Minggu, 07 Juni 2020

Ketika mereka meninggalkan Tuhan.


Temujin atau lebih dikenal dengan Genghis Khan adalah bangsa Tartar yang yang hidup di pelosok gurun Gobi, berbatasan dengan China.  Bangsa Tartar ini terdiri dari etnis Mongolia, Turki, Saljuk dan lain lain. Umumnya mereka bangsa nomanden yang berdiam di padang pasir, hidup dari menggembala ternak, membangun tatanan kehidupannya berdasarkan kesukuan, tinggal di kemah besar. Agama kuno mereka adalah Samanisme yang sangat mensucikan roh-roh nenek moyang. Genghis Khan sebelum membangun imperium dia berhasil mempersatukan semua suku menjadi kekaisaran Mongol.

Holocaust Mongolia bukan pandemic. Tetapi berita hebat dari mulut ke mulut tentang kekejaman pasukannya terhadap kota atau kerajaan yang ditaklukan memang menyerupai pandemic. Menurut cerita, mereka mengumpulkan kepala munusia yang dipenggal digerbang kota. Sangking banyaknya, tumpukan kepala itu lebih tinggi dari menara benteng. Tidak ada pengecualian.Laki laki atau wanita. Orang dewasa atau anak anak. Sama saja. Berita menakutkan itu tentu tidak seperti yang sebenarnya. Princeton Bernard Lewis ahli sejarah  Islam dan Timur Tengah mengatakan bahwa kekejaman Genghis Khan hanya sepele kalau dibandingkan dengan kekejaman perang salib. 

Namun kehebatan dan kecerdasan Genghis Khan memang luar biasa. Dia sengaja menebarkan berita kekejamannya, yang era sekarang bisa disebut HOAX.  Terutama dari para pedagang. Tentu para pedagang yang melintasi kota dan kerajaan menambah nambahkan cerita itu semakin bombamdis. Sehingga memang menakutkan. Kelak ketika pasukan Mongol ingin menaklukan satu kerajaan. Mereka cukup berkemah di batas kota dan mengirim surat kepada raja yang akan ditaklukannya. “ Surrender or die”. Umumnya penaklukan berdarah terbesar hanya ketika 1258M Mongolia menyerbu dan menghancurkan Kekhalifahan Islam Bani Abbasiyah di Baghdad. Tetapi setelah itu , penaklukan terjadi secara damai. Lawannya sudah takut sebelum bertempur.  Genghis Khan berhasil membangun imperium besar dan luas yang membentang dimulai dari timur di Cina, Persia dan Eropa Timur di barat,  Rusia di utara dan juga India di selatan.

Tetapi ada yang menjadi pertanyaan dalam sejarah. Sebelumnya ada premis bahwa meluasnya kesultanan Islam itu   membutkikan Islam agama yang benar. Meluasnya kerajaan Hindu di India karena hindu agama yang benar. Meluasnya pengaruh agama Budha di China, karena budha agama yang benar. Meluasnya  kerajaan kristen dan katolik di Eropa Timur karena agama itu paling benar. Genghis Khan bukan beragama Hindu atau islam, kristen, bukan pula Budha. Agama mereka adalah Samanisme. Oleh Genghis khan premis itu dibuang kelubang pembantaian. Mereka yang merasa berkuasa diatas tradisi agama, dipermalukan di hadapan rakyat. Sejak saat itu berangsur angsur agama bukan lagi sebagai simbol kebenaran publik dan alat politik. Ia menjadi kebenaran privat. Setelah bangsa Mongol berhasil menguasai kesultanan Islam, sekian lama kemudian para elite nya masuk islam,itu karena alasan pribadi, bukan karena mereka ditaklukan. Artinya kalau ingin menebarkan syiar agama, bukan kekuasaan yang harus dibangun, tetapi akhlak yang diperbaiki. Dengan akhlak yang baik, apapun jenis kekuasaan, agama akan selalu jadi sumber pencerahan. 

Pertanyaan awam, mengapa Tuhan tidak mendengarkan doa hambaNya yang menyembah siang dan malam.  Mengapa Tuhan membiarkan umatNya dizolimi dan dibantai oleh kaum yang tidak menyembah Tuhan mereka. Sama seperti sekumpulan doa dalam tangisan berharap kemenangan Prabowo atas Jokowi dalam Pilpres 2019. Tangisan dalam doa  ketika gugatakan dilayangkan ke MK oleh Prabowo atas kemenangan Jokowi. Tetapi doa itu terbang dibawa angin lalu. Merekapun bertanya “ mengapa Tuhan membiarkan kekalahan mereka. Apakah Tuhan tidak mendengarkan doa mereka? Sebetulnya kekalahan bukan karena Tuhan meninggalkan mereka. Tetapi mereka meninggalkan Tuhan. Ya Istilah Imam Al-Ghazali, beragama yang ghurur (tertipu). Tertipu, karena dikira sudah beragama, ternyata belum.  Dan mereka tidak menyadari itu. Sampai sekarang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...