Kalau berdasarkan data survey. Tidak ada satupun dari tiga paslon yang punya Elektabilitas diatas 50%. Yang akan saya jadikan dasar menganalisa adalah hasil survey dari Ipsos Public Affair, lembaga survei asal Prancis. Independensinya menurut saya lebih terjamin. Hasil survey 21/10 : Ganjar Pranowo–Mahfud MD (31,98 persen) , Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (31,32 persen), Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (28,91 persen),
Artinya tidak ada satupun secara personal punya peluang jadi presiden. Tanpa dukungan mesin pertai tidak mungkin bisa menang. Jadi peran mesin partai sangat menentukan. Kalau bicara mesin partai tentu bicara infrastruktur partai yang terdiri dari ormas underbow, simpatisan partai, dan tentu logistik. Ini memerlukan Well management untuk menggerakan sumber daya partai. Kerja yang sophisticated.
Saya akan mencoba menganalisa berdasarkan data saja. Saya berusaha melepaskan diri dari perasaan suka dan tidak suka.
Pertama. Prabowo- Gibran.
Secara personal Elektabilitas PS - Gibran 31,32 persen. Mesin partai koalisi kalau lihat data survey terakhir elektabilitas partai ( LSI ) Partai Gerindra 14,4 persen, Partai Golkar 9,7 persen, PAN 4,2 persen. PD abaikan saja. Total Elektabilitas koalisi Prabowo adalah 28,3. Sementara diferensial Elektabilitas PS dengan Gerindra, ada gap sebesar 16,95%. Gap yang lebar ini mengindikasikan mesin partai Gerindra tidak significant mensupport PS untuk bisa lewati 50%. Justru Partai koalisi berharap dengan mengusung Prabowo bisa dapatkan suara tambahan pada Pileg. Artinya koalisii useless kalau tujuan nya untuk elektoral Pilpres.
Prabowo sudah punya kalkulasi. Gibran tidak penting. Yang penting adalah karena Gibaran putranya Jokowi. Elektabilitas Gibran hanya 6,1%. Sementara PS sadar elektabilitasnya hanya maksimum 35%. PS tidak yakin itu bisa didapatkan tambahan suara dari mesin partai. Makanya sisanya dia harapkan dari coattail effect Jokowi. Memang jurus politik PS dari dulu begitu. Yaitu mengandalkan coattail effect pihak lain. Misal, tahun 2008 dia berharap coattail effect Megawati. Tahun 2014 dan 2019 dia menggandeng ormas Islam untuk dapatkan tambahan suara. Walau dia kalah tetapi yang diuntungkan adalah Gerindra, yang kini jadi partai kedua terbesar di Indonesia.
Tapi soal pemilihan Cawapres Gibran mungkin kalkulasi PS tidak tepat. Survei Litbang Kompas menunjukkan, sebanyak 60,7 persen responden menyebut majunya Gibran Rakabuming Raka, ke Pilpres tahun 2024 merupakan bentuk politik dinasti. Ini akan terus jadi bola salju sehingga justru Gibran itu menjadi beban bagi Prabowo. Tentu partai koalisi sepeti PAN dan Golkar termasuk PD akan tidak mau ambil resiko di hadapan rakyat. Mereka lebih focus pileg daripada Pilpres. Akibatnya mesin partai tadinya memang udah loyo berambah loyo. Tidak ada unsur yang bisa memicu gerakan apolicalipso bagi kader partai koalisi untuk menangkan PS- Gibran. Kemungkinan kecil untuk menang. Kecuali KPU menolak Gibran jadi cawapres. Nah peluang PS menang sangat besar. Karena akan dua putaran.
Kedua, Ganjar- Mahfud
Secara personal Elektabilitas Ganjar 31,98 persen. Pencapresan Ganjar baru bulan Mey oleh PDIP. Beda dengan Prabowo sudah sejak tahun 2021. Dukungan mesin partai bisa dilihat data survey terakhir LSI. PDIP 26,1 % dan PPP 2,5%. Total 28,6%. Gap Elektabilitas PDIP dan Ganjar sebesar 5,88%. Semakin kecil Gap semakin significant peran mesin partai terhadap Paslon. Side effect bergabungnya Gibran ke PS ini akan membuat militansi kader PDIP diakar rumput untuk memenangkan Ganjar. Akan jadi gerakan apokalipso.
Sementara adanya Mahfud, itu memungkinkan PDIP dapat menutupi kelemahannya di Jatim. Hasil survey oleh UMM terhadap Elektabilitas cawapres di Jatim. Mahfud 19,4% lebih tinggi dari Cak Imin yang hanya 10,9%. Juga lebih tinggi dari Kofifah 14,5%. Artinya peran Mahfud sangat membantu mesin partai PDIP di jatim untuk mendapatkan Suara. Apalagi Mahfud dikenal sebagai kebanggaan masyarakat Madura dan Gusdurian. Peluang sangat besar menang satu putaran.
Ketiga Anies- Cak Imin ( Amin).
Elektabilitas Anies 28,91%. Mesin partai PKS dan PKB kekuatannya bisa dilihat dari data survey LSI terakhir, PKB 7,6% dan PKS 6%, Nasdem 7%. Kalau dilihat dari Gap elektablis Anies dan partai pengusung (Nasdem) 21,91%. Artinya mesin partai PKS, PKB dan Nasdem tidak membantu banyak. Justru mereka berharap coattail effect dari Anies. Apalagi jauhnya jarak elektabilitas Anies untuk mencapai 51%. Rasanya tidak mungkin mesin partai koalisi Amin seperti PKB, PKS, dan Nasdem akan mampu melewati nya. Apalagi Pilpres 100 hari lagi. Berat !
Sementara dukungan dari Cak Imin sebagai cawapres, tidak sepenuhnya mensuport. Karena Elektabilitas Cak Imin secara nasional hanya 8,1%. ( survei Poltracking Indonesia 3-9 September 2023). Namun mesin partai PKB di Jatim dan jateng ( juara dua setelah PDIP) sangat efektif mendapatkan suara di Jateng dan Jatim. Tapi militansi PDIP tidak mudah dibuat keok di Jatim dan Jateng. Kecuali ada issue nasional yang mendorong bersatunya umat Islam dalam gerakan apocalipso seperti kasus Pilkada DKI mengalahkan Ahok. Kalau tidak ada, kemungkinan Amin gagal masuk istana.