Rabu, 26 Juli 2023

Menjelang pemilu 2024 diantara kekuatan China dan AS..

 





Setelah hampir 40 tahun interaksi yang saling menguntungkan, Amerika Serikat dan China menghadapi tantangan domestik, internasional, dan ideologis yang semakin membuat mereka berselisih. Hubungan yang sebelumnya kompetitif dan kooperatif sekarang kompetitif dan agitatif. Tidak ada preseden untuk memandu Cina dan Amerika dalam mengelola persaingan geostrategis antara negara adidaya yang kaya, saling terkait erat, dan sangat termiliterisasi. Lebih rumit lagi, publik AS dan China semakin tidak percaya satu sama lain. Sebanyak 89 persen responden Amerika pada survei terbaru dari Pew Research Center menganggap China sebagai musuh, sementara sekitar dua pertiga responden China memandang Amerika Serikat tidak punya niat baik. Persepsi timbal balik yang negatif seperti itu kemungkinan besar akan menghambat kemampuan masing-masing pihak untuk mengkalibrasi ulang pendekatannya terhadap pihak lain.


***


Awalnya hubungan terjalin atas dasar kooperatif. Kemudian China mendapatkan keuntungan dari pasar dan tekhnologi dari AS. Perkembangan berikutnya, Ekonomi China telah bertransformasi menjadi negara industri maju. Saat itu terjadilah kompetisi. Sebenarnya situasi berkompetisi itu sehat saja. Karena tidak bermusuhan. Pintu  sinergi terbuka satu sama lain. Banyak MNC AS yang pindahkan pabriknya ke China. Namun keadaan semakin memburuk ketika defisit neraca perdagangan dan jasa keuangan AS terus melebar terhadap China. Sementara ekonomi AS semakin memburuk setelah krisis Lehman 2008. AS sibuk mengatasi krisis wallstreet lewat program bailout,  stimulus, QE dan puncaknya mata uang dollar melemah akibat inflasi. Suku bunga the fed terpaksa terkerek untuk memerangi inflasi. Pasar AS jadi menyempit. Daya beli turun. Krisis ekonomi AS  merembet ke zona Eropa dan tentu berdampak buruk secara global  termasuk  China.


AS dan China saling claim menyalahkan.  Apapun argument China terhadap AS dan begitupula sebalik nya tidak menghasilkan dialogh yang produktif untuk perdamaian. Belum lagi situasi ini masuk ke ranah politik domestik masing masing. Xijinping perlu musuh bersama untuk menaikan approval rating dihadapan rakyat China agar terus berkuasa. Sementara Presiden AS juga sama. Perlu jadikan China musuh bersama untuk kepentingan approval rating. Agar terpilih kembali. Kedua duanya tidak diuntungkan dan pasti keduanya merugi.


Mantan Presiden AS Donald Trump mengantarkan era yang lebih konfrontatif dalam hubungan AS-Tiongkok, dan Biden sebagian besar mempertahankan pendekatan pendahulunya, meskipun dengan nada yang lebih seimbang. Pemerintah AS selama beberapa dekade prihatin dengan merkantilisme China, modernisasi militer yang cepat, dan pendekatan yang tidak liberal terhadap hak asasi manusia. Namun faktanya China semakin diterima dunia luar terutama lewat proyek BRI, semakin kuat dengan seluruh dunia. Amerika Serikat telah kehilangan kesabaran dengan sistem kapitalis negara China, militerisasi Laut China Selatan, dan pemerintahan yang semakin otoriter.


Pejabat pemerintah China tampaknya percaya bahwa tujuan Amerika Serikat adalah untuk menekan kebangkitan China. Melanjutkan kebijakan administrasi Trump , serta AUKUS submarine pact and the Quad’sincreasing coordination, sebagai bukti keinginan Washington untuk menahan China dan membatasi pengaruh Beijing di Indo-Pasifik. Selain itu, banyak cendekiawan dan pakar Tiongkok melihat pembatasan AS pada ekspor teknologi sensitif ke Tiongkok sebagai bukti bahwa Amerika Serikat berupaya menghambat sektor teknologinya yang sedang berkembang. 


