Sabtu, 20 Juli 2019

Mandeh



“ Mandeh di rumah Uda. Kalian datanglah setelah maghrib. Mandeh mau bicara” Kata Uda Adi lewat WA. Aku terkejut. Itulah kebiasaan Mandeh. Kalau datang ke Jakarta, tak pernah bilang bilang kepada kami. Mandeh hanya telp Uda Adi dan minta di jemput di bandara. 

Uda Adi adalah kakak tertua kami dari 5 bersaudara. Aku anak bungsu. Satu satunya perempuan. Aku berkarir sebagai Banker. Kakak nomor dua, Mulyadi. Dia pengusaha. Kakak nomor 3, Rahman, Pejabat BUMN dan Kakak nomor empat, Guru mengaji, Salman. Jarak usia kami rata rata 2 tahun. Abak meninggal ketika Uda Adi baru tiga bulan tamat SMU. Makanya cita citanya ingin masuk IKIP di Padang, tertunda. Dia akhirnya memutuskan merantau ke Jakarta.  Dua tahun setelah itu, Uda Adi sudah jadi tongkat Mandeh membantu biaya sekolah kami. Karena gaji pensiunan Abak tidak cukup menanggung biaya 4 orang kami.

Uda Mul tamat SMU diterima di PTN di Jakarta. Biaya kuliahnya ditanggung oleh Uda Adi. Kemudian nyusul Uda Rahman, diterima di PNT di Bandung. Diapun menjadi beban dari Uda Adi. Terakhir aku tamat SMU diterima  di PTN di Semarang, juga menjadi beban Uda Adi. Uda Salman, tamat SMU diterima di STAN. Dia tinggal di rumah Uda Adi di Jakarta. Pada waktu itu Uda Adi berdagang pakaian di Pasar Regional di daerah Pasar Minggu. Dia harus menanggung biaya sekolah kami. Ketika itu Uda Adi sudah menikah. Istrinya etnis China tapi muslim. 

Satu demi satu kami sudah jadi sarjana. Aku bekerja di Bank. Uda Rahman bekerja di BUMN. Uda Mul, jadi pengusaha Pabrikan. Uda Salman, tadinya bekerja di Kementrian. Namun belakangan berhenti kerja dengan alasan tidak jelas. Yang aku tahu Uda Salman, ingin mewakafkan hidupnya untuk agama.  Semua kami sudah menikah. Berpuluh puluh tahun Mandeh tidak pernah mau tinggal bersama kami. Kalau dia ke jakarta, biasanya hanya tinggal di rumah Uda Adi. Kami yang harus menemuinya di Rumah Uda Adi.

Aku datang lebih awal di rumah Uda Adi di kawasan Kebon Kacang Jakarta pusat. Kedatangan ku disambut dengan ramah oleh Istri Uda Adi, Uni Yana. “ Sepertinya Mandeh sudah tahu soal Uda Man kau” tanya Uni Yana.
‘ Oh ya..”
“ Tadi pagi dia tanya ke Uda. “
“ Dan Uda Adi cerita ?
“ Ya. Kau tahulah. Uda kau tak bisa berbohong dengan mandeh.”
“ Mandeh sempat marah ke Uda, karena menyembunyikan rahasia itu.”
“ Gimana sampai mandeh bertanya ?
“ Tak tahulah aku. Mandeh kan melek informasi. Kau liat, udah 70 lebih usianya. tapi dia bisa gunakan Sosmed. “

Usai maghrib, kami adik beradik semua sudah kumpul.  Aku datang bersama suamiku. Dan kakak kakaku juga didampingi istrinya masing masing. Mandeh duduk di korsi. Kami duduk bersimpuh dilantai menghadap mandeh.

" Apa yang terjadi sesungguhnya nak? Kata mandeh memecah keheningan. Aku tahu pertanyaan itu ditujukan ke Uda Man.

" Kasusku masih dalam proses penyidikan KPK. “ Kata Uda Man dengan wajah lesu. “ Aku hanya melaksanakan perintah pimpinan, mandeh. Kini aku di korbankan.." Kata Uda  Man dengan suara lirih.

" Seharusnya kau tidak patuh kepada pimpinan tapi patuh kepada UU dan aturan. Negeri ini tidak dimiliki oleh pimpinanmu tapi oleh rakyat. Rakyat mengamanahkanmu melaksanakan tugas sesuai aturan. Paham kau Nak?

“ Tapi,Mandeh..”

“  Negeri ini merdeka dengan jumlah suhada tak terbilang. Kakek kau ikut menyabung nyawa melawan penjajah agar kita dan juga cucumu bisa merasakan nikmat merdeka. Negeri ini merdeka karena rahmat Allah. Kini kau kotori itu dengan buruk lakumu. Tak malu kau dengan cucumu?

" Tapi mandeh. Kalau tak patuh dengan pemimpin aku akan tersingkir”

" Nak. Mengapa kau sangat takut kehilangan jabatan bila kau merasa benar.Jalan Tuhan itu tidak mudah, anakku. Kau harus istiqamah agar pertolongan Tuhan sampai kepadamu.”

