Rabu, 26 Juli 2023

Menjelang pemilu 2024 diantara kekuatan China dan AS..

 





Setelah hampir 40 tahun interaksi yang saling menguntungkan, Amerika Serikat dan China menghadapi tantangan domestik, internasional, dan ideologis yang semakin membuat mereka berselisih. Hubungan yang sebelumnya kompetitif dan kooperatif sekarang kompetitif dan agitatif. Tidak ada preseden untuk memandu Cina dan Amerika dalam mengelola persaingan geostrategis antara negara adidaya yang kaya, saling terkait erat, dan sangat termiliterisasi. Lebih rumit lagi, publik AS dan China semakin tidak percaya satu sama lain. Sebanyak 89 persen responden Amerika pada survei terbaru dari Pew Research Center menganggap China sebagai musuh, sementara sekitar dua pertiga responden China memandang Amerika Serikat tidak punya niat baik. Persepsi timbal balik yang negatif seperti itu kemungkinan besar akan menghambat kemampuan masing-masing pihak untuk mengkalibrasi ulang pendekatannya terhadap pihak lain.


***


Awalnya hubungan terjalin atas dasar kooperatif. Kemudian China mendapatkan keuntungan dari pasar dan tekhnologi dari AS. Perkembangan berikutnya, Ekonomi China telah bertransformasi menjadi negara industri maju. Saat itu terjadilah kompetisi. Sebenarnya situasi berkompetisi itu sehat saja. Karena tidak bermusuhan. Pintu  sinergi terbuka satu sama lain. Banyak MNC AS yang pindahkan pabriknya ke China. Namun keadaan semakin memburuk ketika defisit neraca perdagangan dan jasa keuangan AS terus melebar terhadap China. Sementara ekonomi AS semakin memburuk setelah krisis Lehman 2008. AS sibuk mengatasi krisis wallstreet lewat program bailout,  stimulus, QE dan puncaknya mata uang dollar melemah akibat inflasi. Suku bunga the fed terpaksa terkerek untuk memerangi inflasi. Pasar AS jadi menyempit. Daya beli turun. Krisis ekonomi AS  merembet ke zona Eropa dan tentu berdampak buruk secara global  termasuk  China.


AS dan China saling claim menyalahkan.  Apapun argument China terhadap AS dan begitupula sebalik nya tidak menghasilkan dialogh yang produktif untuk perdamaian. Belum lagi situasi ini masuk ke ranah politik domestik masing masing. Xijinping perlu musuh bersama untuk menaikan approval rating dihadapan rakyat China agar terus berkuasa. Sementara Presiden AS juga sama. Perlu jadikan China musuh bersama untuk kepentingan approval rating. Agar terpilih kembali. Kedua duanya tidak diuntungkan dan pasti keduanya merugi.


Mantan Presiden AS Donald Trump mengantarkan era yang lebih konfrontatif dalam hubungan AS-Tiongkok, dan Biden sebagian besar mempertahankan pendekatan pendahulunya, meskipun dengan nada yang lebih seimbang. Pemerintah AS selama beberapa dekade prihatin dengan merkantilisme China, modernisasi militer yang cepat, dan pendekatan yang tidak liberal terhadap hak asasi manusia. Namun faktanya China semakin diterima dunia luar terutama lewat proyek BRI, semakin kuat dengan seluruh dunia. Amerika Serikat telah kehilangan kesabaran dengan sistem kapitalis negara China, militerisasi Laut China Selatan, dan pemerintahan yang semakin otoriter.


Pejabat pemerintah China tampaknya percaya bahwa tujuan Amerika Serikat adalah untuk menekan kebangkitan China. Melanjutkan kebijakan administrasi Trump , serta AUKUS submarine pact and the Quad’sincreasing coordination, sebagai bukti keinginan Washington untuk menahan China dan membatasi pengaruh Beijing di Indo-Pasifik. Selain itu, banyak cendekiawan dan pakar Tiongkok melihat pembatasan AS pada ekspor teknologi sensitif ke Tiongkok sebagai bukti bahwa Amerika Serikat berupaya menghambat sektor teknologinya yang sedang berkembang. 


Adalah terlalu naif bila dikatakan perseteruan antara China dan AS itu tidak berdampak kepada ASEAN dan Indopacific. Jelas saja berdampak. Setelah AS kalah disemua lini, AS perlu kekuatan lebih besar sekali pukul terhadap China. Apa itu ? hegemoni kawasan ASEAN yang bersinggungan dengan Laut China Selatan. Kalau AS bisa unggul dalam pertarungan geopolitik dan geostrategi di ASEAN dan Indopacific, akan sangat efektif bagi AS mengendalikan China dan memastikan AS sebagai penguasa tunggal dunia.


