Minggu, 26 Juli 2020

Rasis terhadap suku Jawa?


Selama ini saya ogah melayani cuitan Ustand TZ Karena memang engga mutu. Masih menghormatinya sebagai anggota MUI. Namun ketika dia bicara rasis, dan menyinggung etnis Jawa, saya benar benar terpanggil untuk menanggapi. Saya berusaha menahan sejak dua hari lalu. Namun sekarang saya harus sampaikan lewat tulisan. Cara dia membandingkan suku jawa dan Sumatera menunjukkan dia sangat lemah dari segi literasi. Dia tidak memahami kebudayaan pada masing masing suku. Cara dia berbicara terkesan mencomot keseharian secara tidak terpelajar, secara tidak keulamaan. 

Mengapa? orang Medan dan Solo yang dia jadikan contoh kasus, total salah. Melayu Deli itu punya tiga tingkatan bahasa. Bahasa kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya, bahasa kepada orang sejajar, dan bahasa kepada orang yang di bawah. Yang dia jadikan contoh kasus adalah bahasa melayu deli untuk orang kelas bawah yang memang kasar. Orang jawa juga punya tingkatan bahasa yang berbeda beda. Bahasa kaum bangsawan atau ningkrat berbeda bahasanya dengan kaum biasa. Cara mereka bicara kepada orang tua, berbeda dengan cara mereka bicara kepada orang sejajar dengan dirinya. Tentu beda bicara dengan orang tua. Hampir semua adat suku yang ada di Indonesia punya tradisi begitu. Itu sebabnya peradaban kita tinggi, beda dengan suku arab yang bahasanya kasar bagi semua. Bahasa Al Quran pun tidak menggunakan bahasa Arab tradisional.

Kalau dikatakan orang Jawa lemah dibandingkan orang sumatera, jelas TZ tidak pernah baca sejarah. Hanya orang Jawa yang bisa mematahkan serangan Kublai Khan dari Mongolia. Padahal Kekhalifahan Abbasiyah saja berhahasil mereka tumbangkan, dan para khalifah serta ulama kerajaan kepalanya dipenggal, dijadikan sarapan anjing dan burung pemakan bangkai. Hanya orang jawa yang pernah menguasai ASIA Tenggara di masa kekuasaan Majapahit. Kalau selama 350 tahun Belanda menjadikan jawa koloninya, itu sebenarnya bukanlah penjajahan langsung tetapi kolaborasi dengan kerajaan Islam yang ada di Jawa. Orang jawa terkenal patuh kepada rajanya, bukan kepada Belanda. Ketika datang perintah jihad melawan Belanda, orang jawa yang paling banyak mati. Orang jawa yang kamu bilang pegecut itu, adalah mereka yang berhasil mengalahkan pasukan sukutu di Ambarawa. Jadi orang jawa tidak pengecut! Pahami sejarah.

Semua umat Islam mengakui bahwa MUI itu lembaga berkumpulnya para ulama. Mereka terpilih dari sekian ormas islam berdasarkan keilmuan dan pengaruhnya di masyarakat. Namun dengan sosok TZ ini, reputasi MUI sebagai lembaga Persatuan Umat, tercoreng sudah. Apalagi mayoritas umat islam ada di Jawa. Kalau orang jadi elite MUI saja bersikap rasis terhadap umatnya sendiri , lantas apakah masih perlu  orang menghormati eksistensi MUI. Secara moral, MUI sudah melempar sendiri kotoran hewan kewajahnya karena memelihara TZ dalam jajaran elite MUI. Sangat memalukan. Pertanyaannya apakah elite MUI masih punya rasa malu sebagai sendi orang beriman.? Saran saya minta maaflah dan bertobatlah.! Menjadi ulama itu tidak mudah. Sangat berat. Karena dia jadi panutan umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...