Minggu, 09 Oktober 2016

Memburu harta (8)


Pukul tujuh pagi, Ester sudah pergi ke kantor. Dia berjanji akan menemuiku waktu makan siang. Aku tawarkan breakfast tapi di tolaknya. Dia buru-buruu karena harus masuk kantor pagi-pagi. Katanya, dia ada janji dengan klient-nya. Pukul sepuluh pagi ketika aku di restoran untuk breakfast, telpone celllularku bergetar.
“Jaka.Terimakasih untuk kerja kerasmu.” Terdengar suara Budiman sumringah.
“Mengapa kamu bilang seperti itu, Bud? Kita adalah sahabat. Sudah seharusnya kita saling membantu.”
“Ya, Jak. Aku tahu,” kata Budiman terdengar riang. “Barusan aku dapat kabar dari Banker, mereka sudah terima SBLC yang dikirim menggunakan SWIFT 760.”
“Apa?!” teriakku. ”SBLC sudah diterima? Benarkah  itu?” sambungku dengan suara meninggi.
“Ya! Hari ini officer bank akan melakukan verifikasi dan confirmasi. Bila memuaskan, maka dipastikan tiga hari lagi kredit cair. Terima kasih, Ja. Kamu menyelamatkan hidupku.”
Usai berbicara, aku segera menelphone Ester. ”Ester, Singapore sudah menerima SBLC. Tomasi memenuhi janjinya.Terima kasih, Honey.”
Thanks God. Aku senang mendengarnya.”
“Besok aku berangkat ke Singapore.”
“Pastikan besok kamu berangkat. Ingat, kamu sudah janji dengan Tom.”
“Ya! Pasti aku datang.”
“Bagus.” Kata Ester denga riang. “Besok aku dapat tugas ke Beijing. Apabila  Tom masih di Singapore sampai weekend, aku akan terbang ke Singapore menemanimu.”
“OK. Aku tunggu ya. Bye, Ja.” 

***
Tomasi sudah menghubungiku untuk bertemu dengannya di Hotel Hyat Singapore. Pertemuan hari ini mengingatkanku pada kehangatan persahabatan dengan Fernandez, Tomasi dan Ester ketika liburan di Bali, beberapa tahun lalu. Kali pertama bertemu, aku melihat Tomasi sebagai sosok pria Itali yang sama sekali tak layak disebut pengusaha. Style busana, postur tubuh, wajah serta potongan rambutnya yang selalu up to date, membuatnya lebih pantas jadi peragawan. Bukan pengusaha yang umumnya konservatif, dan bentuk tubuh yang, yah.. ala kadarnya. 
Namun dalam sebuah perjalanan ke Bali bersama Fernadez, aku bisa memastikan, Tomasi adalah seorang businessman yang hebat. Tomasi punya akses ke jaringan berskala international dibidang financial. Akses yang tak semua pengusaha bisa tahu, apalagi bisa memperoleh jalur khususnya. Ketika keluar dari elevator, Tomasi melangkah ringan ke arahku yang sudah menantinya di loby.
Postur tinggi kekar, dengan jas mahal tergantung di tangan. Langkah kakinya mantap dan tatapannya lurus ke depan. Dan tak lupa, wajahnya selalu berhias  senyum. Aku pun balas tersenyum. Tomasi sama sekali tidak berubah. Dia seperti seorang peragawan yang jadi pengusaha. Atau pengusaha dengan style peragawan. Entahlah! 
“Senang bertemu lagi denganmu, Ja,” sapa Tomasi sambil menyalamiku erat.
“Ya. Terima kasih telah datang ke sini. Seharusnya aku yang datang ke Lugano,” kataku basa-basi.
“Ah,  tidak ada masalah. Kebetulan aku memang ingin mengajak kamu bisnis.”
Pelayan lounge datang menawarkan minuman. Tomasi memesan coffee dan aku mengangguk, memesan minuman yang sama.
“Bisnis apa?” tanyaku sambil tersenyum. “Sepertinya lagi ada yang hebat, ya?”
