Kamis, 13 September 2018

Memahami Uang?


Kalau ditanya soal uang, saya yakin semua tahu. Orang mati suri aja dibisikin uang setiap jam bakalan bangun dari mati surinya.Ya uang. Memang uang bukan segala galanya tetapi segala galanya butuh uang. Saya ingin membawa logika soal uang dalam konteks ekonomi secara literal. Jadi mohon maaf maklum bila tulisan saya terkesan meng gamblangkan teori ekonomi. Karena memang saya engga mau mikir yang rumit. Kalau bisa dibuat sederhana pemahaman apapun, mengapa diperumit. Setidaknya dengan persepsi yang tepat kita bisa bijak menyikapi fenomena hidup ini. Khususnya yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran akan uang.

Baiklah. Uang itu jelas di create oleh negara. Kalau ada uang yang di create oleh bukan negara maka itu jelas penipuan. Walau uang itu berlabel syariah. Mengapa? Uang adalah lambang eksistensi negara. Didalam uang itulah segala idiologi dan agenda negara teraktualkan. Makanya uang selalu mempersatukan semua orang yang berbeda. Bagaimana negara mencetak uang? Ada dua jenis. Pertama uang dicetak dengan berdasarkan nilai intrinsik. Artinya nilai uang setara dengan asset yang ada sebagai jaminan, seperti emas dan perak. Skema ini disebut dengan Penuh (Full Bodied Money ). Kedua bernilai Tidak Penuh (Representatif Full Bodied Money). Uang jenis ini nilai instrinsiknya hanya “ katanya “ setara nominal. Nah karena dunia terus berkembang maka uang dengan skema Full Bodied Money tidak lagi populer. Karena faktanya banyak negara mencetak uang tidak sesuai dengan jaminan yang ada. Jadi TRUST nya dipertanyakan. Berikutnya yang kini populer dan dipakai oleh sebagian besar negara di dunia adalah Representatif Full Bodied Money atau uang kertas. Uang kertas ini di jamin oleh negara tentunya.

Skema jaminan ada dua, yaitu pertama, dijamin oleh devisa yang ada. Dengan skema ini negara mencetak sesuai dengan devisa yang dia kuasai. Atas dasar itu kurs ditetapkan oleh negara ( Fixed Exchange Rate). Skema ini dulu diterapkan di china tetapi sekarang sudah dilepas sebagian. Indonesia era Soeharto juga menerapkan skema ini. Arab juga sama menerapkan skema kurs ini. Kedua, adalah Kurs mengambang ( floating exchange Rate). Saat sekarang Indonesia menerapkan skema ini. Dalam skema ini kurs berlaku berdasarkan kondisi pasar sesuai asas permintaan dan penawaran. Bagaimana orang tahu nilai atas uang itu bila tidak ada devisa yang menjamin? Engga sulit. Setiap negara dipantau oleh bank dunia dan IMF untuk mengetahui kapasitas ekonomi nasional suatu negara. Ini ukurannya adalah PDB ( produk domestik bruto ). Semakin tinggi PDB tentu semakin tinggi kapasitas nasional suatu negara. Tentu semakin bernilai uang di negara tersebut. Mengapa ? Uang itu berharga kalau ada produksi. Kalau engga ada produksi ya untuk apa uang. Tuh liat Venezuela uang banyak tapi produksi rendah, uang jadi sampah.

Mari kita lihat PDB Indonesia. Tahun 2017 PDB kita mencapai 1015.54 USD atau mencapai Rp 15.000 trilun. Berapa uang yang dicetak ? Kita lihat uang beredar dalam arti luas (M2) sebesar Rp5.552 triliun ( Juli 2018). Artinya uang yang beredar untuk konsumsi hanya sebesar 30% dari kapasitas nasional. Uang beredar itu adalah utang negara kepada publik dan itu dijamin oleh PDB. Apakah anda kawatir pegang uang kalau jaminannya 3,2 kali dari nominal? Tentu nyaman. Mau buktikan? Coba pakai uang itu beli apa saja pasti ada barang tersedia dipasar. Bagaimana soal harga ? Oh itu soal lain. Itu berhubungan dengan permintaan dan penawaran. Motif ekonomi berlaku. Pembeli banyak, barang sedikit harga naik. Pembeli sedikit barang banyak maka harga akan turun.

