Tahun 90an saya pernah bertemu dengan teman yang menawarkan kepada saya untuk berwisata kekota terindah dan terbersih didunia. Bahkan masuk guiness book of record. Tentu saja saya membayangkan kota seperti Johannesburg atau Cape Town (Afrika Selatan). Belum sempat saya mengiyakan, dia sudah memberi tahu bahwa kota itu ada di Indonesia. Sayapun terkejut karena nama itu tidak pernah saya kenal, apalagi nama kota. Juga apa ada kota di Indonesia masuk guiness book karena kebersihan dan keindahan.? Teman ini tersenyum sambil menyebut nama Irian Jaya. Diapun menjelaskan bahwa kota ini bernama Kuala Kencana. Kota dibangun khusus untuk para executive PT.Freeport Indonesia. Lokasinya dekat Timika. Sayapun dapat memaklumi bila predikat kota masuk guiness book karena kota ini dihidupi oleh Freeport MacMoran, perusahaan penambang emas dan tembaga nomor tiga terbesar didunia. Freeport-McMoran awalnya adalah penambang belerang di sepanjang Gulf Coast, Amerika Serikat. Namanya nyaris tak dikenal di kalangan industri pertambangan, hingga Freeport–McMoran melalui team expedisinya Forbes Wilson bersama Del menemukan kandungan tembaga terbesar ketiga di dunia yang berlokasi di Papua Barat pada 1960-an Hal inipun berdasarkan hasil laporan dari seorang geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy pada tahun 1936.
Keindahan kota Kuala Kencana adalah lambang keangkuhan manusia diabad ini dan tentu juga lambang neo colonialism. Kekayaan alam di Gunung jaya wijaya dikuras tanpa memperdulikan dampak lingkungan dan meminggirkan suku suku yang sebelumnya hidup damai dengan alam sekitarnya dan meracik keseharian dengan cultural generasi kegenersi. Kini alam yang memberikan kehidupan pada lintasan sungai Ajkwa telah tak bisa lagi diminum karena tercemar. Di sungai ini setiap harinya lebih dari 200.000 ton tailing tambang dibuang. Bahkan kebun sagupun tak bisa lagi tumbuh akibat tanah dan air yang tercemar. Sementara kehidupan mereka tetap miskin. Setiap hari penduduk papua menatap kosong tak berdaya, ketika lebih dari 6.000.000.000 Ton pasir tembaga dikeruk dan disalurkan lewat pipa pipa raksasa dari Grasberg-Tembagapura sejauh 100 kilometer ke Laut Arafuru, di mana kapal-kapal besar menunggu. Sejak contract generasi pertama 1967 dengan hak konsesi 20 tahun, kemudian diperpanjang lagi dengan Contract Generasi kedua tahun 1991 yang akan berakir 2041. Yang menyedihkan Perpanjangan Contract ke Generasi kedua tidak menyertakan audite lingkungan dan keinginan Rakyat Papua. Malah memperluas wilayah konsesi menjadi dua kalipat dari Generasi yang pertama. Maka lengkaplah derita rakyat papua tanpa ada harapan untuk mendapatkan haknya.
Kita bertanya tanya bagaimana mungkin negara begitu saja tunduk dengan Asing dan membiarkan sumber daya alam dikangkangi tanpa memberikan manfaat maksimal khususnya bagi rakyat papua. Jawabanya mungkin karena faktor sejarah. Karena sebelum Irian direbut oleh Indonesia, sebetulnya ada deal khusus antara Soekarno dan JF Kennedy soal keinginan Indonesia untuk merebut Irian Barat dari Belanda. Entah bagaimana deal tersebut. Namun yang jelas kepiawaian Soekarno memainkan kartu Soviet dihadapan AS telah membuat AS tidak punya pilihan lain kecuali mendukung semua keinginan Soekarno, termasuk dukungan politik untuk mengusir Belanda dari Irian Barat.
Tahun 1961 Soekarno di undang oleh JF Kennedy ke Washington. Ketika itu diperkenalkan kepada Soekarno seseorang bernama Augustus Long Belakangan nama ini berhubungan dengan Freeport untuk menguasai tambang Tembaga di Irian Barat. Selanjutnya Politik bergulir seperti agenda Soekarno dan JFK melalui PBB , dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang memuat "Act of Free Choice" (Pernyataan Bebas Memilih). Akhirnya Belanda kalah tanpa kehilangan muka. Tapi setelah itu, Soekarno tak pernah melaksanakan deal tersebut walau Agustus Long tak pernah lelah menagih kepada Soekarno, sampai akhirnya Soekarno dijatuhkan dengna munculnya rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto Tahun 1967, Freeport MacMoran menandatangani Contract dengan Indonesia untuk hak atas konsesi tambang tersebut. Bukan hanya AS merasa berhak atas Papua tapi juga inggeris dan Australia. Maklum saja kedua negara ini juga berjasa terhadap keunggulan AS memenangkan perang dunia kedua dan berperan ikut menekan Belanda untuk angkat kaki dari Irian tanpa memberikan dukungan apapun ketika konplik senjata dengan TNI merebut Irian.
Inilah yang harus dipahami oleh rakyat Papua bahwa apapun dukungan AS, Australia, Inggeris terhadap Perjuangan rakyat Papua untuk merdeka atau melepaskan diri dari NKRI tidak akan melahirkan kemerdekaan yang sejati. Bagaimanapun cita cita Soekarno untuk rakyat Irian sangat mulia dan kebenciannya kepada colonialism sudah jelas. Seharusnya ini dijadikan pegangan oleh para elite politik dan penguasa negeri saat ini agar bersatunya Papua dalam NKRI ditahun 1962 adalah untuk kemerdekaan sejati bagi rakyat Papua agar mereka mendapatkan keadilan dan kehormatan. Selagi anggapan keberadaan Papua seperti "deal" tahun 1962 dimana bagi bagi hasil perang dengan AS, Inggris, Australia maka selama itupula gerakan separatis tidak akan pernah padam.
