi dengan rakyat. Pemeritah SBY dan koalisinya tidak yakin cara PDIP itu bisa efektif. Apalagi kekuatan patron agama sudah berhasil dibangun. Mereka yakin ketika Pemilu rakyat tetap akan patuh apa kata patron ( tokoh) agama. Melawan patron sama saja masuk neraka. Orang lebh takut masuk neraka daripada kemiskinan itu sendiri. Jargon PDIP partai wong cilik, itu sudah basi. Tetapi apa yang terjadi? Tahun 2014, PDIP bukan hanya jadi partai pemenang pemilu tetapi juga sukses menghantarkan kadernya , Jokowi sebagai sebagai pemenang Pilpres. Padahal lawan PDIP adalah koalisi gemuk ( termasuk partai islam).


Kemenangan PDIP itu disikapi dengan paranoid. Mengapa umat islam tidak mendengar ulama. Tidak mendengar patron agama? Mengapa mereka memilih PDIP yang tidak bersinggungan dengan agama? Dalam dialogh dengan teman teman aktifis islam, saya pernah mengatakan. “ Daripada kita berprasangka yang engga engga. Ada baiknya tiru sajalah cara kerja PDIP selama 10 tahun. Apa itu? Dekati rakyat lewat pembelaan terhadap keadilan dan karya nyata. Cara ini walau tidak instant dirasakan hasilnya. Tetapi by design ini sangat efektif mempersatukan umat islam dalam barisan kemandirian. 10% saja umat islam kita bisa advokasi, dan sukses menjadikan mereka mandiri, itu akan jadi kekuatan dahsat mempersatukan yang lain. “


“ Caranya gimana? 


“ Ya lihatlah program Jokowi sekarang kan pro rakyat. Jadilah advokasi rakyat mendapatkan hak hak mereka dari adanya UU Desa, UU Resi Gudang, Pembagian sertifikasi lahan, pembangunan infrastruktur. Hadirlah di tengah masyarakat, menjadi bagian dari program pro rakyat. Walau itu ada di era Jokowi dan PDIP namun rakyat hanya melihat siapa yang setiap hari hadir bersama mereka. Nah kalau anda sebagai patron rakyat selalu hadir bersama program pemerintah, yang dapat nama, ya anda, bukan PDIP atau Jokowi.” Kata saya. Tetapi ide saya malah ditertawakan. Justru mereka membangun narasi kebencian lewat jargon kebangkitan khilafah dan syariat islam. 


Memang mereka sukses melakukan show of force dengan adanya aksi 414 dan 212. Sukses mengalahkan Ahok yang dicalonkan PDIP di PilGub DKI. Tetapi apakah itu bisa terus dilakukan dan efektif menekan pemerintah yang sah? Kan engga. Mau diulang secara bergelombang udah engga mungkin. Karena aksi itu sukses karena dana. Engga ada lagi orang yang mau keluar duit. Apalagi setelah tax amnesty, tidak ada lagi kekayaan pengusaha yang tidak terdata. Bergerak sedikit saja rekening diatas Rp. 3 miliar, pasti ketahuan pemerintah. Bisa konyol kalau uang mengalir ke Politik.


Di tengah kekalahan dan mati langkah itu, bukannya konsolidasi, malah melakukan blunder lewat rumor bangkitnya PKI. Lagi lagi yang dijadikan target adalah PDIP. Mengapa saya katakan blunder? Karena tadinya eks PKI dan keluarganya sudah melupakan. Sekarang  dendam lama bangkit lagi. Mereka tidak akan marah. Tetapi mereka akan hukum nanti di waktu Pemilu. Mereka yang menyuarakan kebangkitan PKI tidak akan mereka pilih.  Harusnya menambah suara, eh malah semakin memperbesar peluang PDIP menang. Kan konyol. Seharusnya di saat pandemi ini,ormas islam dan kader partai islam bahu membahu mengawal dana Jaring Pengaman Sosial. Eh malah tokoh islam menggugat ke MK dana Penangggulangan COVID. Itu sama saja melarang pemerintah pro rakyat miskin yang terkena dampak ekonomi. Dan ini membuktikan bahwa mereka tidak cerdas berpolitik dan tidak dewasa berdemokrasi. Kalau tak pandai menari jangan salahkan lantai  yang berjungkit.