Sekarang masuk kesoal Kurs. Mengapa kurs bisa menguat dan melemah? Dulu era Soeharto kita menerapkan kurs tetap ( Fixed Exchange Rate). Kalau kurs tetap itu semua devisa dikuasai pemerintah. BI hanya kasir. Kemudian menjelang kejatuhan Soeharto, kurs dilepas menjadi mengambang. Devisa tergantung pasar. BI menjadi pengelola devisa. Bukan lagi kasir seperti sebelumnya. Sampai sekarang kita menerapkan kurs mengambang. Karena itu kurs berfluktuasi. Kembali kepada hukum permintaan dan penawaran. Kalau banyak yang perlu dollar karena motif investasi maka rupiah akan ditukar ke dollar. Mengapa pemerintah engga bisa menahan? Ya Enggalah. Kan uang itu punya orang, bukan punya BI. Kalau mereka mau pindahkan ke dollar ya suka suka mereka.

Bagaimana sikap BI kalau ada orang perlu valas? BI bisa melayani permintaan dollar itu tetapi bisa juga menolak atau menentukan kurs yang diinginkan. Apakah orang bisa dipaksa? Ya engga. Kalau BI engga bisa layani seperti kurs yang mereka mau maka mereka masuk kepasar yang juga menyediakan dollar. Nah disinilah terjadi pertarungan pasar. Kalau pasar lebih dominan ya kurs akan kehilangan kendali. Makanya ketika pasar sudah bereaksi diatas limit maka BI masuk ke pasar. Kalau BI masuk kepasar dia didukung oleh sumber daya PDB negara yang besar. Dengan itu BI akan menggunakan berbagai instrument pasar uang untuk menjinakkan pasar. Umumnya kehadiran BI dipasar membuat orang percaya dan ini akan mengendalikan kurs dengan efektif.

Jadi semakin melemah kurs sebetulnya menguntungkan bagi negara asalkan pasar domestik dijaga dan produksi meningkat. Ekonomi yang ideal itu apabila ketergantungan ekonomi dalam PDB tidak didominasi oleh ekspor tetapi pasar domestik. Dengan demikian negara bebas mengontrol kurs untuk kepentingan domestik. China dan Jepang contoh negara yang renta karana ekonominya ditopang sebagian besar oleh pasar ekspor. Akibatnya sedikit aja ada masalah eksternal, ekonom langsung drop. Jokowi saya perhatikan, dia melaksanakan program nawacita dimana kekuatan ekonomi bertumpu kepada kekuatan domestik. Makanya dia kerja keras membangun infrastruktur agar semua Pontesi Wilayah menjadi potensi ekonomi real baik sebagai produksi maupun sebagai pasar.

Namun banyak pihak masih terjebak dengan pemikiran seperti era Soeharto dimana negara mengatur uang , yang nyatanya negara culas dan demokrasi dibungkam. KKN mewabah. Akhirnya negara bangkrut.

***
Kenapa politik begitu bergairah bagi sebagian orang? karena politik menjanjikan uang. Kenapa orang bekerja keras membuang waktu dan tenaga? karena kerja keras menjanjikan uang. Mengapa kreatifitas berkembang dari waktu ke waktu? karena uang. Mengapa wanita cerdas membedakan Lenteng Agung dengan Los Angeles ? karena uang. Mengapa pertemanan bertambah banyak dan berkurang ? karena uang. Mengapa orang mengeluh tiada habis ? karena uang. Mengapa orang bahagia ? karena uang. Singkatnya segala galanya butuh uang dan karena uang orang bego jadi pintar. Orang jelek jadi ganteng. Orang ganteng jadi melambai. Semua karena uang. Peradaban berubah karena uang. Hebat kan uang?

Mari kita perhatikan bagaimana uang bekerja. Uang hanya nilai imajiner. Atau tepatnya uang hanyalah sebuah ide. Engga percaya ? Mengapa anda butuh uang? karena butuh belanja barang atau jasa. Bagaimana kalau barang atau jasa tidak ada.? apakah perlu uang? kan engga perlu. Nah sekarang mana yang lebih penting barang atau uang ? sampai disini anda akan sampai pada teori mana lebih dulu ayam atau telor. Dalam ekonomi pasar, orientasi orang bukan lebih dulu mendatangkan uang 100 untuk menghasilkan barang atau jasa 100. Tetapi bagaimana menciptakan barang dan jasa dengan uang 10 untuk menghasilkan barang atau jasa 100. Perbedaan 10 dengan 100 sebesar 90 adalah value.