" Tidak sesederhana itu mandeh.. Ini politik “

" Mandeh hanya orang kampung. Tidak sepintar kau. Mandeh hanya tau kalau jabatan itu milik Tuhan dan kepada Tuhanlah berharap. Bukan kepada pimpinan. “

" Ya mandeh ... " kata uda Man dengan lirih.

“ Kalau merasa salah , bertobatlah, anakku. Terima hukuman itu. Mandeh engga peduli orang ngomong apa. Bagaimanapun kau adalah anak Mandeh. Mande lebih ikhlas daripada kau harus berbohong pula. Uda dua kali kau beralasan sakit ketika dipanggil KPK. Apa itu? Tak takut kau hukuman Allah di akhirat ? 

Mandeh meliat kearah kami satu persatu. “ Kasus yang menimpa Si Rahman ini pelajaran berharga bagi kalian. Ini pesan cinta dari Allah kepada mandeh dan kalian semua.”

Kami semua terdiam.

" Kau, Linda. " kata mandeh menatap ku " Kau sibuk terus dengan karier mu. Kadang di Eropa, kadang di Amerika. Kau lupa bahwa kau istri dan ibu dari anak anakmu. Apa yang kau cari nak. Sholat pun kau acap tinggal. Pakaianmu seperti anak muda. Padahal kau tidak muda lagi. Tidak takut kau akan mati kapanpun. Apa bekal mu nak untuk di bawa pulang ke Tuhan.”

Aku tersentak seakan ribuan watt listri menyengatku.

" Kau, " kata mandeh menatap Uda Mulyadi " Kau selalu sibuk. Istrimu sibuk. Udah kaya kalian. Tapi sampai kini belum terpikir mau pergi haji. Istrimu sibuk pula sebagai pengusaha. Anak gadis mu kau kirim ke luar negeri. Orang tua macam apa kalian?. Tak takut kau dengan tanggung jawab amanah sebagai orang tua dan sebagai suami di hadapan Allah nanti ?

Uda Mul hanya diam.

Bunda menatap Uda Salman. “  Tadi waktu kau masih kerja di Kementrian, Mande senang sekali. Kau taat beragama dan amanah. Walau hidup kau bersahaja dibandingkan dengan kakak mu tapi kau bisa istiqamah bekerja karena ibadah. Tapi sejak kau terlibat dalam urusan jamaah, kau semakin jauh dari hakikat agama. Kau selalu sibuk dengan jamaah mu. Usaha restoran kau serahkan ke orang lain. Akhirnya bangkrut. Selanjutnya anak mu sekolah menjadi tanggung jawab Uda Adi kau. Istrimu kau biarkan berdagang di pasar. Pria macam apa kau ini? tak takut kau akan pertanggungan jawab dihadapan Allah?

Kami semua terdiam. Tak berapa lama Mandeh berdiri dari duduknya.

" Uda kalian si Adi” Kata Mandeh menatap Uda Adi. “ tak sekolah tinggi seperti kalian tapi kalian dibiayainya sampai selesai jadi sarjana. Uda kalian tak punya rumah mewah seperti kalian, tapi dia yang membawa mandeh ke makkah. Dia tidak punya HP sehebat kalian tapi dia yang setiap hari menelphone mandeh. Dia tidak sekaya kalian, tapi dia tak pernah barang seharipun terlambat mengirim uang belanja bulanan untuk mandeh di kampung. Mandeh tak pernah menuntut balas kepada kalian anakku. Tapi akhlak yang baik selalu bersumber dari rezeki yang halal. Jernih di hulu akan jernih di hilir.Sehingga kalian pandai bersyukur dan selalu mendekat kepada Allah , tak ragu berbakti kepada orang tua, “.

Kami semua terdiam.

"Hati mandeh senang bila meliat kehidupan Uda Adi kalian. Dia santun dan mandiri. Rajin sholat dan berbakti kepada mandeh. Peduli kepada kalian adik adiknya. Dia didik istrinya dengan baik agar tahu mecintai mandeh dan kalian semua. Lihatlah hidupnya sekarang, walau tak kaya tapi semua anak anaknya berbakti pula dengan dia. Tak ada beban rasa kawatir mau di penjara seperti kau Rahman. Dia lebih baik dari kalian.”

Kami semua terdiam..

" Entahlah anakku... Mandeh berharap dengan kasus si Rahman ini kalian semua bisa mendapatkan hikmah. Setiap kesalahan akan selalu berbayar. Tidak ada yang gratis. Mandeh tak henti berharap dalam doa agar kalian berubah karena mandeh sadar nak , hidayah itu hak Allah. Mandeh akan terus mendoakan kalian siang malam…"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Dampak kebijakan Trump ..

  Trump bukanlah petarung sejati. Dia tidak punya seni bertahan sebagai seorang petarung yang punya ketrampilan bela diri dan kesabaran. Ret...