Kamis, 29 Agustus 2019

Akar Masalah Perpecahan


Apa yang unik dari sebuah nama Indonesia ? Mengapa saya katakan Unik ? Indonesia adalah gabungan dari banyak suku, daerah, kepulauan, bahasa, Awalnya ia merupakan gabungan karena senasip sepananggungan akibar kolonialisme. Dalam perjalanan perjuangan melawan kolonial, gabungan itu melebur menjadi satu: Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Sejak itu nama Indonesia disepakati, sejak itu bahasa indonesia disepakati. Puncaknya ketika proklamasi, gabungan itu sudah melebur menjadi “persatuan Indonesia.” Maka berdirilah Negara Kesatuan Indonesia. Di dunia ini hanya indonesia yang punya paling banyak keberagaman namun dapat dipersatukan dalam sebuah negara.

Kekuatan Indonesia itu karena perbedaan. Benarkah? Bukan. Tapi kekuatan itu karena orang indonesia punya dasar yang kuat untuk dipersatukan dalam perbedaan. Apa dasar itu? Dasarnya adalah agama berkata dan adat memakai. Gabungan dari Agama dan adat itu menjadi kebudayaan bagi seluruh suku di Indonesia. Kehebatan bapak pendiri bangsa ini adalah mereka mampu menggunakan kekuatan itu untuk mengusir kolonial dan malahirkan sebuah negara besar yang bernama Indonesia. Tentu menyadarkan rakyat untuk sadar akan kekuatannya, akan kebudayaannya tidak mudah. Bapak bangsa kita, butuh waktu lama dalam proses edukasi, lewat pendekatan agama dan budaya. Puncaknya adalah Proklamasi.

Belanda menguasai Indonesia 350 tahun karena tahu percis akar kebudayaan itu. Makanya Belanda selalu menggunakan politik adu domba agar akar itu tecabut dari kebudayaan Indonesia. Bagaimana Belanda memecah belah bangsa ini? ya membangun ego kesukuan ( kedaerahan ) dan Agama. Selalu dalam politik devide et impera, kalau engga agama ya, kesukuan dibenturkan. Belanda berhasil membuat indonesia terpecah pecah. Indonesiapun menjadi kerajaan kecil kecil. Setelah terpecah pecah, para elite kesultanan dan kerajaan disuapi harta dan proteksi agar tetap berkuasa dan pada waktu bersamaan membiarkan Belanda menguras SDA.

Setelah Indonesia merdeka, pengaruh asing tetap ada. Mereka tetap ingin menguasai Indonesia secara tidak langsung. Yaitu melalui elite kekuasaan di Indonesia. Caranya ? Ya menggunakan lagu lama. Memprovokasi sentimen agama dan kedaerahan. Tercatat Islam pernah memberontak dua kali yaitu DI/TII. Kemudian atas dasar kesukuan ( kedaerahan ) pernah pula terjadi gerakan separatis yaitu PRRI. Gabungan Agama dan kesukuan, muncul pula gerakan separatis seperti di Aceh. Namun selalu Indonesia berhasil meredam pemberontakan itu.

Kegaduhan politik tidak bisa dipisahkan dari politik adu domba asing. Yang digunakan adalah issue kesukuan ( kedaerahan). Pada waktu bersamaan ego agama terutama Islam semakin menguat, yang membuat situasi politik sangat mudah gaduh. Karena ego agama pula, hal yang berkaitan toleransi terhadap SARA sangat mudah diledakan. Dulu Belanda menggunakan kekuatan langsung. Tetapi kini negara lain yang punya kepentingan geostrategis terhadap Indonesia ikut bermain secara tidak langsung dengan memanfaatkan elite politik oportunis untuk menjadi proxy atas nama HAM dan agama.