Gimana caranya ? mari saya ilustrasikan. Penerimaan pajak semua habis bayar belanja pegawai, transfer Daerah dan wilayah otonom. Tidak tersisa untuk bangun jalan baru, bahkan untuk buat jalan 30 KM, engga ada duit. Kita ambil contoh APBN tahun 2017, penerimaan sebesar RP. 1750 T. Sementara pengeluaran sebesar Rp. 2080 Triliun. Negatif kan. Kalau Jokowi pinjam uang untuk belanja pegawai, engga ada investor yang beli surat utang , dan tidak mungkin lembaga keuangan mau kasih utang. Siapa yang mau kasih utangan untuk belanja. Jadi kita sebagai rakyat jangan “ baper” seolah olah negara utang untuk bayar pegawai atau bangun gedung kantor baru. Atau utang untuk bayar subsidi agar harga murah. Engga ada itu.

Nah utang apa yang dilakukan Jokowi? ini utang bisnis. Semua program pembangunan yang berkaitan dengan infrastruktur didapat dari utang. Infrastruktur itu bukan hanya jalan, pelabuhan, jembatan, bandara, yang secara langsung dapat membayar utang dari pendapatan, tetapi juga untuk dana desa, investasi pendidikan, pusat kesehatan, revitalisasi waduk dan irigasi, yang merupakan intangible investment , yang baru dirasakan dalam jangka panjang dengan lahirnya generasi sehat dan terpelajar, serta desa yang kuat untuk menghadapai industrialisasi.

Bagaimana caranya Jokowi melakukan fundraising dengan kondisi lebih besar pasak daripada tiang itu? Pertama, menugaskan BUMN melakukan aksi pembangunan infrastruktur yang punya nilai ekonomis. Kan dana di perlukan sangat besar. Benar. Perhatikan cara smart nya. Jokowi melakukan rasionalisasi arah BUMN dan merestruktur modal BUMN. Contoh katakanlah BUMN dapat tugas membangun dengan anggaran Rp. 100 triliun. Jokowi hanya menyuntikan dana dalam PMN sebesar 10% atau Rp. 10 Triliun. Itupun Rp. 10 triliun bukan dari modal sendiri tapi utang dengan menerbitkan SBN. Lah sisanya gimana ? Jokowi juga menyediakan instrument hedge atas proyek BUMN itu melalui VGF (Viability Gap Fun) agar revenue proyek di jamin diatas IRR market. Dengan instrument hedge ini maka sisa kekurangan dana didapat melalui leverage dalam skema financial engineering.

Dari mana sumbernya ? Kekurangan itu bisa didapat melelui loan dari bank. Tapi umumnya bank tidak mau memberikan pinjaman untuk proyek yang belum ada bukti hasilnya. Mencari mitra juga belum tentu mudah karena kekurangan modal sampai 90%. Kalaupun ada yang mau, posisi BUMN akan lemah. Lantas bagaimana solusinya? Proyek itu di bagi dalam 10 tahap dengan 10 entity (SPC : A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K, D,). Tahap pertama ( A) dibiayai dari modal sendiri tanpa ada pinjaman darimanapun. Sehingga BUMN terbebas dari biaya tetap berupa bunga dan keharusan mengangsur. Proyek itu setelah selesai dibangun, langsung dioperasikan dengan memberikan revenue. Future income dalam 15 tahun sebesar Rp 2 Triliun. 

Setelah proyek tahap 1 selesai, BUMN bisa membangun proyek tahap 2 tapi BUMN tidak punya uang lagi karena sudah habis. Kalau harus menunggu sampai ada uang , tentu tidak mungkin. Bagaimana caranya agar bisa dilanjutkan? BUMN menerbitkan global Bond (seperti yang dilakukan Pelindo dan Angkasa Pura dan Jasa Marga ) dalam bentuk revenue bond dengan jaminan revenue proyek tahap A. Dari Global bond itu BUMN dapat LTV sebesar 50% dari Future income atau Rp.1 triliun. Dana hasil penjualan revenue bond itu di gunakan untuk membangun proyek B. Setelah proyek B selesai dibangun, Asset proyek A dijaminkan dengan menerbitkan CMO melalui pasar modal. Hasil penjualan CMO itu digunakan untuk membangun proyek C.

Setelah proyek C selesai dibangun, revenue proyek B di gunakan untuk membangun proyek D dengan cara menerbitkan revenue bond. Setelah proyek tahap D selesai dibangun maka asset proyek tahap B di jaminkan dengan skema CMO untuk membangun proyek E. Begitu seterusnya. Setelah 10 kali putaran maka ke 10 perusahaan (ABCDEFGHIJK) itu di gabung dalam satu holding untuk masuk bursa ( contoh yang terjadi dengan Waskita Toll Road ). Hasil penjualan saham itu digunakan untuk memperbaiki struktur permodalan agar DER sehat untuk tari utang lagi dari perbankan. Loh kan BUMN digadaikan? helloooo, boss, yang dijaminkan adalah SPC bukan BUMN, ya proyek itu sendiri sebagai jaminan. BUMN mah aman aman saja. Kalau gagal ya ambil tuh proyek, dan setelah 30 tahun, negara ambil sesuai kontrak PPP.