Adalah terlalu naif bila dikatakan perseteruan antara China dan AS itu tidak berdampak kepada ASEAN dan Indopacific. Jelas saja berdampak. Setelah AS kalah disemua lini, AS perlu kekuatan lebih besar sekali pukul terhadap China. Apa itu ? hegemoni kawasan ASEAN yang bersinggungan dengan Laut China Selatan. Kalau AS bisa unggul dalam pertarungan geopolitik dan geostrategi di ASEAN dan Indopacific, akan sangat efektif bagi AS mengendalikan China dan memastikan AS sebagai penguasa tunggal dunia.


Mengapa laut China Selatan ? Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan bahwa sekitar 80 persen perdagangan global berdasarkan volume dan 70 persen nilai diangkut melalui laut. Dari volume itu, 60 persen perdagangan maritim melewati Asia, dengan Laut China Selatan membawa sekitar sepertiga pelayaran global.  Perairannya sangat penting bagi Cina, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan, yang semuanya bergantung pada Selat Malaka, yang menghubungkan Laut Cina Selatan dan, selanjutnya, Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 60 persen nilai perdagangannya melalui laut, keamanan ekonomi China terkait erat dengan Laut China Selatan.


Sikap Negara ASEAN yang wilayahnya bersinggungan dengan Laut China Selatan, dalam menyikapi situasi ketegangan hubungan antara AS dan China, berlindung dibalik kebijakan Politik Indonesia. Sejak era Trumps memang Jokowi menghadapi dilema yang sulit. Tapi dasar kebijakan luar negeri Indonesia tetap mengacu kepada UUD 45. Bahwa Indonesia harus mempertahankan kenetralannya ( asas non blok).


Saya tahu, memang sullt bagi Jokowi untuk menolak kedatangan Menlu AS, Blinken pada 14 desember 2021. Apalagi agenda kunjungan itu bersifat kenalan saja. Ternyata bukan sekedar kenalan.  Blinken datang untuk mempertegas posisi AS di Indo Pacific. Bahwa AS akan memainkan perannya lebih besar dibidang ekonomi di kawasan Indopacific. Akan memberikan bantuan dana dan tekhnologi ke Indonesia dan negara ASEAN. Artinya dengan percaya diri, Blinken berkata, lebih baik kerjasama dengan AS daripada dengan China. Tersirat proposal itu mengarah kepada Pakta pertahanan.


Kementrian luar negeri China protes. AS dianggap melanggar kesepakatan tingkat tinggi antara presiden. Dalam kesepakatan itu, China dan AS sepakat untuk menjadikan kawasan damai di Laut China Selatan. ( LCS). Artinya baik China maupun AS , tidak akan menciptakan blok di kawasan LCS. Semua masalah diselesaikan dalam kuridor kerjasama regional dan lebih utamakan kerjasama ekonomi.


Sebenarnya escalasi ketegangan hubungan china-Indonesia berkaitan dengan LCS karena ulah blunder Prabowo yang tidak paham soal geostrategis dan geopolitik. Kurang matang perhitungan intelijen. Tidak hemat bicara. Bayangkan. Bulan Maret 2021, waktu kunjungan ke Tokyo, Prabowo komit bersama Jepang menentang segala upaya China untuk mengubah status quo atas wilayah nine dash line yang di claim China. Padahal Indonesia tidak sedang dalam sengketa dengan China. Karena solusi sudah ada. Yaitu kemitraan ekonomi di kawasan LCS. China masih sabar saja atas sikap Prabowo itu.


Belum cukup membuat China terperangah. Waktu kunjungan ke Bahrain pada Dialog Manama IISS ke-17 bulan November tahun 2021 lalu. Prabowo mengatakan bahwa Indonesia harus “realistis”. Yang menyiratkan sulit bagi Indonesia akan terus nonblok. Artinya demi kepentingan nasional, Indonesia bisa saja berpihak kepada salah satu kekuatan besar.. Itu sebabnya Desember awal 2021 China mulai panas. Mereka layangkan protes kepada Indonesia soal Blok Tuna. Ini udah bisa diselesaikan lewat misi rahasia Jokowi. Eh Menlu AS berkunjug ke Indonesia. . Jadi kacau lagi. Panas lagi.


Tetapi saya tahu. China lebih percaya kepada kepemimpinan Jokowi. Pada saat kunjungan Blinken ke Indonesia. Sorenya atau pada hari yang sama Jokowi menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev. Menlu AS jelas merasa diremehkan Jokowi. Seolah dianggap kecil. Apalagi AS tahu hubungan china dan Rusia.  Dalam dunia diplomasi. Tidak perlu ungkapan, tetapi tindakan sudah menunjukan sikap jelas Indonesia.