MENGUBAH KK MENJADI IUPK.
Di penghujung tahun 2012, Freeport menghubungi Pemerintah Indonesia untuk membahas perpanjangan Kontrak Karya (KK). Padahal Indonesia sudah ada UU No.4/ 2009 Tentang Minerba. Seharusnya tidak bisa lagi Freeport melanjutkan KK nya. Karena perbedaan KK dengan UU Minerba sangat jauh sekali. Tapi Freeport tidak peduli dengan adanya UU tersebut. Pemerintah Indonesia ketika itu dibawah kekuasaan SBY tidak bisa begitu saja menolak permintaan Freeprot. Maklum bahwa Freeport adalah perusahaan Asing dan sangat dekat dengan elite politik Amerika Serikat. Berseteru secara langsung dengan Amerika Serikat bukan sikap yang bijak bagi SBY.
Karenanya keinginan Freeport itu di pertimbangkan oleh pemerintah SBY melalui perundingan yang intensif. Dalam perundingan itu, pihak Freeport tetap tidak ingin mengubah statusnya sesuai dengan UU MInerba, namun dapat menerima pasal pasal dalam KK Itu diubah sesuai dengan amanah UU Minerba. Makanya tanggal 19 Desember 2012 diadakan pertermuaan yang membahas 6 isu strategis renegosiasi amandemen kontrak karya yang mencakup luas wilayah, kelanjutan operasi, penerimaam negara, divestasi, pengolahan pemurnian, dan penggunaan barang, jasa serta tenaga kerja dalam negeri.
Hasil pertemuan itu tidak langsung di sikapi oleh SBY. Keadaan itu dibiarkan mengambang. Hampir dua tahun setelah itu, pada tanggal 25 Juli 2014, terjadi kesepakatan antara Pemerintah dengan Freeport bahwa status Freeport tetap berdasarkan KK dan dapat di perpanjang namun ketentuanya sesuai dengan UU Minerba, yaitu seperti IUPK. Hasil kesepakatan itu di tuangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Freeport Indonesia (FI) dengan pemerintah. Wilayah kontrak karya (WKK) disepakati 90.360 hektare dan projek area 36,640 hektare, divestasi 30 persen, pajak badan nailed down, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Pajak lainnya prevailing sampai dengan tahun 2021, kelanjutan operasi pertambangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pengolahan dan pemurnian akan dilaksanakan di dalam negeri dengan mewujudkan suatu fasilitas pemurnian tembaga tambahan di Indonesia dengan mengutamakan penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri.
Ketika awal berkuasa JKW menyadari bahwa masalah FI sangat sensitip karena melibatkan hampir semua elite politik nasional. Jokowi sadar bahwa pemerintah harus menindak lanjuti kesepakatan perpanjangan kontrak yang tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) yang diteken semasa Pemerintah SBY. Perjanjian ini menjadi bagian tak terpisahkan, mengikat dua belah pihak Indonesia dan Freeport dan merupakan bagian dari amandemen kontrak. Kalau pemerintah Jokowi menolak memperpanjang, 3 tahun (tahun 2021) kemudian KK tetap berlaku sampai 2041 sesuai MOU itu. Kalau pemerintah tetap ngotot maka dipastikan akan kalah di Mahkamah international. Karenanya negosiasi tidak lagi berkaitan dengan perpanjang KK tapi bagaimana memaksa Freeport mengakhiri generasi KK menjadi IUPK dan mematuhi ketentuan mengenai divestasi serta kewajiban membangun smelter. Jokowi tidak menggunakan pendekatan kekuasaan dan hukum. Karena kalau itu diterapkan akan menaikan citra FI dan menjatuhkan citra Indonesia di mata intenational. Dan bukan tidak mungkin memberikan jalan excuse bagi FI keluar dari tekanan hutang melalui reschedule. Kalau ini terjadi nafas FI semakin panjang. Pertarungan semakin berat.
Juga berdampak buruk secara international dalam upaya pemerintah menarik modal asing. Jokowi tidak bisa begitu saja membatalkan MOU yang sudah ditanda tangani. Namun melanggar amanah UU Minerba adalah juga bukan sifat Jokowi. Memang situasi yang sangat sulit secara politik. Lantas apa yang dilakukan Jokowi? Jokowi bersikap tegas bahwa era KK sudah berakhir. Dia abaikan semua resiko itu. Jadi tidak akan ada celah untuk dilanjutkan. Andaikan ada pasal UU yang tidak sesuai dengan kelaziman maka pemerintah siap merevisi. Semua pengusaha tambang diperlakukan sama. Tidak ada perlakuan khusus. Semua harus mengikuti aturan mengenai Izin Usaha Penambangan (IUP).
Yang jadi masalah adalah walau FI setuju dengan ketentuan yang diatur oleh UU namun tidak rela bila KK dihapus. Mengapa? Perbedaan KK dengan IUP yang diatur oleh UU Minerba adalah pada legitimasi menguasai wilayah / lokasi penambangan secara otonom. Sementara IUP adalah hak lokasi tetap ada pada PEMDA sesuai UU mengenai otonomi Daerah. Artinya PEMDA berhak atas PBB dan retribusi yang diatur dalam PERDA. Disamping itu ketentuan yang diatur oleh UU tentang keharusan membangun smelter dengan kapasitas yang dihasilkan oleh FI adalah tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan cepat sesuai jangka waktu yang ditetapkan oleh UU. Mengapa?