Mengapa laut China Selatan ? Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan bahwa sekitar 80 persen perdagangan global berdasarkan volume dan 70 persen nilai diangkut melalui laut. Dari volume itu, 60 persen perdagangan maritim melewati Asia, dengan Laut China Selatan membawa sekitar sepertiga pelayaran global.  Perairannya sangat penting bagi Cina, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan, yang semuanya bergantung pada Selat Malaka, yang menghubungkan Laut Cina Selatan dan, selanjutnya, Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 60 persen nilai perdagangannya melalui laut, keamanan ekonomi China terkait erat dengan Laut China Selatan.


Sikap Negara ASEAN yang wilayahnya bersinggungan dengan Laut China Selatan, dalam menyikapi situasi ketegangan hubungan antara AS dan China, berlindung dibalik kebijakan Politik Indonesia. Sejak era Trumps memang Jokowi menghadapi dilema yang sulit. Tapi dasar kebijakan luar negeri Indonesia tetap mengacu kepada UUD 45. Bahwa Indonesia harus mempertahankan kenetralannya ( asas non blok).


Saya tahu, memang sullt bagi Jokowi untuk menolak kedatangan Menlu AS, Blinken pada 14 desember 2021. Apalagi agenda kunjungan itu bersifat kenalan saja. Ternyata bukan sekedar kenalan.  Blinken datang untuk mempertegas posisi AS di Indo Pacific. Bahwa AS akan memainkan perannya lebih besar dibidang ekonomi di kawasan Indopacific. Akan memberikan bantuan dana dan tekhnologi ke Indonesia dan negara ASEAN. Artinya dengan percaya diri, Blinken berkata, lebih baik kerjasama dengan AS daripada dengan China. Tersirat proposal itu mengarah kepada Pakta pertahanan.


Kementrian luar negeri China protes. AS dianggap melanggar kesepakatan tingkat tinggi antara presiden. Dalam kesepakatan itu, China dan AS sepakat untuk menjadikan kawasan damai di Laut China Selatan. ( LCS). Artinya baik China maupun AS , tidak akan menciptakan blok di kawasan LCS. Semua masalah diselesaikan dalam kuridor kerjasama regional dan lebih utamakan kerjasama ekonomi.


Sebenarnya escalasi ketegangan hubungan china-Indonesia berkaitan dengan LCS karena ulah blunder Prabowo yang tidak paham soal geostrategis dan geopolitik. Kurang matang perhitungan intelijen. Tidak hemat bicara. Bayangkan. Bulan Maret 2021, waktu kunjungan ke Tokyo, Prabowo komit bersama Jepang menentang segala upaya China untuk mengubah status quo atas wilayah nine dash line yang di claim China. Padahal Indonesia tidak sedang dalam sengketa dengan China. Karena solusi sudah ada. Yaitu kemitraan ekonomi di kawasan LCS. China masih sabar saja atas sikap Prabowo itu.


Belum cukup membuat China terperangah. Waktu kunjungan ke Bahrain pada Dialog Manama IISS ke-17 bulan November tahun 2021 lalu. Prabowo mengatakan bahwa Indonesia harus “realistis”. Yang menyiratkan sulit bagi Indonesia akan terus nonblok. Artinya demi kepentingan nasional, Indonesia bisa saja berpihak kepada salah satu kekuatan besar.. Itu sebabnya Desember awal 2021 China mulai panas. Mereka layangkan protes kepada Indonesia soal Blok Tuna. Ini udah bisa diselesaikan lewat misi rahasia Jokowi. Eh Menlu AS berkunjug ke Indonesia. . Jadi kacau lagi. Panas lagi.


Tetapi saya tahu. China lebih percaya kepada kepemimpinan Jokowi. Pada saat kunjungan Blinken ke Indonesia. Sorenya atau pada hari yang sama Jokowi menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev. Menlu AS jelas merasa diremehkan Jokowi. Seolah dianggap kecil. Apalagi AS tahu hubungan china dan Rusia.  Dalam dunia diplomasi. Tidak perlu ungkapan, tetapi tindakan sudah menunjukan sikap jelas Indonesia.


Saya tahu Prabowo berusaha mengarahkan politiknya ke AS. Berharap memudahkan dia menuju RI-1 2024. Seharusnya kita belajar dari Ukraina dan negara lain. Ketika negara itu masuk salah satu blok besar. Maka negara itu akan dijepit oleh perseteruan dua blok besar itu. Yang korban ya rakya kecil. Pendapat saya pribadi, indonesia harus tetap pada posisi non blok. Apapun taruhannya, termasuk tekanan dari AS atau China menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Rakyat harus bersatu. Jangan pilih capres yang condong ke kanan atau ke kiri. 

Dan kepada AS, sebaiknya focus menyelesaikan hubungan dengan China itu lewat kuridor WTO. Salah satu instrumen hebat untuk mengelola hubungan [AS- China] adalah WTO. Cakupan WTO sangat luas. Bukan hanya soal perdagangan tapi juga soal investasi, financia dan tourism.  Ini lebih baik untuk memiliki sistem berbasis aturan daripada tidak memiliki sistem berbasis aturan. Baik China maupun AS akan saling menjaga reputasinya di hadapan WTO. Maklum baik AS maupun China sebenarnya saling membutuhkan. Ya tirulah Jokowi berhadapan dengan sentimen Eropa soal larangan ekspor bahan mentah tambang dan deforest  atas produk CPO. Tidak dihadapi dengan agitasi tapi yang selesaikan lewat WTO. Konstitusi kita mengajarkan menjadi negara bermartabat. Menghormati konsesus international namun  tidak mengorbankan kepentingan domestik.