Saya tahu Prabowo berusaha mengarahkan politiknya ke AS. Berharap memudahkan dia menuju RI-1 2024. Seharusnya kita belajar dari Ukraina dan negara lain. Ketika negara itu masuk salah satu blok besar. Maka negara itu akan dijepit oleh perseteruan dua blok besar itu. Yang korban ya rakya kecil. Pendapat saya pribadi, indonesia harus tetap pada posisi non blok. Apapun taruhannya, termasuk tekanan dari AS atau China menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Rakyat harus bersatu. Jangan pilih capres yang condong ke kanan atau ke kiri. 

Dan kepada AS, sebaiknya focus menyelesaikan hubungan dengan China itu lewat kuridor WTO. Salah satu instrumen hebat untuk mengelola hubungan [AS- China] adalah WTO. Cakupan WTO sangat luas. Bukan hanya soal perdagangan tapi juga soal investasi, financia dan tourism.  Ini lebih baik untuk memiliki sistem berbasis aturan daripada tidak memiliki sistem berbasis aturan. Baik China maupun AS akan saling menjaga reputasinya di hadapan WTO. Maklum baik AS maupun China sebenarnya saling membutuhkan. Ya tirulah Jokowi berhadapan dengan sentimen Eropa soal larangan ekspor bahan mentah tambang dan deforest  atas produk CPO. Tidak dihadapi dengan agitasi tapi yang selesaikan lewat WTO. Konstitusi kita mengajarkan menjadi negara bermartabat. Menghormati konsesus international namun  tidak mengorbankan kepentingan domestik.


***


Ale, kan tahun 2018 Indonesia kontrak pengadaan pesawat tempur kelas berat Su-35 Rusia. Kalau engga salah, satu harganya USD 100 juta. Nilai kontrak USD 1,1 untuk 11 unit. Delivery tahun 2019. Kenapa batal ? Tanya Florence.


“ Ya karena di intervensi AS. “


“ Apa dasarnya AS intervensi ?


“ Itu UU AS. CAATSA, Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act. Kalau kita langgar ya kita akan kena embargo senjata dari AS.”


“ Dan karena itu kita beralih ke Dassault Rafale asal Perancis dan F-15EX buatan Amerika Serikat.”


“ Ya. “


“ Tahun lalu hanya dalam rentang sehari yaitu 10 -11 februari, Prabowo mengumumkan kontrak pengadaan peswat jet tempur. Yang pertama, kontrak pembelian 42 jet tempur ringan bermesin kembar Rafale Perancis senilai USD 8,1 miliar dan satu lagi senilai $13,9 miliar untuk 36 pesawat tempur kelas berat F-15 Eagle. “


“ Saya setuju sekali pembelian pesawat tempur ini. Karena 33 pesawat tempur ringan F-16 dan F-5 milik TNI AU yang ada memang harus diganti. Itu udah jadul dan malu maluin. Pilihan akan diganti dengan Rafale, sementara 16 pesawat kelas berat Su-27/30 Rusia, digantikan dengan F-15. “ Kata saya.


“ Yang gua pertanyakan. Itu harga kemahalan dech. Rafale yang kelas ringan harganya sekitar $193 juta per unit, sementara F-15 Eagle yang kelas berat $386 juta per unit. Ini pesawat tempur termahal yang penah dijual. Bandingkan dikelas yang sama Su-35 harganya hanya $100 juta per unit. Kalau beli dalam jumlah besar, dapat harga diskon jadi USD 80 juta. “Kata Florence. Saya diam saja.


“ Mungkin spec nya Rafale lebih baik dari Su-35. “ Kata saya sekenanya.


“ Loh, Lue kan tahu. Rafale itu memiliki mesin terlemah dari semua pesawat tempur yang diproduksi di dunia. Su-35 itu 180 persen lebih berat dan memiliki tenaga mesin 190 persen lebih tinggi daripada Rafale. Su-35 itu mengintegrasikan mesin vektor dorong, menggunakan tiga radar di mana pesaing Baratnya hanya menggunakan satu radar. Dan lagi Rudal udara-ke-udara R-37 Su-35 cepat dan dapat menembak lebih jauh pada jarak 400 km, ya sekitar dua kali lipat jangkauan rudal Meteor Rafale dan lebih dari dua kali lipat dari AIM-120D F-15. Lue kan tahu kalau duel di udara unsur mesin, radar dan rudal menentukan keunggulan pilot fighter “ Jawab Florence.