Membangun Smelter yang sesuai dengan kapasitas konsentrat yang dihasilkan FI setiap harinya membutuhkan Listrik yang besar. Dari mana listriknya? sementara Indonesia saat itu masih kekurangan listrik. BIla FI membangun sendiri Pembangkit listrik juga tidak mudah. Karena hak membangun ada pada Pemerintah dan kalaupun pemerintah memberi izin maka tidak mudah bagi FI untuk mengeluarkan dana lebih dari USD 2 miliar. Karena FI sudah masuk anak perusahaan dari Induknya yang sudah listing di bursa NY, yang kebetulan sedang mengalami krisis keuangan akibat harga minyak jatuh.
Namun sikap tegas Jokowi ini tidak begitu dianggap serius oleh sebagian elite Politik. Mereka menjanjikan banyak hal kepada FI bahwa mereka mampu melanjutkan KK. Alasannya mereka punya kartu truf untuk menekan JKW. Tentu dengan imbalan yang mereka dapatkan dari FI. Dari lobby bisik bisik ini, keadaan yang sederhana menjadi ruwet. Apalagi ada keinginan dari para pelobi agar divestasi saham FI dilakukan secara tertutup dan ini diamini oleh FI. Namun usulah divestasi tertutup disikapi oleh Pemerintah JKW bahwa divestasi harus melaui IPO atau pasar terbuka. Untuk hal ini pemerintah mendorong BUMN atau BUMD terlibat. Celah divestasi sebagai alat bancakan elite tidak lagi efektif.
Karena itulah FI tetap ngotot minta KK di perpanjang, dan bersedia mengubah pasal pasal yang ada dalam KK. Dasarnya ya, MOU yang di tanda tangani oleh Pemerintah SBY itu. Tapi Jokowi juga tidak bisa begitu saja memenuhi kehendak FI. Karena walau MOU sudah ditandatangani tapi kan tetap harus sesuai dengan UU. Apalagi MOU di tanda tangani setelah adanya UU MInerba. Perundingan terus belanjut dibawah tekanan politik dari lawan yang begitu keras. Pada tanggal 23 Desember 2014. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia kembali duduk dalam meja perundingan. Tapi kali ini Jokowi minta agar PEMDA Papua di libatkan. Di sini jelas Jokowi mengajak rakyat Papua ada bersama UU.
Pada tanggal 23 Januari 2015, hasil perundingan itu melahirkan kesepakatan untuk memperpanjang MOU dengan syarat FI harus mematuhi terlebih dahulu isi yang ada dalam MOU tersebut, seperti ketentuan dimana FI harus membangun Smelter. Sepertinya Jokowi mengetahui kelemahan FI yang kesulitan memenuhi isi MOU itu tanpa ada izin prinsip perpanjangan KK. Situasi ini digunakan oleh Pemerintah untuk buying time sambil melihat situasi politik di Senayan yang masih di kuasai KMP. Makanya proses renegosiasi itu berlangsung lambat sekali. Prosesnya lebih dari 3 bulan sejak bulan juni 2015.
Sementara itu Loby di tingkat elite Politik terus dilakukan oleh FI agar memastikan pemerintah mengeluarkan izin prinsip perpanjangan operasi berdasarkan KK. Itu sebabnya pada tanggal 9 Juli 2015, PT Freeport Indonesia mengirim surat mengenai Permohonan Perpanjangan Operasi. Dan surat itu bukannya di tanggapi positip oleh pemerintah malah pada tanggal 31 Agustus 2015, Dirjen Minerba mengirimkan surat teguran keras kepada FI atas ketidaktaatan FI dalam menyelesaikan amandemen Kontrak Karya.
Negosiasi berlangsung keras. FI tetap tidak peduli dengan teguran Dirjen itu. Makanya pada tanggal 11 September 2015, Menteri ESDM Sudirman Said menjawab surat FI dengan nada keras agar FI mematuhi MOU. Apakan FI takut? tidak. Tetap aja pada pada tanggal 7 Oktober 2015, FI kembali mengirimkan surat ke Menteri ESDM terkait Permohonan Perpanjangan Operasi sesuai KK. FI begitu karena ada elite politik yang kasih angin sorga akan bisa perpanjang KK. Tapi lama lama FI semakin gerah dengan lobby elite politik. Sementara yang dijanjikan mengenai perpanjangan KK tidak juga terlaksana. Jokowi memang konsisten soal ini.
Akhirnya, pada tanggal 7 Oktober 2015, FI harus menerima kenyataan bahwa mereka harus tunduk dengan UU yang ada. Soal MOU jangan lagi dijadikan dasar untuk negosiasi. Sebagai kompensasi pemerintah memberiakn pre-commitment sebelum berakhir masa KK. Menteri ESDM mengirimkan surat kepada PT Freeport Indonesia yang menyatakan bahwa PT Freeport Indonesia dapat terus melakukan kegiatan operasinya hingga 30 Desember 2021 dan PT Freeport Indonesia berkomitmen untuk melakukan investasi dan mempersiapkan diri menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan adanya pre-commitment ini maka FI punya kepastian hukum untuk melanjutkan investasinya di lokasi tambangnya, untuk meningkatkan produksi, tentu menigkatkan pendapatan devisa bagi Negara. Kelak bila tahun 2021, masa berakhir KK, FI tetap ngotot memperpanjang KK maka secara hukum FI default. Pemerintah tidak bisa disalahkan secara hokum dan pemerintah berhak untuk mengusir FI dari Indonesia. Apakah salah Jokowi memberikan pre-commitment kepada FI dan mengizinkan FI melanjutkan operasinya sampai berakhir KK tanpa harus tunduk dengan UU MInerba? Tidak. Karena sebagaimana UU No. 4 /2009, sesuai pasal peralihan 169a yang menyebutkan bahwa Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. Itu sebabnya, pemerintah Indonesia mengizinkan FI untuk ekpor konsentrat. Karena status FI masih sesuai dengan KK sebelum tahun 2021.