Sementara bagi elite politik oportunis selagi kekuatan politik tidak seimbang, dan peluang mendapatkan rente ekonomi semakin sulit, maka Issue SARA yang mengarah kepada disintegrasi akan dimainkan terus dan itu bersenggama dengan Asing untuk saling memanfaatkan dalam mencapai orgasme. Namun sejarah mencatat mereka tidak pernah mencapai orgasme. Entah kini…setelah keributan berdarah kemarin , masalah Papua sudah masuk agenda di PBB untuk dibahas. Ini engga lagi masalah dalam negeri tetapi sudah international. Jadi sangat serius. Kalau Papua lepas, sangat yakin akan di copy paste untuk daerah lain. Apalagi soal sentimen agama semakin mendapat ruang dalam politik. Maka bubarlah negeri ini.

Semoga Jokowi tetap kuat dan bisa mengatasi gejolak politik. Semoga para elite politi mantiko, menyadari resiko ulah mereka. Berhentilah main main. Taruhanya mahal sekali. Dan kita sebagai rakyat menyadari politik adu domda ini dan tetap bersatu dalam semangat persaudaraan atas dasar cinta dan kasih sayang..

***

Saya bertemu dangan politisi kemarin malam. Saya tanyakan soal peristiwa Papua yang rusuh dan rasa kawatir saya. Dia hanya tersenyum ketika mengatakan bahwa masalah Papua itu apinya tetap berasal dari Jakarta dan asapnya ada di Papua. Tinggal matikan api di jakarta, asap di Papua akan berlalu begitu saja. Saya sadar arah ucapannya. Itu artinya elite politik di jakarta yang bermain api. Tapi engga usah kawatir berlebihan. Karena sumber api mudah diketahui oleh Jokowi. Itu sababnya Jokowi keliatan tenang dengan situasi yang ada di Papua.

Masalah itu bersumber dari dua ekses. Satu ekses internal dan eksternal. Eksternal adalah ketidak sukaan AS atas konsep Indo Pacific yang diajukan oleh Indonesia. AS merasa kehilangan kendali secara politik atas Indo pacifik khususnya berkaitan dengan masalah laut china selatan. Indonesia tidak bisa menggunakan hak teritorialnya terhadap selat Malaka dg membatasi dilintasi kapal dagang asing yang mayoritas kapal dari China. Indonesia tidak bisa membuat aturan diskriminasi terhadap kapal asing. Artinya semua kapal asing bebas melintasi selat Malaka sesuai dengan aturan Indonesia. Kecuali kapal perang. Harus izin dari pemerintah Indonesia. Itupun yang berkaitan dengan besar lambung kapal dan jenis bahan bakar.

Mengapa ? Indonesia harus mengacu kepada Konvensi hukum laut 1982 dan masalah hak lintas kapal asing. Yang kemudian tanggal 31 Desember 1985 telah terbit Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Jadi tidak mungkin Indonesia harus mengikuti konsep AS tentang Indo pacific yang menjadikan Indonesia sebagai proxy AS di kawasan laut china selatan pada khususnya dan pacific pada umumnya. Soal perseteruan antara AS dan China di laut china selatan, itu bukan urusan Indonesia. Dan Indonesia tidak bisa berpihak kesalah satunya. UUD kita menjamin politik international bebas aktif.

Masalah eksternal itu tentu juga berhubungan dengan tekanan AS terhadap Indonesia berkaitan dengan kebijakan larangan ekspor mentah barang tambang mineral dan rencana revisi UU Migas yang pro kepada kepentingan nasional. Pada waktu bersamaan elite politik di jakarta memanfaatkan faktor eksternal ini untuk membonceng mendapatkan bargain politik terhadap issue nasional yang lebih menguntungkan Jokowi. Kalau bisa ya menjatuhkan Jokowi. Tetapi langkah itu mudah dibaca oleh Jokowi. Makanya dihadapi Jokowi sambil bersafari naik sepeda di Borobudur daripada mengunjungi Papua, yang justru membuat Jokowi trap bila keadaan tak terkendali setelah kunjungan ke Papua itu.

Masalah Papua akan selesai dengan elegan. AS tidak akan berbuat lebih jauh terhadap Papua. Karena secara politik resmi gedung putih menghormati sikap Jokowi. Yang ngeyel hanya elite politik AS yang jadi proxy TNC. Dan setelah ini, memastikan elite politik mantiko akan bernasif sama dengan pelaku kasus 411 dan 212, 21-22 Mey 2019.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...