“ Masalahnya, pemeliharaan dan perawatan Su itu berbiaya tinggi. Bahkan untuk MRO, kita harus bekerjasama dengan negara ketiga yaitu Belarus” Kata saya. Florence sewot. “ Sayang” kata saya tersenyum mau jelaskan alasan pembelian pesawat yang rasional. “ Gua engga bilang bahwa Su-35 selalu lebih baik, dengan F-15 khususnya Rafale tapi dengan harga hampir lima kali lipat, itu udah engga rasional, padang jelek! Kata florence memotong pembicaraan saya.


“OK, terus darimana duitnya beli Su-35? tanya saya.


“ Ya dari APBN “


“ Itu yang engga ada. Makanya beli pesawat Eropa dan AS yang bisa ngutang. “


“ Utang lagi. Jebakan politk itu. Begonya lagi, itu pasti lewat  broker yang punya akses ke financial dan politik di Pentagon dan Whitehouse. “ Florence mencibir.


“ Ya.”


“ Pasti lue ikutan. “ sergah Florence.


“ Ya gua lagi. “ Garuk kepala. “ Mana ngerti gua soal gituan. “ Kata saya mengibaskan tangan.


“Boong lue. Dasar mantiko lue. yang begituan aja di makelarin“ kata Florence. Saya diam saja. Apapun dituduhkan kegua. Dasar paranoid. 


“ Jangan jangan beli pesawat bekas Mirage 2000-5 yang kemahalan itu juga lue ikut terlibat. Bayangin begonya. Pesawat bekas usia 22 tahun, harganya 1 unit Rp. 1 triliun.” Kata Florence lagi. Saya mending diam sajalah

Rabu, 12 Juli 2023

Bias informasi

 



Politik itu sebelum ada sosial media, hanya ada dalam remang remang dan bisik bisik. Kekuatan politik dibangun secara sistematis lewat kader partai di akar rumput dan kolaborasi dengan pemilik media massa, tentu juga tak ketinggalan dukungan moral dari patron atau tokoh masyarakat. Tapi era sekarang berbeda. Begitu besarnya pengaruh sosial media yang mampu mengubah lanskap politik. Transformasi ini telah menghasilkan persepsi yang bertolak belakang dengan fakta. Yang miris justru rakyat awam menjadikan sosial media sebagai referensi untuk menilai kebijakan pemerintah.


Moote, McClaran, & Chickering dalam jurnalnya tentang Applying participatory democracy theory to public land planning. Environmental Management, mengatakan bahwa teori demokrasi berorientasi kepada partisipasi publik. Karenanya design konten politik tidak berubah. Yang berubah hanya salurannya saja. Konten yang mudah dijual di tengah lautan massa yang miskin literasi adalah narasi tentang musuh bersama. Itu ciri khas dari kaum populis, seperti yang ditelaah oleh Jan-Werner Müller dalam bukunya, What is Populism? 


Pendapat Muler itu senada dengan Wirth, W., Esser, F., Wettstein, M., Engesser, S., Wirz, D., Schul dalam jurnalnya, A theoretical model and research design for analyzing populist political communication menyimpulkan secara tersirat bahwa pihak yang mengkritisi pemerintah mendapat serangan character assassination. Contoh di Indonesia, di stigma radikal, anti toleransi dan anti pancasila, kaum radikal kanan atau kiri. Ya apa saja lah. Pesan lewat sosial media terus diulang ulang sehingga menjadi persepsi publik.


Ketika politik dalam negeri sudah dikuasai. Oposisi jinak. Tidak ada lagi yang harus dimusuhi. Maka pihak asing dijadikan musuh bersama. Framing pemeritah tersinggung kepada Eropa begitu gencarnya lewat madia massa. Rakyat awam larut dalam narasi itu. Padahal sikap Eropa itu karena mereka anggota WTO dan Indonesia sudah meratifikasi WTO. Jadi sengketa Sawit dan Nikel atau mineral , itu hanya masalah internal anggota WTO. Lain halnya kita tidak pernah ratifikasi WTO. Yang lucunya, Eropa yang kita lawan itu adalah negara yang memasok pesawat tempur bekas untuk TNI-AU kita. 