Jokowi menadatangani Peraturan Pemerintah no.1 tahun 2017 terkait perubahan status FI sebagai pemilik Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jadi tamatlah era KK. We won. Freeport memilih patuh kepada pemerintah daripada perang di arbitrase international. Jadi masalah Freeport ini biasa saja dan tak ada urusan dengan tekanan dari AS atau apalah. Selagi UU itu belum direvisi atau di removed maka selama itu yang menang adalah rakyat indonesia.
DIVESTASI FREEPORT INDONESIA UNTUK RAKYAT.
Walau Frerpot Mc Morant sudah setuju dengan berakhirnya generasi KK dan tunduk kepada UU MInerba tanpa syarat. Namun masih ada lagi yang harus Jokowi perjuangkan. Apa itu? Mengenai divestasi atau pelepasan saham FI kepada Pemerintah Indonesia. Maklum dalam UU MInerba tidak diatur secara detail mengenai Divestasi. Padahal divestasi ini hal yang sangat rumit dan sangat menentukan kepemilikan Indonesia atas FI dimasa mendatang. Freport McMorant bisa saja menggunakan program divestasi ini sebagai celah untuk menarik capital gain atas nilai future invetasi yang telah mereka tanam di FI. Dan kalau Jokowi tidak hati hati maka program divestasi ini jadi jebakan batman yang membuat pemerintah selalu lemah dihadapan asing.
Kembali Freeport Mc Morant sebagai pemegang saham utama FI mengeluarkan jurus mematikan kepada Pemerintah Indonesia dengan mengusulkan valuasi saham yaitu US$ 16,2 miliar atau sekitar Rp 225,18 triliun dengan hitungan kurs Rp 13.900 per dollar AS. Pemerintah Indonesia menempatkan Menteri Keuangan dan Menteri ESDM dalam negosiasi. Sebagai mana kita ketahui bahwa SMI adalah mantan Direktur World bank dan Jonnan, Mantan VP Citibank. Kedua orang ini memang ahli dalam negosiasi divestasi. Mereka tahu bahwa FI tidak sebesar yang digembor gemborkan selama ini. Kalau mengacu harga saham Freeport-McMoRan Inc di Wallstreet harganya USD 13,59, itupun volume yang diperdagangkan rendah. Kini saham Freeport cenderung turun. Ya kalau FI paling tinggi USD 6 miliar.
Yang pasti program divestasi ini tidak akan terjadi seperti era Soeharto dan pemeritah sebelumnya. Dimana divestasi FI akhirnya jatuh kepada kroni penguasa. Dulu era Soeharto, divestasi FI jatuh ketangan Aburizal Bakrie sebesar 9,36 % melalui PT. Indocopper senilai US$213 juta. Namun, Ical hanya membayar US$40 juta. Sisanya sebesar US$ 173 juta share loan dari Freeport. Kemudian Bakrie melepas 51% saham indocopper kepada PT. Nusamba milik keluarga Pak Harto dan Bob Hasan seharga USD 315 juta. Tapi transaksi ini duitnya dari Freeport USD 254 juta, sedangkan Nusamba hanya menyetor US$61 juta. Enak kan. Kemudian sisanya 49% di jual lagi oleh Ical kepada Freeport senilai US$211,9 juta di pasar modal. Dahsyat engga.
Sesuai PP no 1 penawaran saham Freeport dimulai kepada pemerintah pusat. Jika tidak mampu diserahkan kepada pemerintah daerah atau ke swasta nasional, dan opsi terakhir dijual di Bursa Efek Indonesia. Jokowi memastikan proses divestasi ini tidak sama seperti Soehato dimana divestasi hanya cara cerdas para elite dan pengejar rente dapat uang mudah dan akhirnya negara tidak dapat apa apa karena secara tidak langsung memang tidak ada perubahan kepemilikan karena saham di kuasai oleh proxy Freeport sendiri.
Disamping itu Freeport juga minta kebijakan pajak kepada pemerintah. Padahal IUPK itu tarif pajaknya lebih rendah daripada Kontrak Karya. Sebetulnya FI ingin terhindar dari ketentuan retribusi pajak air yang akan dintentukan PEMDA PAPUA. Ini jelas konyol. Karena itu hak PEMDA dan kebijakan pemerintah memaksa FI untuk mengubah menjadi IUPK agar keadilan daerah tercipta. Jokowi akan menolak ini. Dan FI tetap aja ngotot untuk dapatkan fasiltas pajak tunggal atau tidak tidak ingin pajak berganda karena retribusi Pemda segala.
***
Satu satunya ilmu pengetahuan yang bertolak belakang dengan nurani saya adalah akuisisi. Saya membaca banyak buku tentang akuisisi baik secara teknis akuntansi, keuangan maupun seni negosiasi. Namun yang paling mengerikan adalah prinsipnya yaitu buy low sell high and Pay later. Untuk menerapkan prinsip itu, Anda harus mempelajari karakter dan psikologi target. Harus memahami kekuatan target dan mendalami kelemahannnya. Nah, dalam proses akuisisi Anda harus menjadi pemain watak. Meyakinkan target bahwa Anda adalah malaikat penolong atau domba yang mudah di mangsa.
Disamping itu Anda harus menguasai data dan informasi yang luas, bahkan gunakan operasi Inteligen dengan memanfaatkan banker, internal management dari target dan para mitranya. Proses sampai dia yakin bahwa Anda adalah malaikat atau domba tentu tidak mudah dan perlu waktu. Butuh kesabaran tinggi. Ingat bahwa target Anda adalah Businessman. yang smart dan dia punya bisnis bukan barang sampah. Kalau sampah ya engga perlu repot jadi target. Ingat bahwa saat tepat akuisisi adalah ketika target dalam kondisi lemah dan tak punya pilihan. Kalau dia lepas saham dalam keadaan kuat maka Anda pasti gagal mendapatkan deal sesuai prinsip strategi akuisisi. Mengapa? Karana akuisisi yang sukses dibayarnya bukan berasal dari uang sendiri tapi dari finansial resource. Apa mau dia dibayar pakai skema?