“Tidak ada yang hebat. Semua bisnis sekarang serba virtual dan kelihatannya semakin gila untuk bisa dipahami.”
“Apa maksudmu?”
“Pada dua dekade terakhir ini, telah terjadi deregulasi  pasar finansial besar-besaran, lengkap dengan dihilangkannya batas-batas perpindahan kapital antar negara dan antar sektor usaha. Salah satu contohnya adalah dihapuskannya peraturan Glass-Steagal AS yang melarang lembaga keuangan terlibat langsung dalam kegiatan perbankan investasi dan perbankan komersial. 
Dampaknya, kegiatan spekulatif secara besar-besaran pun merebak, yang membuat sektor keuangan atau finansial menjadi sektor yang paling menguntungkan dalam ekonomi global. Spekulasi sektor keuangan menjadi demikian menguntungkannya sehingga selain dari kegiatan tradisional seperti simpan pinjam serta transasksi saham dan ekuitas, pada tahun 1980-an dan 1990-an muncullah bentuk-bentuk instrumen finansial yang lebih canggih, seperti futures,  swap,  dan option-derivatives,  di mana laba diperoleh bukan dari perdagangan aset melainkan dari spekulasi dan perkiraan risiko tentang nilai aset.” Tomasi menghentikan kata-katanya. Kemudian memperhatikanku dengan seksama. 
“Daya pikat sektor finansial dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lain seperti perdagangan dan industri, terbaca jelas dari data statistik. Di akhir tahun 1990-an, volume transaksi harian pasar pertukaran luar negeri, mencapai angka 1,2 trilyun dolar. Setara dengan besarnya nilai transaksi perdagangan dan jasa pada semester itu. Transaksi sehari sama besar dengan satu semester,” lanjut Tomasi.
“Nah, dengan hujan uang pada sektor spekulatif, dan kebanyakan uang datang dari luar AS, maka banyak perusahaan-perusahaan swasta industri, semakin menggantungkan pembiayaannya pada kredit dalam jumlah besar dan penjualan saham, ketimbang dari laba yang diperoleh. Ketergantungan ini makin menebal di akhir 1990-an, masa-masa akhir presiden Clinton. Boom finansial ini mengakibatkan ledakan kegiatan penanaman modal global, yang akhirnya bermuara pada kelebihan kapasitas di mana-mana.
Pada akhir 1990-an angka-angka indikator tampak sangat mencolok. Industri komputer di AS meningkat 40% per tahun, jauh di atas proyeksi demand tahunannya. Industri otomotif dunia hanya bisa menjual 74 persen dari kapasitas produksinya sebesar 70,1 juta mobil per tahun. Saking banyaknya penanaman modal di bidang sarana telekomunikasi global, sehingga seluruh lalu-lintas dalam jaringan fiber-optic dunia baru menempati 2,5 persen dari total kapasitas jaringan tersebut,” kataku
“Luar biasa. Kamu memang pantas disebut sebagai consultant kelas dunia,” matanya berbinar. “Sektor eceran juga mengalami hal yang sama. Raksasa-raksasa eceran seperti K-Mart dan Wal-Mart mengalami kekurangan tempat untuk barang-barang mereka. Terjadilah suatu fenomena, ‘kelebihan pasokan’ hampir di semua hal,” Kata Tomasi berapi-api.
“Pada akhirnya, perdagangan ilusi ada batasnya. Alam nyata menunjukkan kegagahannya dan mengintervensi dunia usaha pada tahun 2000, mengakibatkan koreksi dan hilangnya kekayaan investor sebesar 4,6 trilyun dollar AS di Wall Street. Jumlah ini, menurut Business Week adalah separuh dari Produk Domestik bruto AS, dan 4 kali jumlah kehilangan pada crash tahun 1987. Dengan di perparah oleh wabah dot.com, maka ekonomi AS mengalami resesi akut pada tahun 2001.
Dan karena keadaan nyata sudah begitu lama ditutupi oleh topeng ilusi kekayaan selama itu, maka butuh waktu lebih lama untuk mangatasi ketidak-seimbangan struktural yang telah terbangun. Itupun kalau memang mau diatasi.” Sambung Tomasi. Ia meneguk kopi yang hampir dingin. Kemudian meletakkannya kembali dengan gelisah. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu, entah apa.
