Senin, 14 April 2025

Nasip IDR kedepan...?

 



Sejak pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025. Kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh China pada 4 April 2025, Bursa utama di ASIA , Eropa , AS, crash. Yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024. IDR di pasar offshore juga melemah diatas Rp. 17.000.


Sebelumnya saya tulis status di akun Sosmed saya agar BI jangan intervensi. Memang tidak saya jelaskan secara detail. Mengapa ? Karena saat crash kan USD menguat dan harga USTreasury jadi mahal, Yield sangat rendah. Orang jadikan UStreasury sebagai safe haven. Kan seharusnya IDR kuat, kok jadi berlawan posisinya? Artinya itu tindakan spekulatif. Jadi mudah dipahami keadaan pasar  NDF itu hanya menduga bahwa Cadangan devisa BI sebagian besar dalam bentuk USD. Makanya di-hit di pasar NDF, IDR melemah. 


Tapi rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 April 2025 memutuskan untuk lakukan intervensi. Pasar jadi tahu, bahwa Cadangan devisa kita banyak di USD. Nah, sejak minggu lalu yield US Treasury melonjak tajam. Tertinggi sejak tahun 2001. Karena Market sale down. Penjualan US Treasury diperkirakan menembus US$ 29 triliun atau senilai dengan Rp 486.910 triliun (US$ 1=Rp 16.790). Pelemahan terus berlanjut karena market mengkawatirkan kebijakan Trump akan menyeret AS ke dalam resesi.


Nah kemarin saat Indeks Dolar AS (DXY) merosot mendekati 99,50. Semua mata uang utama seperti Yuan, Yen, Euro, dan lainnya menguat. Mengapa justru IDR melemah?. Ya karena market sudah tahu penurunan DXY, juga penurunan terhadap nilai Cadangan Devisa BI. Apalagi BI melalui pasar SRBI menarik utang untuk meningkatkan Cadangan devisa. Memang akan membantu menguatkan IDR. Namun sangat rentan dalam kondisi tervolatilitas lebar.


Kedepan, kalau Yield US Treasury terus naik menandakan semakin murahnya harga US Treasury, itu juga meindikasikan menyusutnya cadangan devisa BI. Kalau BI tidak TopUp ( tambah utang ) Cadev, maka IDR akan terancam. Indikasi itu kuat sekali. Terutama kalau pertemuan PM Jepang dengan AS gagal mencapai kesepakatan penurutan tarif resiprokal, kemungkinan Jepang akan jual US Treasury di Market. Belum lagi kemungkinan China juga akan jual US treasury. Kan konyol jadinya.


Seharusnya sejak kemenangan Trump, BI sudah lakukan diversifikasi USD. Kan jelas apa yang dikatakan Trump saat kampanye dengan jargon politik proteksionisme nya. Yang saya kawatirkan BI terjebak dalam transaksi hedging lewat RepoLine dengan the Fed. Makanya saat USD melemah, BI harus TopUp Cadev. Moga dugaan saya salah. Kalah benar. Mate dah


Rabu, 09 April 2025

Predator dibalik Trump

 




Secara ekonomi dan politik jelas sulit memahami sikap Donald Trump terhadap kebijakan Tarif resiprokal kepada negara mitra dagang AS. Mengapa? Secara ekonomi, kenaikan Tarif resiprokal itu merusak asset kemitraan yang sudah dibangun oleh AS sekian decade lewat dibentuknya WTO. Itu proses yang tidak mudah. Tanpa keterlibatan soft power kelembagaan seperti IMF dan world bank, hampir tidak mungkin AS bisa menggiring hampir semua negara tunduk dalam konsesus Washington


Sekian decade AS menikmati pertumbuhan dan kemakmuran. Ekonomi AS efisien kala bertransformasi dari Industri low tech ke industry high-tech. Negara lain seperti Korea, Jepang, China, Taiwan dan lain lain, memanfaatkan transformasi ekonomi AS. Secara system kemitraan global terjadi efektif. AS mengekspor produk high tech dan mengimpor  consumer goods dengan harga murah. Perbedaan nilai tambah produk High-tech dibandingkan consumer goods tentu jauh sekali. Tetap aja AS diuntungkan dari globalisasi.


Secara politik USD menjadi mata uang dunia. Pemerintah AS menggunakan USD sebagai alat geopolitik dan geostrategisnya  untuk menentukan arah bandul ekonomi dunia. Ada istilah, kalau the fed batuk negara lain demam. Kalau the fed demam, negara lain stroke. Begitu perkasanya hegemoni AS secara politik dengan hanya menggunakan kekuasan system financialnya. Itu fakta yang tak terbantahkan. Tentu bukan berarti kesetiaan negara lain itu tanpa syarat. Itu karena system AS memang menjaga fairness dan transfaranse.