Nah kita ambil contoh kasus Freeport. Tahun 2013 FI sedang dilanda krisis keuangan akibat hutang dari Business oil and gas. Tahun 2014 sahamnya terus turun di bursa. Dan meraka mendapat peluang untuk fund Raising dari ekspansi bisnis tambang di Indonesia. Ekspansi ini disetujui oleh konsorsium bank. Mengapa? Karena memastikan FI mendapat perpanjangan kontrak selama 10x2 tahun. Sehingga portofolio FI dalam neraca konsolidasi FcMoran semakin ada kepastian nilai. Dan benarlah FCMoran focus memperpanjang KK melalui lobi dengan Pemerintah Indonesia. Namun hanya beberapa bulan setelah MOU ditanda tangani era sebelumnya, Jokowi berkuasa dan strategi Freeport kandas sudah.
Cara yang ditempuh oleh Team Jokowi adalah menggunakan seni Akuisisi untuk menaklukan FI. Caranya adalah Buying Time. Walau begitu banyak tekanan dalam negeri sampai tiada hari tanpa gaduh politik, namun Jokowi tetap bergeming. Sampai terus memberikan keyakinan kepada FI bahwa Pemerintah lemah dan komit. Tapi justru yang tidak dimiliki oleh FI dan juga kelemahannya adalah soal waktu. FI ditengah masalah Financial akibat portofolio bisnis migas merugi. Dan juga outstanding loan gigantik akibat rencana ekspansi yang stuck. Tahun 2015 -2016 terpaksa melepas asset migasnya untuk bayar hutang dan masih belum cukup. Tambang lain yang dimiliki terancam untuk dilepas. Belum lagi ditengah situasi itu pasar memonitor kinerja tahunnya yang terus menurun. Harga saham jatuh dan rating undergrade. Dan Pemerintah Jokowi tetap hanya memberikan janji tanpa realisasi.
Bulan Maret 2017 FI kembali kedalam perundingan dengan Team Jokowi. Saat itu atas dasar kepres Team Jokowi bersikap: take it or leave it. Waktu tersedia berpikir sangat singkat bagi Freeport. Akhirnya tiga bulan setalah itu Freeport harus menerima semua kondisi Pemerintah. Karana apa? Team Jokowi bersikap tegas pada timing yang tepat: Surrender or die. Dan Freeport memilih surrender melepas saham sebesar 51% tanpa ada hak atas replacement cost atas value mereka menemukan tambang tembaga dan emas dengan cadangan raksasa. Sekarang bagaimana bayar saham 51% itu?
***
“Bagaimana skema divestasi 51 % saham yang diajukan oleh Freeport Indonesia? Tanya teman saya dalam satu kesempatan bertemu di Pesawat.
“Sebelum saya membahas apa tujuan dibalik proposal Freeport maka ada baiknya saya sampaikan tentang siapa pemegang saham dari Freeport Indonesia. Pemegang sahamnya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) – 81,28%, Pemerintah Indonesia – 9,36% PT. Indocopper Investama – 9,36%.”
“Ya, Bagaimana usulan pemerintah atas divestasi 51% Saham FI itu?
“Pemerintah inginkan PT Freeport Indonesia melakukan penerbitan saham baru, dimana pemerintah akan setor sampai 51% saham di Freeport Indonesia. Jadi bukan membeli saham yang dimiliki oleh pemegang yang ada tapi membeli saham baru. Dengan skema ini maka struktur permodalan Freeport Indonesia semakin sehat untuk melakukan ekspansi bisnisnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai saham perusahaan dimasa mendatang.”
“Loh kalau begitu, karena skema penerbitan saham baru (right issue) maka valuasi nya tergantung dari nilai net asset dari Freeport Indonesia, yaitu akumulasi laba ditambah modal disetor. Tentu berdasarkan hasil due diligent yang akan dilakukan pemerintah sebagai calon pemegang saham baru. Soal nilai cadangan tambang tidak di jadikan asset dan apalagi dari nilai cadangan itu dikerek berdasarkan nilai future sampai berakhirnya IUPK 2041.“ Mengapa? Kata teman saya mengerut kening.
“Program divestasi adalah penawaran tertutup perusahaan pemilik konsesi tambang kepada pemilik tambang sebenarnya. Ini wajar karena setelah sekian tahun Freeport menikmati laba maka seharusnya Freeport memberikan peluang kepemilikan saham kepada pemerintah. Peluang ini tidak dalam arti gratis tapi merupakan hak ambil bagian dalam bisnis yang ada melalui setoran modal sebesar yang disekapati. Di manapun negara yang memberikan konsesi tambang punya skema seperti ini.” Kata saya.
“Lantas bagaimana dengan proposal Freeport Mc Moran?
“Freeport mengusulkan 51% saham itu dijual melalui IPO atas saham yang dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Jadi yang IPO bukan FI tapi Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Dengan skema ini maka pemegang saham dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc akan mendapatkan capital gain melalui valuasi saham atas nilai future 2041. Semakin besar saham itu di beli semakin besar masuk ke kantong pemegang saham Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Uang dari penjualan saham melalui IPO itu tidak akan memperbaiki struktur permodalan dari PT. Freeport Indonesia.”
“Mengapa?