“Lantas di mana tesis ekonomi selama ini yang katanya merupakan konsep kemakmuran itu?” sambungku. 
“Jak, tahukah kamu, suka tidak suka, konsep pemikiran ekonomi yang dipakai oleh dunia, terlahir dari otak-otak Yahudi.”
“Ups, iya. Tepat sekali! ” seruku seketika. 

“Adam Smith, kelahiran Skotlandia tahun 1723. Dia menulis buku-buku terkenal seperti The Theory of Moral Sentiments dan An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau The Wealth of Nations. Adam Smith dikenal sebagai bapak perdagangan modern dan memberi arahan menuju perdagangan global. Ia menentang Merkantilism. Ia menginginkan terbentuknya perdagangan yang bebas dari segala aturan pemerintah. 
Kemudian pada 1772, lahirlah David Ricardo, yang menjadi ekonom hebat di zamannya, juga praktisi di London Stock Exchange. Setelah membaca buku The Wealth of Nations, dia sangat termotivasi untuk menentang segala bentuk proteksi pemerintah. Namun tetap menganjurkan keadilan sosial dari kebebasan pasar melalui policy pajak. Sebagaimana tertulis dalam bukunya yang diterbitkan 10 tahun setelah dia wafat. Buku itu berjudul Principles of Political Economy and Taxation,” sambung Tomasi mantap. Kelihatannya dia juga sangat menguasai sejarah perkembangan ilmu eknomi ini.
“Sejatinya, bagaimana pun juga, prinsip ekonomi akan tetap berhubungan dengan kebebasan, walau diselipi dengan kebijakan Negara. Tapi apa artinya sebuah kebijakan bila prinsipnya tidak dirubah?” Kataku “Dan Alfred Marshall yang dilahirkan di London pada tahun 1842, tampil membawa ilmu ekonomi dalam matematika. Dia dikenal sebagai orang yang bisa membawa ekonomi sebagai sebuah sains, dan bukan filsafat seperti yang dijelaskan Adam Smith dan Ricardo. Dia berusaha menghindarkan ekonomi dari ranah politik. Bukunya yang terkenal adalah Economics of Industry dan Principles of Economics, dua buku yang menjadi literature wajib mahasiswa Ekonomi. 
Teorinya merupakan gabungan dari supply and demand curva, marginal utility dan marginal production. Teori Marshall ini mencapai puncaknya ditangan John Maynard Keyness yang dilahirkan pada tahun 1883. Kenyness juga yang mendorong agar pemerintah aktif melakukan intervensi pada kebijakan moneter dalam rangka mengatasi dampak dari resesi ekonomi. Artinya Keyness lebih menekankan pasar yang regulated. Bukunya yang terkenal ditulis pada tahun 1935 berdasar pengalaman great depression, adalah General Theory of Employment dan Interest and Money. " Sambungku.
" Kemudian muncul Milton Friedman. Dia lahir pada tahun 1912. Dia membaca buku Kenyness untuk mengoreksi Keyness. Dia menentang pasar yang regulated dan juga menentang intervensi pemerintah di bidang moneter. Idenya itu ditulis pada tahun 1962 dalam buku yang sangat terkenal, Capitalism and Freedom. Inilah dasar perlunya demokratisasi ala liberal. Tak lain sebagai prasyarat berjalannya ekonomi liberal, demi terwujudnya sistem capitalisme and freedom milik Friedman. 
Ini artinya kebebasan usaha di bidang investasi, perdagangan, keuangan dan lain-lain harus terjamin, agar campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi riil semakin berkurang. Pada tahun 1976, Friedman memenangkan Nobel Prize di bidang Ilmu Ekonomi, dengan tesisnya tentang prinsip hubungan antara jumlah uang beredar dan inflasi. Dia memberikan pidato pada tahun 1988 untuk mahasiswa Cina yang dianggap menjadi bagian dari reformasi ekonomi Cina. Friedman sampai kini dikenal sebagai bapak ekonom capitalism dan pencetus lahirnya neoliberal.” Kata Tomasi menguatkan.
