Pada tahun 1944. 44 perwakilan negara di bawa oleh “ elite “ ke desa terpencil di New Hampshire, AS. Pada pertemuan itu disepakati akan dibentuk Lembaga keuangan yang akan jadi Bank Central bagi semua negara di dunia. Tugasnya setiap tahun menyediakan instrument SDR kepada negara negara anggota untuk mengamankan belanja devisanya dalam mata uang dollar.
Saat itu para negara anggota percaya kepada USD. Karena mata uang USD berbasis emas atau collateralnya emas. Namun tahun 1971 emas di rush oleh market. AS kedodoran. Ternyata uang yang dicetak tidak sama dengan stok emas yang AS pegang. Akhirnya AS keluar dari rezim uang gold standard. Menggantinya dengan uang fiat. Nilainya ditentukan pasar.
Tahun 2000an, AS menuduh China melakukan manifulasi mata uang. China balik tuduh AS yang menipu. Karena masih mempertahankan IMF sebagai the last lending resource. Padahal tidak lagi sesuai dengan perjanjian Bretton Woods. Mata uang AS tidak lagi dijamin dari emas. Terus mengapa China harus patuh dengan IMF terkait dengan standar uang fiat.
Ekonom Goldman Sachs, Jim Oneill mengusulkan membentuk aliansi ekonomi BRIC ( Brazil, Rusia India dan China). Oneill yakin dengan kekuatan ekonomi 4 negara itu bisa mengubah IMF dan system mata uang dunia yang lebih adil. Ternyata rencana itu diterima oleh Brazil. Rusia, Indiia dan China. Walau itu hanya wacana saja namun efektif mendorong Elite IMF bersikap. Tahun 2010 IMF di reformasi. Senat AS tidak mau ratifikasi.
China gas terus. Pada KTT di Pulau Hainan, tahun 2011, BRICS ( Afrika Selatan masuk sebagai anggota ) terbentuk resmi. Tahun 2015, IMF membujuk China, dengan memasukan Yuan ke dalam keranjang mata uang cadangan atau Special Drawing Righst, SDR, bersama dengan dolar, euro, poundsterling dan yen. Ini merupakan tonggak penting dalam integrasi China ke dalam sektor keuangan dunia. Tapi porsinya kecil. Target China adalah reformasi IMF secara struktural. Karena sudah tidak sesuai dengan awal berdirinya. Barulah tahun 2016, Parlemen AS ratifikasi reformasi IMF. Tanpa mengubah peran IMF secara esensial. China tetap tidak happy
***
Sebagian besar public menganggap keberadaan BRICS bertujuan menggeser hegemoni USD. Entah darimana issue itu muncul. Dedolarisasi itu hal yang berbeda. Tidak bisa diselesaikan lewat organisasi multilateral. Soal kurs mata uang, itu terkait soal pasar, yang suka tidak suka by process sekian decade USD udah menjadi mata uang dunia. Bisanya ya diversifikasi cadev aja. Itupun atas dasar pertimbangan pasar valas.
Seruan agar BRICS menciptakan alternatif untuk Dana Moneter Internasional (IMF) juga tidak realistis. IMF memainkan peran yang mirip dengan pemberi pinjaman terakhir: ia meminjamkan ke negara-negara dengan risiko yang sangat tinggi sehingga yang lain tidak akan melakukannya. Itu berarti negara-negara yang mendanai IMF mempertaruhkan dana mereka untuk mendukung negara-negara miskin yang mungkin tidak dapat membayar kembali. Apakah negara anggota BRICS yang kaya mau jadi the last lending resource ? I don’t think so.
Mengapa saya katakan begitu?. Karena Presiden Tiongkok Xi Jinping, menyampaikan pidato di hadapan para pemimpin anggota BRICS tentang lima hal, yaitu membangun BRICS yang berkomitmen pada perdamaian, inovasi, pembangunan hijau, keadilan, dan pertukaran antar masyarakat yang lebih erat. Bisa disimpulkan bahwa BRICS itu dibentuk sebagai bargain politik negara Selatan aja. Mengapa ? karena China tidak melihat organisasi multilateral yang ada punya niat baik. Artinya lebih karena paranoid terhadap hegenomi AS dalam tatanan global. Semua anggota BRICS punya persepsi sama tentunya.
Namun masing masing anggota juga punya agenda tersendiri dan lebih utamakan kepentingan domestiknya. Tidak semua negara anggota kaya. Kebanyakan defisit dan terjebak hutang. Belum lagi persaingan diantara India, China dan Rusia yang ingin menjadi pemimpin Global Selatan. Contoh bagaimana mungkin India dan China punya agenda yang sama. Sementara mereka berseteru soal perbatasan. China tidak mungkin mau terseret dalam konflik geopolitik yang diciptakan Rusia atas serangan ke Ukreina. Alasanya tentu China tidak mau kena sanksi ekonomi dari AS dan Barat.
Pada KTT BRICS ke-15 di Afrika Selatan pada bulan Agustus 2023, Jokowi tidak secara langsung menyampaikan keinginan menjadi anggota BRICS. Indonesia tetap focus kepada rencananya menjadi anggota OECD. Karena Indonesia punya mimpi jadi negara maju pada tahun 2045. Namun kemarin Presiden terpilih Prabowo melalui Menlu telah menyampaikan keinginannya bergabung dalam BRICS. Sepetinya sikap Prabowo lebih realistis terhadap kepentingan domestic yang lebih percaya kepada China dan Rusia daripada AS dan Barat. OECD tidak begitu diharapkan.
Sikap Malaysia, Thailand, Vietnam, Afrika, Eropa Timur dan Amerika Latin gabung BRICS, sama saja alasannya dengan Indonesia. Sementara negara timur tengah dan Arab bergabung dalam BRICS sekedar menunjukkan ketidaksenangan terhadap Amerika Serikat dan Barat dalam hal penyelesaian soal Gaza. Setidaknya dengan menjadi anggota BRICS lewat narasi politik, mereka bisa berlindung dari tekanan hegemoni AS. Itu aja.
Disamping itu AS tidak akan tinggal diam atas semakin meluasnya keanggotaan BRICS. AS pasti optimalkan G20 yang terdiri dari Arab Saudi, Brazil , Turki, Indonesia dan lain lain. G 20 pasti akan direvitalisasi AS. Ya setidaknya AS berusaha memenuhi janjinya terutama mereformasi Lembaga keuangan multilateral dimana AS sebagai mayositas shareholder. Dan mendukung rencana khusus pajak kekayaan kepada 3000 orang super kaya di dunia untuk melunasi utang negara miskin.
Perubahan yang berarti dalam tatanan global membutuhkan lebih dari sekadar perbedaan pendapat bersama—perubahan itu menuntut visi afirmatif bersama dan kemauan untuk melakukan pengorbanan nyata demi kepentingan anggota lain guna memajukan visi bersama tersebut. Negara-negara BRICS belum menunjukkan bahwa mereka bersedia dan mampu melakukannya.
Saran saya kepada YMP Prabowo. Hanya karena Indonesia jadi anggota BRICS. Jangan pernah keluarkan omongan bahwa Indonesia akan beralih ke Yuan. Jangan. Ketika presiden Brasil, Luiz InĂ¡cio Lula da Silva, mengancam akan bermigrasi dari dolar dan beralih ke yuan. Apa yang terjadi? Mata uang Brazil jatuh seketika dan Brazil masuk ke jurang resesi. Sehingga terpaksa, bank central memindahkan Yuan ke USD. Kalaupun ada niat mengurangi USD sebagai cadev, biarkan itu urusan BI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.