Sabtu, 19 September 2020

Mengenal diri kita sebagai makhluk istimewa

 



Tubuh kita ini tercipta sangat sempurna oleh Tuhan. Sangking sempurnanya, bagi sains cara kerja tubuh kita itu sangat kompleks. Coba dech kamu bayangkan.  Panjang pembuluh darah itu 100.000 km atau 2,5 kali putaran bumi. Bayangin sama kamu, dalam satu detik kekuatan jantung itu mampu mengalirkan darah ke seluruh rangkaian pembuluh darah. Tapi ingat. Yang dikirim bukan hanya darah.  Di dalam darah itu ada juga muatan lain. Apa itu?  oksigen dan hormon yang diperlukan oleh sel tubuh kita. Juga ada zat-zat sisa (seperti karbondioksida) untuk dikeluarkan dari tubuh. Kebayangkan power jantung kita. Belum ada kendaraan yang bisa punya kecepatan seperti itu.


Tuhan tahu bahwa manusia itu sangat rentan dengan ekosistem. Banyak predator yang keliatan maupun tak nampak kasat mata. Nah Tuhan sediakan sistem pertahanan dalam tiga filter. Keren ya. Sayang banget Tuhan ama kita. Pertama adalah kulit kita. Kulit itu kalau diibaratkan seperti benteng pertahan yang terbuat dari tembok tebal.  Pengawal ada dibalik benteng. Dia tetap standby menjaga segala kemungkinan serangan musuh. Jadi kalau ada serangan jamur atau bakteri mau masuk lewat kulit  akan terhalau dengan mudah. Karena kulit itu bukan selapis. Ada juga membran-membran yang melapisi permukaan bagian dalam tubuh yang turut berperan sebagai pelindung. 


Tetapi apa yang terjadi bila benteng jebol. Engga usah kawatir.  Ada filter kedua. Di balik benteng itu ada pasukan fagositosis ( monosit, makrofag, dan neutrofil). Mereka melakukan aksi berani mati. Dengan cara memakan apa saja semua zat asing yang masuk. Satu sel bisa menghajar dan memakan hingga 100 zat asing. Tapi pasukan Fagosit ini bego. Dia engga peduli apa itu musuh. Selagi asing dia anggap musuh. Dia main serang aja. Padahal kan engga semua harus dimatiin. Ada juga loh musuh yang bermanfaat. Ada juga bakteri yang bermanfaat.


Bagaimana kalau musuh engga masuk lewat kulit. Mereka masuk lewat infiltrasi yang tidak mudah terlacak. Ya semacan agent proxy yang tidak mudah dikenal oleh pasukan pengawal. Jubahnya agama tetapi niatnya mau ngubah sistem negara. Engga usah kawatir. Ada filter ketiga, yaitu limfosit.  Kehebatan limfosit adalah dia tidak main serang dan bunuh saja benda asing yang masuk. Limfosit semacam pusat komando strategis. Mereka terbagi dua team. Satu team bertugas mengumpulkan data intelijen ( limposit T). Dan satu  lagi team ( Limposit B) bertugas membentuk pasukan khusus ( antibodi) yang sesuai dengan data intelijen. Keren ya. Artinya pasukan khusus akan dibentuk setelah data intelijen dikuasai dengan baik. Dua team ini bekerja secara sistematis.


Hebatnya antibodi itu bukan pasukan kaleng kaleng. Dia terbentuk dari unsur protein. Mengapa saya bilang hebat. Protein itu mampu mereplika dirinya seperti musuh. Jadi kalau musuhnya A ya pasukan penyerang mirip A. Mengapa? Kalau A masuk dia mudah dekati tanpa dicurigai. Kemudian dia rangkul. Sekali rangkul engga lepas itu. Kemudian pasukan fagositosis datang menghajar, dan melumat A.  Cara kerja antibodi kita sangat sistematis. Sekali data musuh tercatat oleh antibodi maka informasi akan diketahui oleh semua pasukan penyerang. Jadi kalau asing masuk, mereka cepat tahu itu musuh atau bukan. Kalau musuh ya secara sistematis mereka melakukan perlawanan. Cepat sekali aksinya. 


Tetapi gimana kalau musuh itu tidak ada datanya, apalagi masuk dalam bentuk penyamaran yang sempurna. Pasukan akan diam saja. Mereka menunggu komando dari Limfosit. Prosesnya engga bisa cepat.  Limfosit  T butuh waktu mengenali musuh itu. Tetapi tetap diawasi dengan ketat. Bahkan ketika virus corona berhasil menggrogoti sel kita.  Tetap didiamkan. Mengapa ? itulah cara smart antibodi bekerja. Dia butuh informasi. Setelah informasi didapat, sistem antibodi mengeluarkan komando sitokin. Untuk apa? agar sel yang sudah terserang melakukan aksi bunuh diri ( Corona juga ikut mati. Karena inangnya mati dia juga tewas ) . Sehingga kerusakan tercluster. Engga nyebar kemana mana. Keren ya. Kompak banget. Itu biasanya berlangsung seminggu setelah virus positip. Dampaknya pada tubuh kita macem macem. Ada yang demam. Ada yang biasa saja atau OTG.