Lucu kan. Tapi apa peduli pemerintah soal kelucuan itu. Toh rakyat engga akan sampai mikir terlalu jauh dibalik kelucuan itu. Drama semacam itu menurut Dr Moffitt, dalam bukunya “The Global Rise of Populism”, membuat si pemimpin terlihat sangat heroic dan kuat seperti “strongman” leaders. Rakyat awam tidak akan paham bahwa mereka sedang berada disituasi dimana bobroknya institusi demokrasi dan buruknya index CPI, tingginya ICOR. Karena media massa dan sosial media serta lembaga Survey yang bias dan korup


Sepertinya Jokowi sangat yakin bahwa dukungannya secara simbolik kepada PS seakan ticket PS untuk jadi penghuni istana berikutnya. Müller menyebutkan bahwa pemimpin yang di framing merakyat merasa dialah satu satunya orang yang dapat mewakili harsrat rakyat banyak dan layak menentukan suksesi kepempinan. Baliho PS terpampang disudut kota,  berdampingan dengan Jokowi. Seakan menyiratkan bahwa Prabowo identik dengan Jokowi. Publik tidak perlu lagi pertanyakan apa  prestasi PS secara nasional yang bisa diarasakan langsung oleh rakyat. Pilih PS sama saja pilih Jokowi.


Kesimpulannya. Indonesia masih masuk dalam kategori flawed democration atau demokrasi cacat. Betul kata Hitler “ What good fortune for governments that the people do not think” Mengapa ? ya mudah di framing bahwa pemerintah tidak pernah salah. Yang salah adalah mereka yang mengatakan pemerintah salah. Laporan Indeks Demokrasi Economist tahun 2022, skor kita 6,71 poin dari 10. Peringkatnya turun dari 52 menjadi 54 dari total 167 negara. Makanya jangan kaget bila tingkat kepuasan rakyat mencapai  69,3%.

Sabtu, 01 Juli 2023

Uang Jin dimakan setan.

 


Mungkin sebagian anda mengenal Tsingshan. Salah satunya Smelter nikel  di kawasan industri Morowali yang membentang seluas 2.000 hektare dengan 44.000 pekerja. Dilengkapi bandara, pembangkit listrik dan pelabuhan. Pemiliknya adalah Xiang Guangda. Dia dikenal Raja Nikel dan Big Shot. Dia Merintis karier awal sebagai mekanik di perusahaan perikanan negara. Kemudian dia keluar untuk wirausaha bidang pertambangan. Kerja keras dan kecerdikan nya sehingga dari usaha tambang keicl menjadi raksasa.


Guangda dealing dengan Glencore, sebuah perusahaan perdagangan komoditas dan pertambangan multinasional Anglo-Swiss dengan kantor pusat di Baar, Swiss. Glencore  menempati peringkat ke-415 di Forbes Global 2000 pada tahun 2021. Untuk menjaga harga nikel tidak jatuh dimasa depan, Guangda meminjam nikel dari Glencore untuk trasaksi short di market. Berapapun volume, orang percaya kepada Guangda. Karena dia raja nikel


Guagda pinjam nikel katakanlah 100.000 ton dengan harga $25,000/ton dari Glencore. Seperti biasanya kalau harga turun, katakanlah USD 15,000. Dia akan beli nikel itu dipasar sebesar 100.000 dan mengembalikan nikel itu kepada Glencore. Dia bisa untung USD 10,000/ ton. Hitung aja berapa profitnya kalau dikalikan volume 100,000 ton. Yang jadi masalah, Guangda apes. Perang rusia ukrania membuat harga nikel melambung sampai USD 100,000. Itu artinya kerugian 400 persen. 


Sesuai kontrak, Glencore tagih kepada Guanda sebesar USD 10 miliar. Guangda engga ada duit. Dia terpaksa lepas sahamnya yang ada Tsingshan holding kepada Baowu Steel Group untuk bayar utang. Itu Glencore pendirinya Marc Rich. Dia pemain hedge fund yang legendaris. Marc pernah didakwa di Amerika Serikat atas tuduhan penghindaran pajak, penipuan, pemerasan, dan membuat kesepakatan minyak dengan Iran selama krisis embargo ekonomi Iran. Dia melarikan diri ke Swiss dan tidak pernah kembali ke Amerika Serikat.  Pada 20 Januari 2001, Pas hari terakhir Clinton menjabat, dia menerima pengampunan luas dari Presiden AS Bill Clinton. Beakangan diketahui, istri Marc, Denise, telah memberikan sumbangan besar kepada Partai Demokrat. Tampaknya Glencore memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan Washington, namun Marc Rich meninggal dunia pada tahun 2013. 