***


Ale, kan tahun 2018 Indonesia kontrak pengadaan pesawat tempur kelas berat Su-35 Rusia. Kalau engga salah, satu harganya USD 100 juta. Nilai kontrak USD 1,1 untuk 11 unit. Delivery tahun 2019. Kenapa batal ? Tanya Florence.


“ Ya karena di intervensi AS. “


“ Apa dasarnya AS intervensi ?


“ Itu UU AS. CAATSA, Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act. Kalau kita langgar ya kita akan kena embargo senjata dari AS.”


“ Dan karena itu kita beralih ke Dassault Rafale asal Perancis dan F-15EX buatan Amerika Serikat.”


“ Ya. “


“ Tahun lalu hanya dalam rentang sehari yaitu 10 -11 februari, Prabowo mengumumkan kontrak pengadaan peswat jet tempur. Yang pertama, kontrak pembelian 42 jet tempur ringan bermesin kembar Rafale Perancis senilai USD 8,1 miliar dan satu lagi senilai $13,9 miliar untuk 36 pesawat tempur kelas berat F-15 Eagle. “


“ Saya setuju sekali pembelian pesawat tempur ini. Karena 33 pesawat tempur ringan F-16 dan F-5 milik TNI AU yang ada memang harus diganti. Itu udah jadul dan malu maluin. Pilihan akan diganti dengan Rafale, sementara 16 pesawat kelas berat Su-27/30 Rusia, digantikan dengan F-15. “ Kata saya.


“ Yang gua pertanyakan. Itu harga kemahalan dech. Rafale yang kelas ringan harganya sekitar $193 juta per unit, sementara F-15 Eagle yang kelas berat $386 juta per unit. Ini pesawat tempur termahal yang penah dijual. Bandingkan dikelas yang sama Su-35 harganya hanya $100 juta per unit. Kalau beli dalam jumlah besar, dapat harga diskon jadi USD 80 juta. “Kata Florence. Saya diam saja.


“ Mungkin spec nya Rafale lebih baik dari Su-35. “ Kata saya sekenanya.


“ Loh, Lue kan tahu. Rafale itu memiliki mesin terlemah dari semua pesawat tempur yang diproduksi di dunia. Su-35 itu 180 persen lebih berat dan memiliki tenaga mesin 190 persen lebih tinggi daripada Rafale. Su-35 itu mengintegrasikan mesin vektor dorong, menggunakan tiga radar di mana pesaing Baratnya hanya menggunakan satu radar. Dan lagi Rudal udara-ke-udara R-37 Su-35 cepat dan dapat menembak lebih jauh pada jarak 400 km, ya sekitar dua kali lipat jangkauan rudal Meteor Rafale dan lebih dari dua kali lipat dari AIM-120D F-15. Lue kan tahu kalau duel di udara unsur mesin, radar dan rudal menentukan keunggulan pilot fighter “ Jawab Florence.


“ Masalahnya, pemeliharaan dan perawatan Su itu berbiaya tinggi. Bahkan untuk MRO, kita harus bekerjasama dengan negara ketiga yaitu Belarus” Kata saya. Florence sewot. “ Sayang” kata saya tersenyum mau jelaskan alasan pembelian pesawat yang rasional. “ Gua engga bilang bahwa Su-35 selalu lebih baik, dengan F-15 khususnya Rafale tapi dengan harga hampir lima kali lipat, itu udah engga rasional, padang jelek! Kata florence memotong pembicaraan saya.


“OK, terus darimana duitnya beli Su-35? tanya saya.


“ Ya dari APBN “


“ Itu yang engga ada. Makanya beli pesawat Eropa dan AS yang bisa ngutang. “


“ Utang lagi. Jebakan politk itu. Begonya lagi, itu pasti lewat  broker yang punya akses ke financial dan politik di Pentagon dan Whitehouse. “ Florence mencibir.


“ Ya.”


“ Pasti lue ikutan. “ sergah Florence.


“ Ya gua lagi. “ Garuk kepala. “ Mana ngerti gua soal gituan. “ Kata saya mengibaskan tangan.


“Boong lue. Dasar mantiko lue. yang begituan aja di makelarin“ kata Florence. Saya diam saja. Apapun dituduhkan kegua. Dasar paranoid. 


“ Jangan jangan beli pesawat bekas Mirage 2000-5 yang kemahalan itu juga lue ikut terlibat. Bayangin begonya. Pesawat bekas usia 22 tahun, harganya 1 unit Rp. 1 triliun.” Kata Florence lagi. Saya mending diam sajalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...