Nah setelah data intelijen lengkap. Maka team Limfosit B membentuk antibodi sesuai kekuatan dan jenis musuh. Itu berupa protein yang cerdas. Yang bisa mereplika dirinya seperti virus corona. Setelah corona diikat oleh protein, pasukan fagositosis yang terdiri dari monosit, makrofag, dan neutrofil melakukan serangan sistematis dengan memakan virus corona. Itu biasanya berlangsung dua minggu lamanya setelah seminggu terinfeksi. Bagaimana dengan sel yang punah. ? engga usah kawatir. Kalau anda tidur 7 jam saja, akan terjadi regenerasi sel. Sel baru terbentuk. Anda lebih segar setelah itu. Lebih muda. Gimana setelah kena virus corona, kena serang lagi? engga usah kawatir. Data tentang corona sudah ada databased nya. Sekali serang, tewas itu corona. Engga perlu lama. Sama dengan sakit flue aja.


Gimana cara imun tubuh kita efektif? Makanlah yang bergizi. Untuk bergizi tidak perlu mewah. Anda makan sambel cabe rawit 6 biji aja, itu sama dengan 1000 mg vitamin C.  Makan sayur atau lalapan, itu sudah terpenuhi vitamin E.  Makan nasi tiga sendok, itu sudah cukup energi bagi tubuh anda. Bukan olah raga membuat anda sehat. Tetapi tidur cukup dan bersantai yang cukup. Terbiasa hidup bersih. Jangan makan sendal bagiak ( bawaan kesel mulu). Cuci tangan sesering mungkin. Pakai masker.


Saya membuat analogi sederhana itu dengan referensi cukup. Mungkin tidak seratus 100 persen tepat. Namun kira kira begitu cara kerjanya sistem antibodi kita. Mengapa saya uraikan seperti diatas? agar kita jangan terlalu kawatir Corona. Manusia itu , kalau dibandingkan makhluk lain, kita adalah makhluk terbaik diciptakan Tuhan. Kalau kita terlalu kawatir dan takut dengan Corona, itu aritnya kita merendahkan Tuhan yang menciptakan tubuh kita begitu sempurna. Virus semacam corona itu akan terus ada di muka bumi, bahkan lebih ganas lagi. Namun semakin berganti waktu,  zaman pun berganti. Seharusnya tubuh kita semakin sempurna. Mengapa sekarang lemah?  Rentan sekali ? 


Tuhan memang mendesign sistem pertahanan tubuh kita. Tetapi ada yang Tuhan mengikuti apa mau kita. Apa itu? Sikap kita. Kita itu mahkluk free will. Nah sikap itu ternyata adalah imun yang paling menentukan bagi tubuh kita. Lebih hebat dari antibodi. Sistem imun itu bisa bekerja dengan efektif bila jiwa dan pikiran anda bisa mengendalikan diri anda.  Artinya anda harus jadi capten terhadap jiwa anda, tubuh anda. Kalau pikiran anda tercemar oleh informasi negatif maka jiwa anda juga tercemar. Tubuh anda akan bereaksi dengan melemahnya imun tubuh. Mengapa? antibodi terbentuk karena perintah otak anda. Kalau otak anda sudah lemah karena rasa takut duluan. Paranoid. Ya, perintah itu jadi kacau. Bahkan tidak ada perintah sama sekali. Andapun jadi mangsa predator makhluk kecil. 


Jadi kalau boleh disimpulkan secara sederhana. Pandemi COVID-19 yang menakutkan itu adalah manifestasi siapa kita. Abad 21 adalah era kebangkrutan ekonomi dan spiritual secara massal. Itu karena selama sekian puluh decade telah membuat kita kehilangan nilai nilai mulia hakikat sebagai manusia. Apa itu ? Jiwa. Mengapa ? Kita terjebak dengan hidup individualisme, rakus dan miskin cinta. Kita gagal menjadi kapten atas jiwa kita. Ketika kita memuja materi maka  jiwa kita melemah. Padahal pada jiwa yang kuat terdapat raga yang sehat. Kekuatan jiwa itu ada pada nilai nilai spiritual;  agama, budaya kebersamaan, saling menolong dan cinta. Program social distancing PSBB, lockdown, semakin membuktikan kita memang sudah bankrut secara spiritual. 