Guangda kena karma. Karena Guangda kaya mendadak dari smelter nya di Indonesia yang cost nya sangat rendah dibandingkan negara manapun. Dia pecundangi pemerintah Indonesia, dan setelah kaya dia kena pencundangi pemain hedge fund. Uang jin dimakan setan. Memang pemain hedge fund itu mencari target orang yang mudah dapat kekayaan dan mindset kampungan.


***

Solusi program hilirisasi.


Saya sangat mendukung Hilirisasi. Karena hanya itu cara yang rasional untuk kita bisa mendapatkan nilai tambah dari SDA. Tapi tentu cara itu harus dilakukan secara jenial. Tidak dengan agenda personal atau kelompok tetapi agenda nation interest semata. Saya memberikan catatatan dulu untuk realisasi hilirisasi Nikel dan terakhir saya akan memberikan solusi. 


Pertama. Kajian awal Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK mengungkap ekspor ilegal bijih nikel justru marak ketika Jokowi memberlakukan kebijakan tersebut pada 1 Januari 2020. Kantor bea dan cukai Cina mencatat importasi bijih nikel dari Indonesia sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022 sebanyak 5,3 juta ton. Ekspor ilegal ini tidak kecil tetapi sangat besar. Mengapa terjadi? karena perbedaan harga lokal ore dengan harga shanghai market beda 100%. 


Jadi kebijakan hilirisasi itu ditunggangi oleh kepentingan kelompok yang sangat kuat pengaruhnya dengan kementerian yang punya otoritas mengawasi pelabuhan dan tata niaga ekspor.  Bayangin aja ekporter ilegal itu bisa tembus Beacukai, Syahbandar, Bakamla, Polisi perairan, Imigrasi.  Makanya harus dievaluasi program hilirisai tiu.


Kedua. Intervensi negara dalam bentuk insentif dan larangan ekspor mentah itu telah membuat dominasi smelter sangat besar. Mereka tidak dibebani dengan ongkos lingkungan hidup yang rusak akibat penambangan nikel. Namum hidup mati penambang nikel mereka yang tentukan. Bukan rahasia bila pejabat dan aparat jadi broker penambang untuk dapatkan kontrak kepada Pengusaha Smelter. Yang penambang kelas kakap lobinya makin tinggi. Bukan jual kepada smelter tapi ekspor mentah dengan harga 100% lebih tinggi daripada jual ke smelter. Jadi program hilirisasi ini justru menciptakan rente.


Ketiga. Walau ekspor nikel meningkat ratusan persen dibandingkan dengan sebelum adanya smelter. Tapi nilai devisa yang bisa didapat pemerintah tetap rendah.  Karena sebagian besar smelter dibangun dengan skema investasi couter trade. Pembayaran investasi dalam bentuk barang. Devisa hanya ada dalam catatan doang. Pendapatan pajak juga rendah dari nikel. Karena adanya insentif pajak ekspor produk olahan nikel dan tax holiday. Jadi progam hilirisasi yang penuh gebyar itu menciptakan paradox.


Nah apa solusinya.?


Ya, pemerintah harus ciptakan ekosistem bisnis hilirisasi. Caranya ? pemerintah harus bangun KEK khusus pengolahan nikel. Ini termasuk wilayah bebas pajak. Tidak boleh ada lagi smelter ada di luar KEK. Tentu KEK ini dilengkapi pelabuhan berkelas international. Karena KEk dilengkapi sistem warehousing pabean untuk produk antara nikel, maka akan mudah pemerintah mengontrol keluar masuk barang. Dengan cara ini ekosistem bisnis tercipta. Maka relokasi industri barang umum ( Downstream ) yang terbuat dari nikel akan terjadi meluas. Karena motif ekonomi selalu Industri dibangun mendekati bahan baku.


Kita sudah punya pelajaran berharga di masa lalu membangun industri hilir hasil hutan di era Soeharto. Pengusaha pabrik Playwood dapat insentif besar tapi hasilnya hutan gundul dan negara tetap dibebani hutang, dan kini kita rasakan dampak buruknya pengeolaan SDA itu. Apakah kita akan ulang lagi kebodohan masa lalu? Kalau ingin berani, beranilah dulu kepada musuh terdekat kita, yaitu para seeking rent ( pencari rente). Karena musuh terbesar kita bukan pihak luar tapi diri kita sendiri..

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...