“Struktur saham FI tidak berubah. Yang berubah hanya susunan pemegang saham dari Freeport-McMoRan Copper& Gold Inc. Nah dengan IPO itu walau pemerintah hanya bisa menyerap katakanlah pada tahap awal sebesar 10% dari saham yang dilepas, namun marcap sudah terbentuk. Selisih saham yang belum di lepas di bursa itu dapat saja Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc me-leverage nya untuk tujuan strategis yang tidak terkait dengan Freeport Indonesia. Jadi kesimpulannya skema Divestasi yang diusulkan Freeport Mc Moran tak lebih adalah seni mendapatkan rente dari nilai saham yang mereka miliki, bukan untuk kepentingan jangka panjang PT Freeport Indonesia tapi untuk kepentingan pemegang saham existing. “
“Bingung kenapa pula Freeport-McMoran, Inc ngotot ingin skema divestasikan itu dikakukan segera?
“Karena sudah menjadi strategi dari Freeport Mc Moran untuk mendapatkan uang kontan dari menjual sahamnya atas nama Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc di Freeport Indonesia. Tentu uang ini diperlukan untuk menyehatkan struktur bisnisnya di AS. Tapi sayang, rencananya ini mudah ditebak oleh pemerintah dengan mengunci berdasarkan kesepakatan bahwa divestasi tidak melalui IPO pada induk perusahaan dan mitra venture tapi melalui penerbitan suham baru di PT. Freeport Indonsia. Apabila skema penerbitan saham baru untuk program divestasi ini disetujui maka BUMN akan mendapatkan tugas untuk membeli saham itu dan akan menambah portfolion BUMN sehingga akan meningkat nilai saham BUMN di bursa. “
Dalam aksi akuisisi memang orang harus menguasai secara detail segala pintu untuk masuk. Kalau hanya tahu satu pintu masuk maka dia cenderung jadi pecundang. Tidak ada financial resource akan mendukung cara akuisisi dengan cara konvensional, dengan single gateway. Demikian saya katakan ke teman ketika team akuisisi dari pemerintah bergerak melambung untuk mendapatkan mitra penyandang dana utama Freeport McMoran di Pt. Freeport Indonesia, Rio Tinto.
“Mengapa sampai Rio Tinto begitu saja nyeberang ke Indonesia dalam opsi akuisisi lewat participating interest (PI) dan langsung di manfaatkan Indonesia? tanya teman saya.
“Sejak tahun 2013, Freeport McMoran sedang di rudung masalah likuiditas akibat salah masuk dalam bisnis yang bukan core mereka. Di era Jokowi, kelemahan Freeport ini di baca dengan baik oleh Pemerintah. Caranya, dengan buying time terhadap status Freeport. Sehingga reputasi Freeport di pasar uang semakin jatuh dan memaksa lembaga keuangan wait and see. Bagi dunia business, bila lembaga keuangan sampai wait and see, itu sudah lonceng kematian. Harus bergerak cepat untuk menyelesaikan masalah atau kematian akan mengakiri. Mungkin saja Freeport masih yakin bisa bertahan dengan janji dari elite Politik Indonesia yang bisa mengubah kebijakan Jokowi dalam hal divestasi yang sudah disepakati. Tapi dari hari kehari pihak Rio Tinto menyadari bahwa dia tidak bisa terus bersama Freeport dalam peperangan yang tak mungkin menang. Jokowi terlalu keras dilawan.”
“Makanya masuk akal bila Rio Tinto mendekati indonesia untuk melepas hak PI. “
“Tapi jangan dipikir bahwa pengambil alihan ini akan sama dengan mekanisme pembelian saham.”
“Mengapa?
“Seperti diketahui, Rio Tinto merupakan pemegang participating interest di proyek Freeport Indonesia sebesar 40 persen. Rio Tinto memiliki perjanjian dengan Freeport Indonesia pada tahun 1990-an mengenai pendanaan. Sehingga, dalam operasional tambang Grassberg, Tembagapura terbagi dalam dua pemegang kendali 40 persen milik Rio Tinto dan 60 persen milik Freeport McMoRan. Artinya Rio Tinto mendapatkan 40% dari seluruh produksi Freeport hingga 2022. Namun, 40% itu bukan berbentuk saham.”
“BUMN mana yang akan ditugaskan ambil PI itu?
“Holdiing Company Tambang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)”
“Bila PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) berhasil mendapakan hak PI dari Rio Tinto maka itu akan di koversi jadi saham. Freeport tidak punya pilihan. Karena mana ada orang berani melawan investor.? Maklum Rio Tinto penyandang utama Freeport.”
“Ya. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) akan bicara keras kepada Freeport Mc Moran, “Ikuti program divestasi Pemerintah Indonesia dengan melepas 51% saham ke Indonesia dengan skema replacement cost, bukan menurut mau anda sesuai harga pasar. Atau bayar hutang? engga mau, kami akan pailitkan anda.”. Kata saya. Teman saya mengangguk.
“Apa sih yang dimaksud dengan PI sebenarnya?
“Analoginya PI itu sama dengan skema Ijon. Kamu punya tambang, dan pemilik modal kasih kamu hutang. Kamu bayar pakai hasil produksi dengan harga diskon. Itu namanya PI. Kalau kamu gagal bayar mellaui delivery maka kamu tetap wajib bayar hutang. Terus gimana kalau kamu engga bisa lagi produksi, karena izin di persulit pemerintah? kan kamu tersudut. Apalagi yang kasih ijon itu jual hak itu kepada agent pemerintah. Nah gimana? nilai sendiri. “
“Itu artinya Indonesia jadi predator? Kata teman saya.
Saya hanya tersenyum berkata kepada teman, menghadapi hidup yang tidak ramah ini, hanya dua pilhan, mau jadi predator atau jadi mangsa. Bersyukurlah punya presiden yang menjadi petarung smart menghadapi kau mpredator asing, dan tampil sebagai pemenang.
“Tapi bagaimana dengan harga hak PI?
“Rio Tinto itu investor, dia udah pelajari bahwa dia tidak punya pilihan untuk menyelamatkan uangnya di Freeport kecuali cut loss dengan melepas hak PI, Itu. Jadi paham kan harga cut loss? Kata saya.