Solusinya? kita harus mau berubah. Proses berpikir melahirkan spiritual yang indah. Sehingga dibalik pandemi selalu ada hikmah. Maka hasilnya adalah cara kita bersikap. Manifestasi Cinta bagi semua. Berbagi adalah keniscayaan dalam kerjasama.  Untuk kita tak kehilangan harap. Selalu semangat tanpa buruk sangka merana. Mencerahkan pikiran. Hatipun tertentramkan. Hidupun jadi bermakna.

Selasa, 01 September 2020

Permainan politik.



Mengapa ormas Islam walau ada sebagian yang nyinyir tidak dianggap serius oleh pemerintah. Bahkan terkesan didiamkan saja. Itu artinya mereka bukan ancaman serius bagi pemerintah. Mengapa? pertama, mereka diluar parlemen. Jadi sekeras apapun mereka ngomong engga akan mempengaruhi peta politik. Kedua, sistem politik sudah otomatis memasung mereka menguasai parlemen. Jarak antara patron dengan rakyat sangat jauh. Jadi walau dalam pemilu politisasi agama itu seksi namun panetrasinya butuh  mesin politik partai. Mesin partai inilah yang memberikan fuel kepada tokoh agama untuk bergerak sesuai agenda partai. Tanpa fuel , mereka nothing.

Dalam politik di Indonesia, keberadaan ormas Islam dijadikan pajangan elite partai manapun. Semua partai bisa menjadikan ormas islam sebagai gula gula. Maklum kadang elite partai tidak berani langsung menghadapi presiden. Ya mereka gunakan ormas islam bergerak. Kadang TNI juga sama. Kalau mereka berbeda paham dengan kebijakan politik pemerintah, TNI bisa gunakan ormas islam. Itu artinya kekuatan islam itu tidak ada secara significant sebagai kekuatan rakyat. Yang ada hanya seperti Permen saja. Rasa durian tetapi buka durian. Mungkin anda tidak yakin dengan yang saya gambarkan itu. Faktanya, mana ada partai yang berbasis massa islam yang menang dalam Pemilu? Yang menang justru partai nasionalis dan pragmatis. 

Nah kadang kalau TNI, Elite partai bersatu dengan ormas islam  bisa melahirkan gerakan massal, yang efektif sebagai pressure group. Itu bisa dilihat dalam aksis 411, 212. Aksi itu hanya bisa padam setelah Jokowi setuju kompromi. Lihatlah. Setelah aksi itu Jokowi datang ke markas TNI bertemu dengan prajurit. Bertemu dengan elite partai. Dan tentu terakhir bertemu dengan elite ormas islam. Hasilnya? kompromi terjadi antara Elite partai , TNI dan Presiden. Masing masing dapat opsi. Misal, Pemerintah tendang HTI. UU Ormas disahkan. Tentu elite partai dan TNI juga dapat opsi. Adem.

Tetapi karena politik itu dinamis. Tadinya teman, dan sudah komit, namun bisa saja  berubah cepat.  Teman jadi musuh. Komitmen bisa bubar. Mengapa ? karena elite partai dapat cara baru untuk bergain di hadapan pemerintah, katakanlah mereka sudah solid dengan ormas islam besar. Atau TNI menang banyak karena kebijakan pemeritah. Sehingga berada di kubu pemerintah. Nah kalau elite partai dan TNI cuekin ormas islam lain maka kekuatan extra parlemen yang disokong pengusaha rente akan memanfaatkan tokoh islam. Mereka berharap bisa mempengaruhi ormas islam lain sebagai pressure group. Namun itu hanya dilakukan di saat kondisi negara lemah, seperti dalam kasus COVID-19 dengan lahirnya KAMI. Tujuannya apa ? ya sesuai agenda sponsor atau penyandang dana. Engga ada itu soal keadilan.  Tapi kekuatan extra parlemen secaman ini hanya onani kalau tidak dapat dukungan dari elite partai besar atau elite TNI.

Nah mengapa keadaan tersebut diatas dapat terjadi? karena 1) adanya sistem trias politika. Di mana tidak ada satupun kekuasaan yang benar benar berkuasa. Satu sama lain saling tarik menarik untuk mencapai keseimbangan. 2). Sistem yang ada di parlemen tidak efektif untuk ajang main catur berhadapan dengan pemerintah. Karena terikat dengan Tatip DPR, di mana pemeritah sudah kunci semua, yang sehingga DPR jadi macan ompong. 3). Partai tidak efektif memproduksi calon pemimpin yang fenomenal secara nasional. Kalaupun ada, itu sangat terbatas jumlahnya. Itu karena sistem partai sangat elitis yang menghambat orang hebat berprestasi hebat. 4) Ormas islam, kehilangan idea besar karena tidak ada tokoh sehebat  seperti Mahatma Gandhi atau Nelson Mandela atau Dalai lama, yang hidup bersehaja.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...