Berkali kali perang melawan kolonial Belanda. Itu dilakukan oleh semua kerajaan yang ada di nusantara ini. Tetapi selalu gagal. Padahal korban tidak terbilang. Sampai akhirnya Belanda jumawa. Kemudian pada awal abad 20, segelintir pemuda datang ke Belanda. Mereka dapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikanya di universitas terkenal di Belanda. Para mahasiswa Indonesia di Belanda kemudian membentuk sebuah perkumpulan bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) pada 1908.
Mungkin kesalahan fatal bagi Belanda adalah memberikan kesempatan bagi pribumi untuk pintar lewat pendidikan. Walau mereka keluarga bangsawan dan ayah mereka jongos Belanda, Tetapi mereka adalah anak masa depan. Mereka punya takdirnya sendiri. Dari pengetahuan yang luas dan berinteraksi dengan buku dan orang orang dari berbeda bangsa, membuat mata mereka melek. Bangun dari tidur panjang. Paham bagaimana seharusnya berjuang untuk memerdeka kan diri.
Apalagi dipenghujung abad ke 19 dan diawal abad 20, kemenangan Jepang dalam perang merebut Tiongkok dari hegemoni tiga negara Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Prancis ), ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat.
Setelah kedatangan tiga serangkai pendiri Indische Partij, yakni Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker, dan Suwardi Suryaningrat. Dan kemudian disusul oleh para pemuda yang pernah memimpin pergerakan di Indonesia, yakni Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Sutomo, Ali Sastroamidjojo, Budiarto, Iskaq, dan Iwa Kusumasumatri. Gerakan perlawan pemikiran kemerdekaan lebih focus. Mereka sadar walau Belanda negara liliput dari segi size namun pemikiran mereka seluas benua. Itulah yang membuat Belanda kuat. Maka melawannya harus dengan revolusi pemikiran. You never change things by fighting the existing reality. To change something, build a new model that makes the existing model obsolete.
Sejak Januari 1922, nama perkumpulan juga diubah menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Tidak lagi memakai nama Indische ( hindia). Nah gimana caranya mereka melawan lewat pemikiran? Melalui tulisan. Mereka create corong sendiri, yaitu majalah organisasi yang diberi nama Indonesia Merdeka. Lewat tulisan itulah mereka berusaha menarik simpati masyarakat dunia tentang gagasan indonesia merdeka.
Bukan hanya lewat tulisan. Mereka para pemuda itu juga aktif dalam pergerakan international. Mereka mengikuti beberapa kongres internasional, seperti Kongres VI Liga Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Paris pada Agustus 1926 dan kongres organisasi di Berlin pada Februari 1927. Tokoh-tokoh PI yang hadir dalam kongres tersebut berhasil mendapat dukungan dari peserta. Bahkan Tan Malaka ikut dalam Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922 dan mendapat kesempatan berbicara di kongres itu.
Lewat proses yang rumit dan perdebatan yang panjang di forum akademis dan di kancah international di Eropa maupun AS. Lambat namun pasti proses perubahan pemikiran terjadi. Ya seiring dengan itu terjadi pula Perubahan paradigma dari kolonialisme ke nasionalisme. Bahwa kolonialisme itu harus ditinggalkan. Jargon nasionalisme mendapat tempat dalam pemikiran baru. Makanya fenomena politik global mereka pantau dengan baik dan sikapi. Dan mendapat momentum ketika Jepang kalah dalam perang dunia Kedua. Proklamasi kemerdekaan digaungkan.
Walau Belanda return ke Indonesia setelah Jepang kalah, dunia tertawakan niat Belanda untuk kembali menerapkan kolonialsme di Indonesia. Kolonialisme udah jadul. Wake up man. Udahan ngayal terus. Selanjut revolusi dimulai. Dari negara kerajaan yang menerapkan sistem feodalisme menuju kemerdekaan Indonesia seutuhnya yaitu Republik Indonesia.
Apa hikmah dari perjuangan segelintir pemuda terpelajar itu? Bahwa pendidikan berperan penting dalam proses mencapai kemerdekaan dalam arti sesungguhnya. Dan itu bukan hapalan dan dogma atau folower buta. Tetapi lewat proses dialektika, perang gagasan, berkelahi dalam debat intelektual di forum akademis dunia. Dari adanya perbedaan gagasan itulah lahir ide cemerlang untuk perubahan yang lebih baik. Ya, bukan hanya idea merdeka secara defacto dan yuridis tetapi juga kemerdekaan berpikir mengganyang segala bentuk feodalisme seperti politik dinasti dan oligarki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.