“Teman saya dengan bengong berkata, “itu harga miring. Lebih murah dari beli langsung saham dari Freeport.” Saya tersenyum ditengah kebingungan teman saya. Dia pantas bingung walau dia juga pengusaha hebat. Apalagi pengamat kaum BOTOL, mana ngerti soal ginian. Kejauhanlah...Ini hanya dipahami oleh pemain uang dan tidak pernah jauh dari uang untuk bermain.
***
HEAD OF AGREEMENT.
Semua orang hanya melihat Freeport MCMoran sebagai perusahaan tambang raksasa. Bukan hanya raksasa tetapi juga punya akses politik yang sangat kuat di jantung kekuasaan di AS. Kini staf khusus Presiden Trump juga adalah pemegang saham dari Freeport. Pengalaman mereka dimanapun termasuk di Indonesia sangat ahli dalam hal suap kepada elite Politik. Mereka juga terlibat membiayai operasi inteligent AS untuk kepentingan hegemoni AS di wilayah operasi mereka. Contoh, dulu era Soeharto , divestasi FI jatuh ketangan Aburizal Bakrie sebesar 9,36 % melalui PT. Indocopper senilai US$213 juta. Namun, Ical hanya membayar US$40 juta. Sisanya sebesar US$ 173 juta share loan dari Freeport. Kemudian Bakrie melepas 51% saham indocopper kepada PT. Nusamba milik keluarga Pak Harto dan Bob Hasan seharga USD 315 juta. Tapi transaksi ini duitnya dari Freeport USD 254 juta, sedangkan Nusamba hanya menyetor US$61 juta. Enak kan. Kemudian sisanya 49% di jual lagi oleh Ical kepada Freeport senilai US$211,9 juta di pasar modal. Dahsyat engga.
Lantas bagaimana dengan Freeport sendiri apakah mereka ambil resiko dalam bisnis konsesi tambangnya ? tidak. Semua biaya investasi di keluarkan oleh Rio Tinto. Rio Tinto adalah perusahaan asal inggeris yang bergerak di sektor material. Perusahaan ini memproduksi batu bara, besi, tembaga, uranium, emas, dan intan. Perusahaan ini mempekerjakan 32.000 pekerja pada tahun 2004. Industri yang menjadi fokus utama Rio Tinto adalah industri pertambangan dan metal. Pada tahun 2014, Rio Tinto mendapatkan nilai penjualan sebesar AS$51,2 miliar dengan profit AS$3,7 miliar. Pada tahun yang sama, Rio Tinto menempati peringkat ke-109 dalam daftar Global 2000, sebuah daftar perusahaan terbesar di dunia yang diperingkat oleh majalah bisnis Forbes, dengan total nilai pasar (market value) AS$103,8 miliar dan total aset sebesar AS$111 miliar.
Bagaimana skema nya ? Rio Tinto mengeluarkan modal investasi kepada Freeport atas dasar Participation Interest. Apa itu participation interest ? Hak atas uang yang dikeluarkan untuk suatu pembiayaan dengan jaminan kontrol secara langsung terhadap perusahaan. Konpensasinya bukan berupa saham tetapi kapan saja dia bisa ambil saham kalau gagal bayar. Dalam bisnis tambang, umumnya pemilik PI mendapatkan jatah dari produksi tambang tampa harus keluar uang bayar pajak atas konsesi tambang itu. Dalam hal tambang di Papua itu, Rio Tinto mendapat jatah sebesar 40% dari produksi tambang dan 60% nya untuk Freeport. Dari 60% ini Freeport harus keluar uang untuk bagi hasil kepada pemerintah, bayar pajak, bayar uang politik dan lain sebagainya.
Jadi dalam bisnis tambang, memang pemegang saham Freeport hanya mengelola konsesi politik sambil tidur tiduran menikmati hasil tanpa keluar dana dan resiko. Semua resiko investasi dibayar oleh Rio Tinto dan semua akses tekhnologi dimiliki oleh Rio Tinto. Freeport Mc Moran hanya dipakai nama dan akses politiknya saja. Makanya negosiasi dengan Freeport sejak tahun 2011 selalu menemui jalan buntu. Mereka gunakan segala macam cara agar bisa bertahan. Tentu mereka menekan asset politik mereka di Indonesia agar mempengaruhi presiden dalam mengambil keputusan. Contoh ketentuannya dua tahun sebelum berakhir KK atau 2019 barulah diadakan negosiasi. Namun era SBY , CT yang ditunjuk ketua team negosiasi merekomendasikan agar ditanda tangani MOU dimana pemerintah sepaham akan memperpanjang KK menjadi Kontrak Karya dari 2012-2041. Ini sebetulnya melanggar UU 4/2009 tentang Minerba dimana era KK dihapus menjadi IUP ( izin usaha penambangan). MOU ini buah permainan Freeport dan pasti engga gratis.
Di era Jokowi, keadaan ini disadari sepenuhnya. Apalagi ketika Freeport mulai main kasar dengan mengadu domba Jokowi dengan elite politik Senayan dengan bocornya rekaman pembicaraan antara SN, Mures dan Petinggi Freeport. Jokowi tidak mau ladenin Freeport langsung. Disamping ongkos politik mahal, juga biaya tendang freeport juga mahal. Jadi gimana ? istilah china kuno, kalau ingin melumpuhkan Ular , pegang kepalanya. Jangan pegang ekornya. Ya pegang Rio Tinto. Intinya kalau kita mau ambil 51% saham Freeport dengan harga yang wajar, kalau mau wajar ya dengan berbagai cara. Kuasai PI dari Rio Tinto. Kalau Rio engga mau gimana ? Ya buat Rion Tinto stress. Larang ekspor dan persulit perpanjangan kontrak. Kemudian tunggu sampai Rio Tinto hilang trust terhadap Freeport yang hanya modal politik.
