Tahun 2014 Pilpres dimenangkan oleh Jokowi. Pada tanggal 9 Desember 2014, di Gedung Agung Yogyakarta, di hadapan para korban dan penyintas kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, presiden Jokowi menyatakan bahwa “Pemerintah terus berkomitmen untuk bekerja keras dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu secara berkeadilan …. Ada dua jalan yang bisa kita lalui, yaitu lewat jalan rekonsiliasi secara menyeluruh, [dan] yang kedua, lewat pengadilan HAM ad hoc. Demikian kata Jokowi.
Berjalannya waktu, sampai dua periode kekuasaanya, Jokowi tidak bisa menepati janjinya. Memang jokowi tanda tangani Kepres Nomor 17 tahun 2022 membentuk tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM). Hasilnya pemerintah mengakuti kejahatan HAM berat termasuk peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998.
Dengan itu maka peluang diadakan Pengadilan HAM Ad hoc terhadap Prabowo tidak ada lagi. Dengan adanya Kepres itu dianggap kasus Prabowo selesai. Soal keluarga korban tidak puas, EGP aja. Sementera niat melakukan rekonsiliasi nasional justru karena pemilu 2014 dan 2019 terjadi polarisasi meluas. Yang ada justru terjadi rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo. Bukan hanya itu, rekonsiliasi dengan prabowo juga terjadi pada mereka yang dulu mengadili dan pecat Prabowo, seperti Wiranto, Agum Gemelar, SBY dan lain lain.
Yang dimaksud HAM itu adalah perlakuan kejam penguasa kepada rakyat. Itu sulit diadili. Karena setiap rezim bekerja berdasarkan agenda dan agenda itu dilegitimasi oleh UU dan UUD 45. “ Kadang kekuasaan harus tega menghabisi segeltintir orang demi agenda lebih besar, yaitu tercapainya stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi” Dan kalau terjadi kompromi setelah rezim jatuh, itu biasa saja. Seperti adigium politik “ "tiada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi”.
Kalau ingin melihat dan menilai secara jujur fakta Paslon No 2, itulah yang dimaksud dengan rekonsiliasi internal ex rezim orde baru. Mereka yang ada pada paslon nomor 2 adalah mereka yang membesarkan orde baru, yang terpecah menjadi Gerindra, Golkar dan Partai demokrat. Dan Jokowi hebatnya mampu merekat diantara mereka yang terpecah dalam satu barisan. Kalau paslon 2 menang. Tidak perlu sekolah tinggi untuk tahu bahwa demokrasi udah pasti masuk tong sampah. Kita kembali ke era orde baru.
Salah? Ya sulit menyalahkan. Karena rezim reformasi juga lebih buruk daripada orde baru. Hanya 10 tahun jokowi berkuasa, utangnya 5 kali lebih besar dari 32 tahun Soeharto berkuasa. Apakah nanti akan lebih baik ? sulit untuk membenarkan. Karena kemenangan Prabowo nanti adalah kemenangan politik pragmatis. Mereka tidak akan mau bayar utang sebegitu besarnya, yang sehinggga ruang fiskal sangat kecil. Tidak ada ruang untuk biaya program populisme nya. Pasti mereka selesaikan secara politik, ya excuse. Korbankan rezim sebelumnya untuk mendapatkan citra politik depan rakyat.
Mungkin sebagian besar rakyat tidak paham situasi ekonomi Indonesia. Volume Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat dijadikan indikasi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank , yang tentu terkait dengan reputasi pemerintah mengelola makro ekonomi. Semakin tinggi volume dana pihak ketiga mengindikasikan masyarakat semakin percaya kepada bank yang bersangkutan. Sebaliknya bila volume dana pihak ketiga semakin turun maka mengindikasikan masyarakat semakin menurun kepercayaannya kepada bank tersebut.
Pertumbuhan DPK perbankan 3,9% yoy per Oktober 2023, menjadi Rp 7.982,3 triliun. Angka pertumbuhan tersebut turun jauh dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,4% yoy. Sejak tahun 2023 ini memang terjadi penurunan terus terhadap DPK. Di samping itu, giro perorangan dan giro lainnya mengalami kontraksi. Giro perorangan turun -15,3% yoy pada Oktober 2023, anjlok jauh dari sebulan sebelumnya sebesar 1,5% yoy, sedangkan giro lainnya turun -4,8% yoy pada Oktober 2023, dari sebulan sebelumnya naik 1,5% yoy.
Mari kita perjelas apa sih dampak dari penurunnya DPK. Gini, bank itu sebagai perantara antara mereka yang punya uang dan mereka yang butuh uang. Mereka yang punya uang menempatkan dananya di bank dalam bentuk tabungan dan deposito, disebut Dana Pihak Ketiga.
