Yang pernah kalah berkali kali dan akhirnya menang dalam Pilpres adalah Daniel Ortega. Prabowo kalah 3 kali Pilpres, Ortega juga kalah 3 kali yaitu kalah dalam pemilu dari Violeta Chamorro pada tahun 1990, kalah pada tahun 1996 dari Arnoldo Alemán dan lagi pada tahun 2001 dari Enrique Bolaños. Tetapi setidaknya Ortega pernah merasakan manisnya berkuasa saat dia terpilih pada tahun 1984 sampai tahun 1990. Dan Prabowo memang sejak muda bagian dari keluarga Soeharto dan menikmati kemelimpahan sumber daya layaknya seorang penguasa selama lebih 10 tahun sebagai menantu Presiden.
Pada tahun 2011 Ortega mengakhiri kekalahan beruntunnya dengan kemenangan dalam pemilu, diikuti oleh kemenangan lainnya pada tahun 2016, dan yang terbaru pada tahun 2021, memperkuat kendalinya atas lembaga-lembaga negara. Belajar dari kekalahannya, maka selama berkuasa Daniel Ortega telah menata ulang lembaga Demokrasi termasuk KPU. Hal ini memungkinkan pemerintahannya mempertahankan kekuasaan tanpa beban checks and balances. Meskipun Ortega mempertahankan wacana keadilan sosial, namun dia membangun oligarchi secara luas, bukan hanya elite politik, tetapi juga termasuk dengan aktor sosial penting lainnya, seperti sektor bisnis, serikat pekerja, dan Gereja Katolik. Oligarchi ini membuat dia semakin jauh diatas pesaingnya. Sepertinya dia juga belajar dari Anastasio Somoza yang pernah berkuasa di Nakaragua dengan cara diktator parlemen.
Pemilihan presiden tahun 2016 menunjukkan terkikisnya institusi politik dengan menolak LSM international sebagai pengawas independent. Apalagi masuknya keluarga Ortega dalam pemilu. Rosario Murillo, istri dan ibu negara, jadi wakil presiden pada pemilu 2016. Nepotisme! Demonstrasi besar-besaran dipimpin oleh Aliansi Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi , sebuah koalisi mahasiswa, petani, masyarakat sipil, dan perwakilan bisnis dihadapi dengan bedil senjata. Menewaskan lebih dari 300 orang , dengan lebih dari 2.000 orang terluka dan 600 orang dijadikan tahanan politik. Daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia didokumentasikan oleh organisasi non-pemerintah lokal dan internasional. Berkurangnya legitimasi hasil Pemilu yang berdampak chaos, itu hanya karena Ortega ingin terus berkuasa.
Terlapas soal itu semua. Memang sejak Ortega berkuasa tahun 2011, ia sukses membangun infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Pembangunan infrastruktur ekonomi meluas. Cakupan jaringan listrik nasional mencapai 99 persen rumah tangga. Pembangunan insfrastruktur antar kota , dan jalur transportasi pedesaan, termasuk jalan raya ikonik yang menghubungkan kota utama Bluefield di Karibia dengan pusat kawasan Pasifik. Kesetaraan gender dan keamanan warga negara membuahkan hasil yang signifikan. Namun ekonomi semakin menurun seiring memburuknya sistem demokrasi. Pemilihan presiden pada tahun 2021, Ortega menggunakan lembaga peradilan dan KPU untuk menang mudah dan culas. Meskipun pemilu ini tidak dianggap bebas atau adil , Dewan Agung Pemilu (MK) menetapkan Ortega dan Murillo menang dengan 75,9 persen suara, sementara organisasi non-pemerintah melaporkan jumlah pemilih sekitar 18,5 persen.
Sanksi Ekonomi.
Negara-negara demokrasi Barat bergerak cepat untuk mengecam kurangnya legitimasi pemilu yang pemerintah yakini tidak akan ada bandingannya. Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) dan Uni Eropa bersikeras atas kurangnya keadilan dalam pemilu, dan menuntut kembalinya supremasi hukum. Menanggapi banyak kecaman, Ortega mengumumkan keputusannya untuk menarik Nikaragua dari OAS. Keputusan ini dipandang sebagai langkah menuju otokratisasi negara, memperdalam isolasi pemerintah yang sudah berada di bawah rezim sanksi international.