Bulan July 2018,ditandatangani Head of Agreement, maka proses akuisisi 51% saham Freeport Indonesia dapat berlangsung dengan efektif. Berdasarkan head of agreement itu, team financial engineering dari Inalum akan bekerja melakukan aksi korporat untuk mendapatkan dana melalui perbankan atau pasar uang. Tanpa harus keluar uang dari APBN dan Indonesia dapat menguasai saham mayoritas Freeport Indonesia dan tentu akan melanjutkan kerjsama dengan freeport termasuk dengan stakeholder bidang tekhnologi dan financial. Yang jelas tujuan akhir agar generasi KK closed file tercapai dan digantikan dengan IUPK berdasarkan UU 4/2009 tentang Minerba. Selanjutnya para insinyur Indonesia akan memimpin operasi tambang itu melalui Joint operation dengan Freeport. Rakyat Papua bukan hanya mendapatkan pajak tanah dan air tetapi juga dapat saham 10%. The mission accomplished. Thanks Pak Jokowi…
PURCHASING AGREEMENT.
September 2018 telah diteken Purchasing agreement antara Inalum sebagai holding tambang milik negara dengan Freeport. Purchasing agreement ini tidak mungkin bisa terlaksana bila Inalum ( purchaser ) tidak bisa memenuhi term yang ada pada Head Of agreement. Salah satu term itu adalah proof of fund atau fund confirmation dari first class bank. Proof of fund ini sebagai bukti bahwa dana sudah tersedia. Namun belum sampai ke tahap financial closing. Akan ada tahap lain yang harus dipatuhi dari Purchasing agreement tersebut. Apa ? itu adalah adanya IUPK ( izin Usaha Penambangan Khusus ) sebagai pengganti dari Kontrak Karya (KK.)
Setelah IUPK di terbitkan oleh Menteri ESDM maka pihak Inalum akan menyerahkan dokumen itu kepada pihak konsorsium bank. Maka uang akan mengalir ke seller ( freeport ). Uang ini bukan untuk pemegang saham freeport. Tetapi untuk modal segar Freeport dalam rangka ekpansi produksi. Mengapa ? karena yang dibeli bukan saham pemegang saham lama tetapi melalui Right issue atau penerbitan saham baru. Inalum masuk melalui SPV . SPV ini pemegang sahamnya adalah Inalum dan BUMD. Dengan masuknya Inalum maka pemegam saham lain akan delusi dan menempatkan Inalum sebagai mayoritas ( 51%).
Nah bagaimana Inalum dapatkan dana untuk akuisisi saham Freeport itu? Skema yang digunakan adalah LBO. Namun LBO ini harus didukung oleh exit strategi yang kuat dan exciting. Tanpa itu tidak ada bank yang mau biayai. Apalagi yang mengajukan pinjaman adalah Special propose vehicle (SPV). Atau perusahaan kertas. Pada tahap awal, skema LBO menggunakan fasilitas non recourse loan dengan LTV 70% atau sebesar Rp 39 triliun dan sisanya sebesar Rp 16 triliun dari kas Inalum yang ditempatkan di SPC. Apa non recouse loan itu.? adalah utang yang tidak dijamin oleh neraca. Atau istilah financing disebut dengan off balance sheet. Jadi apa jaminannya ? ya saham itu sendiri.
Karena Inalum tidak berhutang maka rasio neraca nya sangat longgar untuk melakukan exit dalam rangka refinancing untuk bayar utang SPC. Tentu trend nya akan ketahuan setelah divestasi terjadi. Kembali pertanyaannya adalah mengapa bank mau biayai proyek pengambil alihan ini? lagi lagi saya katakan ini adalah transaksi LBO bagian dari bisnis hedge fund. Yang dinilai itu bukan nilai sekarang tetapi masa depan. Pihak konsultant international berdasarkan data riset yang non disclosure berhasil mesimulasikan forcesting future value dari nilai saham itu. Bila harga PI sebesar USD 3,85 miliar maka Value asset itu dalam jangka panjang akan menjadi 90 miliar dolar. Apalagi setelah di perpanjang IUPK maka reserved tambang akan masuk dalam neraca. Ini akan mendongkrak saham naik sedikitnya mencapai 30 kali lipat.
Peningkatan value saham itu otomatis akan mendongkrak nilai saham dari PT. Inalum sebagai pemegang portfolio saham Freeport Indonesia melalui SPC. Maka tahap kedua ( exit ) adalah SPC melakukan refinancing melalui penerbitan Asset backed securities atau obligasi dijamin oleh saham. Obligasi diterbitkan sebesar Rp. 55 triliun. itu hanya 5% saham SPC Inalum di FI sebagai collateral. Uang hasil obligasi ini untuk melunasi hutang bank dan mengembalikan cash equity ke inalum. Tahap ketiga, adalah refinancing melalui right issue saham Inalum untuk melunasi hutang obligasi SPC. Tahap ketiga ini dilakukan setelah smelter dan tambang bawah tanah berproduksi. Mengapa? ya saat itu portfolio saham inalum pada FI sudah naik nilainya. Tahap 1 sampai dengan tiga itu di design dari awal melalui financial engineering dengan perhitungan yang rumit. Kesimpulannya Inalum akuisisi FI tidak keluar modal. Siapa yang modalin ? ya pasar. Darimana sumber pembayaran utang dan bunga ? ya dari deviden. Bagi orang awam , seakan mengangap Inalum sebagai BUMN berutang dan negara digadaikan. Engga begitu. Dunia udah canggih dan skema pembiayaan semakin maju. Memang hanya orang cerdas fnancial yang bisa memahami. Yang pasti era SBY engga ada yang mikir begini.