Senin, 13 Juli 2020

Hagia Sophia simbol konflik.




Tahun 1935 Mustafa Kemal Ataturk menjadikan Hagia Sophia sebagai museum yang sebelumnya Masjid. Kala itu pemikiran Kemal ingin menghilangkan kesan sejarah dimana Masjid itu sebagai simbol permusuhan antara islam dan kristen, kristen dan katolik.  Memang dalam sejarahnya , setiap perang usai, penguasa berganti, berganti juga fungsi bangunan itu.  Ketika Yunani berkuasa, Gereja berpindah ke tangan Ortodoks Yunani. Kemudian berlaih ke Katolik Roma, dan kembali ke Ortodoks Yunani di bawah kekaisaran Bizantium. Dan ketika Muhammad Al Fatih,  Khalifah Turki Ustmani berhasil merebut Bizantium, Hagia beralih fungsi jadi masjid.

Namun tanggal 10 juli kemarin, Pengadilan administrasi utama, Dewan Negara, Turki mencabut fungsi Hagia Sophia sebagai meseum. Selanjutnya Hagia Sophia beralih fungsi menjadi masjid. Saya tidak melihat ini langkah kemajuan dan dukungan spiritual rezim Erdogan tetapi itu hanya bagian dari politik Erdogan yang sudah lelah di PHP oleh Amerika Serikat dan Eropa. Memang sejak dua tahun lalu Turki dilanda krisis ekonomi dan sudah masuk resesi sekarang. Tidak ada bantuan significant terhadap Turki sebagai anggota NATO. Sementara China dan Rusia selalu membantu Turki. Kini hubungan Turki dengan China sangat akrab, melebihi akrab dengan negara islam lainnya.

Di samping itu ada ambisi dari Erdogan untuk terus berkuasa di tengah situasi ekonomi Turki yang sulit, dan dukungan politik yang melemah karenanya. Dengan menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid, memberikan keuntungan politik bagi Erdogan. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), pendukung Erdogan sangat senang perubahan status Hagia Sophia. Itu sebagai tanda kemenangan islam terhadap sekularisme. Ini sangat strategis menarik dukungan meluas dari kalangan umat islam di Turki terhadap Erdogan. Apalagi AKP memanfaatkan issue ini sebagai kebangkitan Nasionalisme islam di Turki.

Sebagai orang pragmatis, Erdogan memang cerdas. Di saat ekonomi booming, dia memenjarakan ribuan ulama dan gerakan islam penentangnya, bahkan memburu tokoh islam yang melarikan diri ke AS. Namun ketika ekonomi melemah, tidak ada dukungan dari AS dan Eropa, dia berbalik ke umat islam. Bagi umat islam selagi semangat Erdogan seperti semangat khilafah islam, dan berniat merebut kembali Masjidil Aqsha, soal Erdogan bermesraan dengan China dan Rusia, itu engga penting lagi. Setidaknya dengan perubahan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid, Erdogan telah memicu islamphobia dan membuat hubungan dengan kristen dan katolik memburuk. Masalah agama yang menjadi sumber konflik dia hidupkan lagi, dan itu karena politik kekuasaaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Pemimpin Visioner...

  Pada tahun 1949, setelah melalui Perang Saudara antara Kelompok Komunis dan Kelompok Nasionalis, Kuomintang, yang akhirnya dimenangkan ole...