Apa yang terjadi kemudian? Sebagaimana negara berkembang dengan demokrasi terbuka seperti Indonesia, sangat tergantung terhadap faktor eksternal dan utang luar negeri. Sanksi paska Pemilu 2016 itu telah memukul perekonomian Nikaragua. Meskipun terdapat pencapaian-pencapaian hebat sebelumnya, guncangan yang terjadi belakangan ini menghentikan tren penurunan kemiskinan yang tajam. Atara tahun 2018 dan 2020 PDB mengalami kontraksi sebesar 9 persen secara kumulatif. Walau pemerintah mengambil langkah-langkah yang masuk akal pada setiap tahap untuk menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi. Namun pemulihan semakin sulit karena tidak punya legitimasi untuk berhutang ke luar negeri.
Dalam menghadapi isolasi internasional, bahkan dengan pemerintahan sayap kiri Amerika Latin. Tahun 2020, Nikaragua mulai menjalin erat kerjasama dengan China. Pada tahun 2021, pertumbuhan PDB riil meningkat kembali sebesar 10,3 persen – kembali ke tingkat PDB sebelum krisis pada tahun 2018. Tahun 2022 Nikaragua bergabung dalam program BRI China. Ortega selalu berkhayal menjadi pemimpin dunia. Jelas bahwa berita di mana ia muncul bersama presiden Iran, atau dengan Rusia, atau menandatangani perjanjian dengan Tiongkok, memperkuat khayalan tersebut. Ia berpura-pura tampil sebagai mitra istimewa Tiongkok, untuk membanggakan aliansi besar dengan kekuatan musuh di Barat.
Tentu saja, mereka yang peduli dan selalu memuji hubungan Ortega dengan China adalah keluarga Ortega-Murillo dan kroninya. Namun karena situasi ekonomi global termasuk China melambat pertumbuhannya, Tentu berdampak juga terhadap ekonomi Nikaragua. Harga pangan dan energi melambung, likuiditas keuangan mengering, dan permintaan eksternal melemah, inflasi mulai terkerek. Terpaksa Pemerintah memperketat kebijakan fiskal dan moneter untuk mengatasinya namun ruang moneter dan fiskal sangat terbatas untuk mengendalikan goncangan ekonomi. Kecuali China mau terus beri uang. Namun China sudah menjauh dari teman temannya di luar negeri. Focus ke dalam negeri aja.
Kini dan besok
Benarlah, walau Ortega bisa mengatasi oposisi dalam negeri dan melumpuhkan institusi demokrasi, tetapi dia bukan siapa siapa tanpa ada dukungan international. Mengapa ? karena 56% dari PDB nya berasal dari utang. Lebih 50% pendapatan ekpor habis untuk bayar utang. Sementara ekonomi masih bergantung kepada ekonomi tradisional mengandalkan SDA. Dan dunia international hanya mengakui pemimpin yang legitimate lewat pemilu yang jurdil. Hanya masalah waktu dia akan dijatuhkan oleh people power. Itu dipicu bukan oleh oposisi tetapi oleh teman teman dekatnya para pengusaha, elite politik yang tidak ingin kehilangan sumber daya keuangan akibat sanksi ekonomi. Ortega hanya ayam kampung yang berusaha jadi ayam merak. Terlalu tinggi ngayalnya mau jadi Sultan.
Hikmah.
Walau utangIndonesia terhadap PDB masih dikisaran 40%. Namun utang publik sudah mencapai 80% terhadap PDB. Keadan ini menempatkan APBN dan dunia usaha sudah sangat tergantung kepada Utang. Walau utang pembiayaan APBN 80% dalam bentuk SBN domestik namun resikonya diukur dari CDS international. Kalau premium CDS naik ya SBN jadi sampah. Default terjadi. Sementara tanpa utang tidak ada dana untuk ekspansi fiskal dan pasti tidak akan ada pertumbuhan. Artinya tanpa dukungan international, siapapun yang berkuasa tak akan berdaya. Apapun cara mempertahankan kekuasaan tanpa proses pemilu yang jurdil, akan kena sanksi International. Ekonomi runtuh siapapun rezim pasti akan runtuh juga. Jadi tahu dirilah kalau jadi presiden. Anda bukan siapa siapa tanpa legitimasi rakyat. Jujurlah. Adillah..