“Ya. Keyness telah dikoreksi oleh Friedman dan akhirnya Friedman-lah yang menyebabkan Amerika Serikat terjerat dalam resesi berulang dari masa kemasa. Di tengah situasi vulnerable  itulah ekonom bermain main dengan tesis. Ketika jatuh mereka mulai melirik Kenyness kembali untuk masuk dalam ekonomi yang regulated namun tetap ogah berpaling dari capitalisme. 
Benar-benar sistem yang kacau dan menjanjikan masa depan yang suram. Dalam situasi seperti inilah para ekonom akan berbeda pandangan. Inilah akibat bila agama dibelakangi. Akhlak mulia mengabur. Sudah cukup lelah kita semua dengan segala prahara yang tak perlu terjadi akibat keculasan dan kebodohan diri sendiri,” kataku coba mengakhiri.
Tomasi tersenyum mendengar kesimpulan yang berakhir pada perlunya agama. “Kamu tak pernah berubah. Selalu pada akhirnya meminta dunia kembali kepada agama.”
“Kita sama-sama mengetahui bahwa semua tesis tentang ekonomi yang selama ini dijadikan pijakan masyarakat sekular, berasal dari ilmuwan Yahudi. Sementara kami percaya apa kata kitab suci, bahwa Tuhan telah menegaskan, Islam itu agama yang sempurna dan komprehensif. Kami juga tidak menolak sekularisme asalkan tidak bertentangan dengan agama yang kami yakini. Kami siap berdialog dan mungkin belajar dari kaum sekular,” kataku.
Kami terdiam sejenak. Seakan saling memahami apa yang kami diskusikan namun tetap berbeda. Beberapa detik setelah itu, Tomasi bertanya, “bagaimana perkembangan urusanmu di bank Singapore?”
“Ya! Sangat sempurna dan memuaskan!” Jawabku senang.
“Bagus.”Tomasi menyambut gembira.”Apakah kredit line sudah cair?”
“Minggu depan sudah cair.”
“Bagus!” Serius Tomasi. “Nah sekarang, kamu tahu bahwa SBLC itu cash colateral. Apapun yang terjadi, akhir tahun SBLC itu akan di collect apabila kamu gagal bayar utang ke bank. Benar, kan?”
“Benar!”
“Apakah kamu sudah punya exit bila akhir tahun kamu gagal bayar utang  ke bank?”
“Belum ada. Aku hanya punya exit dalam lima tahun. Aku sudah sampaikan kepada Ester soal ini.”
“Kalau begitu, resiko ada padaku. Resiko pasti!” Kata Tomasi dingin.
“Aku tak mau memberi janji padamu, Tom. Aku pastikan belum ada solusi atas ini. Maafkan aku kalau kamu harus menanggung resiko. Tapi bagaimanapun aku akan minta clients-ku menyerahkan assetnya  untuk kamu pegang sebagai jaminan bahwa dalam lima tahun dia akan bayar plus bunga.”
“Aku ada solusi!” Tomasi sepertinya tidak tertarik dengan usulanku menyerahkan jaminan asset Budiman. 
“Katakan.”
“Bisakah aku medapat 20% dari total kedit line yang clients kamu terima?”
“Untuk apa 20% itu?” Tanyaku bingung.
“Aku punya exit strategi dengan masuk ke leverage  program pasar uang di bawah kuridor 144 A  SEC. Uang 20 % itu akan aku pakai untuk bayar collateral fee dari pemegang asset yang mau memberikan mandat untuk kamu masuk dalam leverage  program di Eropa.”
“Aku?! Mengapa harus aku?” Aku bertanya sekaligus terkejut dengan pernyataan Tomasi.
“Kamu ahli create credit line. Aku butuh kamu, Jaka.”
“Tapi aku  tidak  punya koneksi di bank Eropa.”
“Aku punya koneksi yang akan membantu kamu mengakses perbankan di Eropa.”
“Aku  butuh team.”
