Setelah tamat sekolah Hollandsche Inlandsche School (HIS), HIS , Achmad Bakrie mengawali karir nya sebagai salesman di NV Van Gorkom, sebuah perusahaan dagang Belanda. Hanya dua tahun dia bekerja. Meski hanya dua tahun, dia dengan cepat menyerap ilmu orang-orang moderen itu mampu menjual barang-barang pertanian itu jauh lebih mahal pada orang yang membutuhkan. Dia mendirikan Bakrie & Brothers General Merchant and Commission Agent di Teluk Betung, Lampung.
Usahanya berkembang di era kolonial Jepang dan Paska kemerdekaan. Bisnisnya menggurita dipelbagai sektor, mulai dari agribisnis, pertambangan, industri baja, hingga konstruksi. Bahkan Bakrie adalah pionir soal eksport komoditas pertanian. Bakrie meninggal pada 15 Februari 1988 di Tokyo dan mewariskan usahanya kepada empat anaknya, Aburizal Bakrie, Roosmania Kusmulyono, Nirwan D. Bakrie, dan Indra Usmansyah Bakrie. Istrinya Roosniah Bakrie, adalah wanita berdarah Batak dengan marga Nasution.
Sudah tradisi adat lampung. Anak sulung pria menjadi penerus keluarga. Usaha keluarga itu dikelola si sulung, Aburizal Bakrie, alumni ITB tahun 1973. Panggilannya Ical. Di tangan Ical Bakrie and brother semakin pesar. Maklum ICal tipikal pengusaha terpelajar dan duduk diatas sumber daya besar. Tentu tidak sulit bagi dia mengembangkan bisnsinya. Tapi sayang sekali, semua itu dibiayai dari utang. Seni menarik utang, ICal memang jagonya. Networking dia luas sekali dibidang keuangan dan perbankan. Leverage nya besar sekali.
Tahun 1997 terjadi krisis ekonomi. Kurs rupiah menggelembung, utang-utang perusahaan dalam bentuk dolar membengkak hingga 9,7 triliun rupiah. Satu demi satu asetnya lepas. Tahun 1998, krisis ekonomi menempatkannya sebagai salah satu pesakitan BPPN. Sahamnya hanya tersisa 2,5%. Ical masuk ke dunia politik, Golkar. Mungkin ini pula yang turut memberinya kekuatan mengembalikan kejayaan Bakrie & Brothers yang dalam hitungan kurang dari lima tahun bisa kembali berjaya. Bahkan lebih kaya dari sebelum 1998. Tahun 2008, menurut majalah Globe Asia, harta Bakrie 9,2 miliar dolar amerika, lebih kaya dari Robert Kuok, orang terkaya di Malaysia.
Saham BUMI periode 2005-2007 di kisaran Rp700/ saham. Tahun 2008 udah Rp8.000-an per saham. Bayangkan saja gimana tajirnya dia. Value saham ini dia leverage untuk membiayai sektor property ( Bakrieland). Mega akusisi dengan cepat mengatrol indek saham menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Orang-orang berebut saham-saham Bakrie seperti membeli popcorn di bioskop. Hampir separuh nilai transaksi di pasar saham tahun itu milik Bakrie.
Penghujung tahun 2008, Saham Bakrie terjungkal sebagai efek dari krisis Lehman. Tahun tahun berikutnya saham BUMI susut menjadi Rp. 470. Itu sama saja Rp. 11 triliun lenyap. Tahun tahun berikutnya, keluarga Bakrie dibawah komando Ical berjuang lepas dari jeratan kebangkrutan. Setelah melalui prahara yang berat dan sulit, BUMI berhasil melakukan restrukturisasi utangnya. Kini disaat harga batubara tinggi, dia harus menerima jadi penonton saja. Karena semua utang yang direkstruktur itu dalam bentuk Convertible bond ( Utang konversi)
Saat harga batubara naik, utangnya berubah jadi saham investor. Kini Holding nya ( BUMI) dikuasai oleh CIC ( China investment Corporation ), Salim Group, Bank of New York Mellon Corp, Barclays, dan Clearstream. Harga saham pada proses private placement lewat utang konversi BUMI, jauh lebih kecil nilainya dibandingkan harga saham tahun 2005. Ical dan keluarga ngungsi ke Long Haul Holdings. Yang penting mereka tidak lagi berhutang dan hidup freedom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.