Ada yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi China itu berkat teori ekonomi yang tidak mainstream. “ China menganut teori MMT atau Modern Moneter Theory “ katanya. Persepsi seperti itu karena rendahnya literasi ekonomi. China jelas membangun dengan dasar sains yang kuat. Semua aspek mereka perhitungkan dengan detail dan tentu disesuaikan dengan situasi kondisi sosial budaya China. Kalau engga, mana mungkin mereka bisa kelola rakyat dengan populasi terbesar di dunia. Salah sedikit bisa bubar itu bangsa.
Kemajuan China yang terjadi sekarang merupakan proses panjang seperti yang dikembangkan oleh Walt Whitman Rostow dalam take off theory pada buku “The Stages of Economic Growth : Economic History Review.. China memang negara beridiologi komunis tapi itu hanya metodelogi mempersatukan rakyat. Dalam ekonomi, China menerapkan antitesis sosialisme. Baca, The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto ( Rostow 1950). Rostow memperkenalkan lima tahap perkembangan ekonomi masyarakat sebagai (1) masyarakat tradisional, (2) prasyarat lepas landas, (3) lepas landas, (4) dorongan menuju kedewasaan, dan (5) usia konsumsi massal yang tinggi.
Lima tahap itu kalau dinalogikan sama seperti perkembangan raga kita manusia. Dari bayi jalan merangkak, jalan tertatih, dan berjalan normal dan akhirnya bisa berlari. Membangun juga begitu. Harus melewati proses alamiah. Saya akan jelaskan secara sederhana tahapan pembangunan itu secara sederhana.
Pertama. Masyarakat hanya focus kepada gimana cari makan. Tidak ada keberanian berubah. Pada tahap ini negara focus memperkuat sektor pertanian. Negara menyediakan infrastruktur agar sektor pertanian bisa tangguh dan mandiri. Sementara pijakan industrialiasi dilakukan oleh BUMN dan Swasta. Kuncinya pada tahap ini adalah membakar paham feodalisme. Diganti dengan paham egaliter. Mengapa ? Yang memasung kemajuan masyarakat adalah paham feodalisme. Kekuatan politik harus bisa membuka Ikatan patron-client. Harus! Kalau engga, tahap pertama ini pasti gagal. China sukses melakukan ini lewat revolusi kebudayaan.
Kedua. Setelah sektor pertanian tangguh, maka masuk ketahap kedua, yaitu membangun fondasi menjadi negara industri. Tahap ini membutuhkan perubahan mendasar, seperti sikap masyarakat terhadap sains, etos kerja, pengambilan risiko, dan pengambilan keuntungan (Rostow, 1990). BUMN sebagai agent pemerintah harus lead melakukan perubahan sektor industri dan jasa keuangan. Sementara kebutuhan infrastruktur termasuk rel kereta api, pelabuhan, dan listrik harus dibangun lewat tabungan pemerintah. Rostow menggambarkan ini sebagai bentuk membangun modal sosial. Kuncinya ada pada BUMN yang tangguh. China sukses pada tahap ini dengan peran BUMN sebagai agent of development untuk melakukan transformasi dari ekonomi SDA ke industri lewat IPTEK sebagai prakondisi mencapai take-off.
Ketiga. Ini adalah tahap sentral dalam model Rostow, yang terdiri dari periode yang relatif singkat selama dua atau tiga dekade di mana manufaktur mengambil peran lebih besar dalam perekonomian. Selama masa ini, urbanisasi dan industrialisasi meningkat, dengan cepat memperluas sektor sekunder di atas sektor primer. Rostow berpendapat bahwa setidaknya satu sektor manufaktur, seperti tekstil, harus menonjol dalam ekonomi untuk daya saing internasional. Pada tahap ini privatisasi BUMN dilakukan secara bertahap agar mengurangi peran negara dalam perekonomian. Kunci pada tahap ini adalah law enforcement. Politik tidak boleh lagi jadi panglima. Liberalisasi pasar disiasati lewat PSO ( public service obligation) atau subsidi silang.
Keempat. Pada tahap ini, Rostow menggambarkan ekonomi telah menjadi matang, dan dengan demikian mampu mendorong pertumbuhan mandiri melalui diversifikasi dan pengembangan industri di seluruh negeri. Pertumbuhan industri antara 10,0 dan 20,0% dari pendapatan nasional. Industri berbasis SDA akan menurun pertumbuhannya namun, tingkat pertumbuhan ekonomi berbasis nilai tambah industri muncul (Rostow, 1990, hal. 59). Pergeseran peradaban dari desa ke kota terus berlangsung, sementara struktur perdagangan luar negeri terus maju. Kunci keberhasilan China pada tahap ini ditandai dengan ongkos logistik yang efisien sebagai akibat perluasan infrastruktur ekonomi dan kelembagaan keuangan inklusif. Sehingga peluang terdistribusi luas secara individu maupun wilayah.
Kelima. Pada tahap terakhir, sektor tersier menjadi andalan karena sektor unggulan beralih ke barang dan jasa konsumen tahan lama ( high quality). Standar hidup meningkat, sementara barang konsumsi diproduksi secara massal; pertumbuhan ini ditopang oleh meningkatnya konsumen kelas menengah. China sekarang pada tahap ini. China memanfaatkan kelas menengahnya sebagai sumber potensi pasar domestik pengganti pasar ekpor.
***
Nah lima tahap ini tidak dibangun semalam. Tidak pula dibangun lima tahun. Tapi perjalanan panjang dan dan setiap tahap dilakukan secara terprogram dan konsisten, tentu dengna pengorbanan. Pada tahap pertama China terpaksa menelan pil pahit. Sistem pertanian tradisional hancur. Shock perubahan sistem produksi pertanian telah mengakibatkan korban kelaparan dan berlanjut kepada revolusi kebudayaan.
Dengan perubahan itu China bisa masuk ke tahap kedua. Tapi tahap ini juga memakan korban. Terutama akibat reformasi birokrasi ke meritokrasi telah memakan korban 25 juta PNS diberhentikan. Keras memang. Tahap ketiga, pada tahap awal terjadi urbanisasi yang sangat massive. Itu akibat sesenjangan desa dan kota sangat lebar. Tapi selanjutnya terjadi proses ekonomi menuju matang. Akibat adanya relokasi industri dari kota ke desa (motif mendekati sumber daya), yang secara berangsur angsung desa berubah jadi masyarakat kota. Akhirnya sampailah pada tahap kelima. Kemakmuran untuk bersama tapi bukan atas dasar belas kasih tapi tentunya lewat kompetisi.
Kita sering melihat kemajuan China dengan keadaan sekarang. Kita tidak belajar dari proses mereka membangun. Malah kita terjebak dengan teori too good to be true, seperti model MMT. Seakan China sukses karena MMT. Padahal itu persepsi sesat. Tidak ada kemajuan tanpa proses dan tidak ada proses yang mudah. Semua butuh kosistensi, presisi dan visi. Tidak ada kisah sukses dengan pemikiran pragmetis. Camkan itu.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.