Nah pertanyaannya adalah mengapa Trump merendahkan martabat AS sebagai negara super power, pemenang perang dunia kedua dan negara tempat universitas terbaik di dunia? Dan mengapa banyak orang pintar dan anggota kongres Partai Republik mendukung agendanya, Make American great again. Apakah mereka kehilangan logika akademis dan politis untuk menghentikan kekonyolan Trump.  Terakhir mengapa mereka mau saja diajak berjudi di meja rolet!


Sebagai orang yang akrab dengan dunia hedge fund. Menurut saya sikap Trump itu tidak aneh. Dia tidak penting salah atau benar. Tujuannya adalah create issue berskala global. Pusat perhatian orang banyak tertuju kepada tarif resiprokal. Padahal sebenarnya agenda Trump bukan soal tarif. Perhatikan, saat Trump umumkan tarif, Pasar modal di bursa utama di Eropa, AS dan Asia tumbang, dan kurs melemah. Kalau kurs melemah tentu surat utang negara jadi murah dan Yield naik. 


Agenda Trump memang membuat murah surat utang. Dan memaksa the Fed  menurunkan suku bunga. Nah kalau the fed turunkan suku bunga, itu sama saja dengan relaksasi moneter. Para trader akan pinjam uang untuk trading surat utang negara lain. Uang akan mengalir ke luar AS menjadi stimulus negara lain mengamankan cash flow nya. Kebayang, kan berapa besarnya profit yang didapat oleh Trader. Dan pada waktu bersaman ketergantungan negara lain kepada USD semakin besar. Ya American great again. Financial hegemony, artinya hegemoni dunia.


Sejak Trump mencalonkan diri sebagai Presiden dan terpilih 2017, Warren Buffett menjual portfolionya secara berlahan lahan. Sampai dengan tahun 2025 sudah mencapai US$334 miliar atau sekitar Rp5.529 triliun. Dia lebih memilih kumpulkan uang tunai daripada belanja saham. Mengapa ? dia sudah tahu siapa dibalik Donald Trumps dan apa agenda mereka. Walau buffett tahu agenda itu tidak mudah. Namun dia tahu mereka serius dan mempersiapkannya sudah lama.


Tampilnya Trump di panggung US-1 berkat tiga orang billioner. Yaitu Ken Griffin dan Paul Singer, Timothy Mellon. Semua tahu bahwa Griffin dan Singer adalah pengelola hedge fund terkemuka di dunia. Kedua orang ini tidak sepi dari skandal. Sementara Mellon adalah pewaris dari Mellon Bank. Kita semua tahu bahwa Mellon Bank adalah pengelola The Fed khusus bank Custodian, tempat asset berupa surat utang negara manapun disimpan dan diperdagangkan lewat leverage. 


Ken Griffin, Paul Singer dan Timothy Mellon adalah orang yang membesarkan Elon Musk. Walau kerajaan bisnis Musk tidak ada yang profitable, hanya future illusion namun berkat tiga orang itu, nilai sahamnya melambung di luar batas rasional. Keberadaan Elon Musk dalam kabinet Trump, hanya bertindak sebagai proxy dari tiga orang itu. Makanya sebelum tarif diumumkan Musk sudah mengatakan akan mundur setelah 130 hari menjabat. Saat itu misinya sudah selesai. Walau dalam pernyataannya Elon Musk berbeda pendapat soal kenaikan Tarif, itu hanya drama. Termasuk dia merasa dirugikan akibat Tesla jatuh di bursa.


Sudah 50 negara minta ketemu dengan Trump untuk berunding soal Tarif resiprokal, namun Trump meminta mereka menghapus non tariff barrier. Ini syarat yang tidak mudah diterima oleh negara lain. Karena menyangkut kedaulatan negara dalam mengelola kepentingan geostrategis dan geopolitiknya dalam perdagangan international. Kalau itu dihapus, ya sama saja dengan melucuti kedaulatan negara lain. 


Artinya bagi Trump, tarif itu bukan big deal. Tujuanya memang melumpuhkan moneter negara dan pada waktu bersamaan mencengkramkan hegomoni dalam bidang ekonomi dan Politik. Kalau karena itu rakyat kelas menengah AS menjerit akibat harga consumer goods melambung. Produk petani menumpuk tidak dibeli China. Inflasi terkerek naik. Yield T-Bill naik. Apa peduli Trump. Dia bukan hanya ingin menguasai dunia, tetapi juga AS. Jauh diseberang benua ada Naga merah, China. Apa dikira China engga tahu agenda Trump? Apa semua elite AS bego semua. Kan engga. Entar liat aja, siapa yang jatuh. Trump atau China.

Nasip IDR kedepan...?

  Sejak pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025. Kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh China pada 4 Apr...