Dana pihak Ketiga ini disalurkan ke mereka yang butuh kredit. Lantas gimana cara bank bayar kalau nasabah mau cairkan deposito atau tabungannya? kan uang sudah disalurkan ke kredit. Oh tidak ada masalah. Kan setiap hari ada nasabah yang nabung. Jadi pakai uang itu aja untuk bayar pencairan deposito atau tabungan. Engga perlu tunggu debitur bayar kredit. Ya semacam ponzy.
Nah apa yang terjadi apabila pertumbuhan DPK itu melambat dan tentu total DPK juga drop. Dana cadangan bank disalurkan ke SBN, termasuk rekening dana pensiun dan asuransi juga masuk ke SBN. Ya yang terjadi adalah bank terancam likuiditas. Kalau ini terjadi maka BI harus memberikan bantuan likuiditas. Nah, kalau sampai BI terlibat membantu, itu artinya bank sedang terinfeksi virus ketidak percayaan kepada bank. Ini akan berdampak sistemik. Hanya masalah waktu akan terjadi rush dan saat itu lonceng kematian perbankan berdentang. NKRI pun ambruk.
Bagaimana situasi sekarang ? Walau data BI dan OJK , LPS selalu memberikan angka optimis. Sebenarnya itu bagian dari cara otoritas menjaga kepercayaan bank di hadapan publik. Tetapi ada fakta yang sulit ditutupi. Apa itu? Perhatikan. Restrukturisasi kredit dalam rangka relaksasi perbankan terdampak COVID 19, seharusnya berakhir tahun Maret 2022. Tetapi ditunda jadi Maret 2023. Dan ditunda lagi Maret 2024. Ini patut diduga likuiditas dan DPK sudah timpang jauh. Jangan jangan kalau benar relaksasi kredit berakhir maret 2024, maka borok yang ditutupi sekian lama akhirnya terbuka dan kolap dah. Kasus 98 terulang lagi dan mungkin lebih buruk. Jokowi bisa jadi pesakitan. Akhir yang menyakitkan dan memalukan. Sadar engga sih?
Belajar dari Rusia.
Boris Abramovich Berezovsky adalah Phd, miliarder Rusia dan juga politisi. Dia sukses menempatkan Yeltsin sebagai Presiden Rusia. Itu berkat dana dan jaringan media yang dia punya. Dia mendukung Yeltsin karena ingin proses reformasi atau perestroika terjadi secara sistematis. Tetapi setelah berkuasa, Yeltsin tidak bisa tegas terhadap kelompok statusquo. Yeltsin terkesan lemah. Karenanya diam diam Berezovsky berusaha mengorbitkan Putin. Putin tadinya ex Direktur KGB dan dibina oleh Berezovsky sebagai politisi sampai jadi Walikota St Petersburg. Putin dinilai Berezovsky bisa tegas.
Pada bulan juli 1999, Berezovsky menemui Putin. Menawarkan jabatan Perdana Menteri. Pada tanggal 9 Agustus, Yeltsin memecat pemerintahan Sergei Stepashin dan mengangkat Putin sebagai perdana menteri Sebelum pemilihan sela tahun 1999, Berezovsky mendirikan partai Persatuan untuk kendaraan Putin melaju ke Kremlin. Dengan dukungan media yang dia komandani dan dana dari proxy nya Roman Abramovich. Dia berhasil memenangkan Putin dalam pemilihan sela, untuk melaju ke pemilihan berikutnya pada musim semi tahun 2000. Akhirnya Berezovsky sukses mengantarkan Putin jadi orang nomor 1 di Rusia.
Tanggal 8 Mei 2000 Putin dilantik jadi Presiden. Tapi tanggal 31 Mei Berezovsky di kick out oleh Putin. APa pasal? karena Berezovsky tidak setuju dengan RUU yang diajukan Putin yang memungkinkan dia bisa pecat gubernur walau terpilih lewat Pilkada. Kalau RUU itu disahkan, maka Rusia kembali ke sistem otoriter. Sejak itu Berezovsky menyatakan oposisi kepada Putin. Dia gunakan media TV nya tempat dia nyinyirin semua kebijakan Putin.
Bulan November tahun 2000, Jaksa agung membuka kasus kasus lama Aeroflot. Itu megarah kepada Berezovsky. Namun Berezovsky melarikan diri ke luar negeri. Seluruh asset yang tadinya atas nama proxynya Roman Abramovich, setelah dia lari keluar negeri, Roman Abramovich menjadi proxy Putin.
Maret 2013 Berezovsky ditemukan tewas di kamar mandi di rumah mantan istrinya di London, yang bernilai 20 juta pound sterling. King Maker itu meninggal dalam kemiskinan tanpa harta. Bahkan mewariskan hutang senilai 100 juta pound sterling. Berezovsky adalah siluet hidup tentang politik, kerakusan dan kekuasaan yang bisa membunuh jiwa dan raga siapa saja. Sementara Putin terus berkuasa dan semakin besar kekuasaannya.