“Aku akan sediakan team untuk kamu. Mereka punya reputasi  untuk pekerjaan itu.”
“OK walau belum aku bicarakan dengan clientku, tapi aku yakin dia akan setuju menyediakan 20% dari credit  line. Dan aku yakin tidak mengganggu anggaran clients untuk membayar utangnya. Karena perkiraan hair cut yang kubuat sangat konservatif. Clientsku akan mampu negosiasi dengan otoritas apabila ada uang di tangannya. Toh semua resiko kamu yang tanggung sekarang.” Kataku.
“OK. Pastikan rencana ini sukses. Karena kalau gagal maka akhir tahun SBLC itu akan di collect. Karena kamu  tidak punya sumber keuangan membayarnya. Tapi kalau berhasil kamu bisa dapatkan profit dari leverage program. Profit itu bisa dipakai untuk melunasi hutang dan SBLC selamat dari call.”
“Paham.Tom.”
“Bagus!”
Kami mengakiri pertemuan itu karena Tomasi ada janji untuk bertemu dengan relasinya. Sebelum berpisah, Tomasi berkata kepadaku dengan nada terkesan dingin, “Ja, tolong jaga kerahasian deal kita termasuk kepada Ester.”
“Mengapa Tom?” aku heran mengapa harus dirahasiakan? Deal apa ini?
“Apakah kamu mencintai Ester?”
“Ya!”
“Kalau begitu percayalah padaku. Jangan bicara apapun kepada Ester. Kamu kan tahu sifat Ester. Dia terlalu proteksi kepadamu. Aku mengkawatirkan dia larut dengan transaksi yang akan kita create.
“Aku tidak mengerti, Tom.”
“Aku memberimu cash collateral. Itu jumlah yang tidak sedikit. Apakah kamu kira itu mudah? Apakah itu kurang cukup membuat kamu percaya kepadaku? Ingat Ja, kita bersahabat dan sama-sama mengharapkan yang terbaik untuk Ester. Ya kan?”
“Aku paham Itu. Tapi belum bisa mengerti.”  
“Kamu akan mengerti setelah kita bertemu di Swiss.”
“Baiklah, Tom.” Kataku dengan berat.
“Bagus. Ingat pesanku, ya? Mulai sekarang tutup komunikasi dengan Ester.” 
Aku hanya diam. Ada apa ini? Mengapa aku harus kehilangan Ester setelah menyelamatkan sahabatku Budiman? Selama ini Ester telah membantuku untuk menyelamatkan komitmenku kepada Budiman. Dia selau mengkawatirkanku. Sangat halus memperlakukanku. Dia yang tak henti menantiku menyentuhnya tanpa kehilangan kesabaran.  Dia yang selalu ada untukku. Yang selalu terjaga dari lelap tidur bila aku menelephonya. Kini aku harus menjauh darinya hanya karena kepentingan exit strategy dari penyediaan cash collateral oleh Tomasi.
Aku berada di persimpangan jalan. Apakah aku harus mengikuti saran Tomasi atau melupakannya? Aku tidak bisa mengabaikan saran Tomasi. Karena walau aku jarang bertemu dengannya namun dia adalah sahabat yang datang di saat aku terjepit  dan berkorban untuk itu.  Akhirnya aku menyadari bahwa dalam medan pertempuran kita tidak bisa memenangkan semua lini. Kadang kita harus mengorbankan banyak lini untuk meraih kemenangan dalam peperangan. Setiap perjuangan butuh pengorbanan. Aku yakin Ester akan mengerti keadaanku bila aku kehilangan kontak dengannya.  Aku yakin dia percaya bahwa aku tidak akan pernah melupakanya apalagi meniggalkanya.  Semoga bila semua ini telah berakhir, aku dapat bertemu kembali dengan Ester. 
Sebelum berpisah, Tomasi kembali mengingatkanku untuk datang ke Swiss. Dia juga berjanji akan mempertemukaku dengan seseorang yang akan memberiku mandat aset sebagai collateral,  agar bisa mendapat fasilitas credit untuk masuk ke pasar uang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.