Ilustrasi diatas dikenal dengan istilah project derivative value. Atau harta bisa beranak pinak sendiri. Mengapa ?karena modal pertama memberikan bukti dan keyakinan bagi pihak lain bahwa proyek itu layak. Skema pembiayaan ini dipakai juga untuk pembangunan jalan Toll atau pembangkit listrik atau bandara. Dimana revenue pasti dan pembangunan bisa dibuat beberapa tahap untuk memungkinkan modal di leverage berkali kali. Apa yang dilakukan pemerintah memberikan suntikan modal kepada BUMN yang khusus melaksanakan program pembangun infrastruktur adalah agar kekurangan APBN dapat ditutupi melalui skema leverage ini.

Artinya proyek itu dibiayai melalui sistem keuangan dimana melibatkan Asset Management, Project Management, Fund Manager dan perbankan, bursa. Penyertaan modal pemerintah itu hanya trigger untuk terjadinya financing scheme yang di back up investor institusi, yang pasti aman dari intervensi dibandingkan dengan private investor. Jadi bila Rp.37 triliun dana penyertaan negara maka leverage bisa mencapai lebih dari Rp.300 triliun dan selagi ada peluang proyek baru, leverage terus terjadi tanpa henti. Makanya kerja kerja agar uang terus mengalir…

Nah bagaimana untuk pembiayaan infrastruktur yang intangible seperti pendidikan, kesehatan dan dana desa ? Kan engga mungkin itu dijadikan underlying ujntuk dapatkan uang dari market karena tingkat pengembalian tidak ada. Oh gampang. Menkeu , sebagai pemegang saham BUMN itu, punya portfolio berupa saham seluruh BUMN. Itu dijadikan sebagai underlying untuk terbitkan bond berjangka waktu 15 tahun. Kalau total asset BUMN sebesar Rp. 6.560 Triliun, ekspansi SBN hanya 5% setiap tahun atau Rp. 300 Triliun. Sementara kenaikan asset BUMN diatas 5% setahun. Apa engga ditabrak oleh investor, wong nilainya 20 kali dari underlying.

Setiap tahun anggaran, Jokowi hanya tanya kepada menteri keuangan. “ berapa kekurangan APBN, bu Ani ?Pastikan jangan sampai diatas 3% dari PDB. “
“ Ya pak. Di bawah 3% dari PDB.” 
“ Ya udah tutupi kekurangannya itu?
“ Siap pak.” 
Kemudian menteri keuangan perintahkan Dirjen untuk atur penerbitan SBN. Uang akan akan mengalir ke kas negara. Jokowi engga perlu melobi presiden AS atau Jepang atau Cina untuk dapatkan pinjaman. Justru mereka sibuk tawarkan uang kepada Jokowi. Jokowi hanya sibuk blusukan keseluruh Indonesia untuk supervisi proyek secara langsung. Kalau ada penyimpangan, KPK siap cokot siapa saja. Jokowi tetap santai piara kambing dan bagi bagikan sepeda kepada rakyatnya seraya memberikan tebakan jenaka. Makanya satu satunya yang membuat iri elite politik terhadap Jokowi adalah kemampuannya menciptakan financial resource, unlimited resource. Money follow program!

Tapi orang lupa kalau Jokowi mampu menjadi creator financial egineering dan dipercaya market karena sikap mentalnya yang positip. Dari kesederhaan sikap dan perbuatannya , tidak sulit baginya untuk mengundang orang untuk mengambil langkah keyakinan melalui sepatah kata tentang apa yang mungkin , menciptakan sebuah inspirasi kolektif. Semua itu tercermin dari caranya berpikir ( way of thinking ) , merasakan ( feeling ) dan kemampuannya memfungsikan semua potensi positip ( functioning ) , sebuah cara hidup (the way of life ) dan cara menjadi ( way of being ) yang transformative. Uang itu adalah nilai. Nilai yang infinity adalah akhlak atau bahasa mesranya mental positip. itulah yang tidak dimiliki oleh PS yang selalu mengundang pesimis dan rasa takut. Negatif molo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.