Kamis, 28 Juli 2022

Berpikir mandiri.

 




Tahun 2010.Saya pernah diminta jadi pembicara seminar kewirausahaan. Acara itu diadakan di Zuhai. Seminar itu diselenggarankan oleh asosiasi bisnis. Empat praktisi dan 5 akademisi. Salah satu praktisi adalah saya sebagai narasumber. Kebetulan saya dapat giliran terakhir. Saat giliran saya. Saya tidak  punya bahan apa yang harus disampaikan. Karena saya sudah dua hari tidak tidur menyelesaikan program akuisisi bisnis.


Saya percaya diri saja tampil ke podium. Salah satu panitia mendekati saya. Dia berbisik. “ Ada flash disk, Pak? saya akan siapkan kalau anda perlu presentasi ?


“ Engga ada. “ Kata saya singkat.


Saya ambil sepidol. Saya tulis di white board 4x4 = 26. Kemudian saya tatap semua yang hadir. Setelah itu saya duduk. Diam saja. Saya tunggu 15 menit. Berharap ada yang protes atau koreksi soal tulisan di white board itu. Tetapi tidak ada yang protes. Saya berdiri. Saya tatap semua hadirin. Saya tersenyum.


Kemudian saya lanjutkan bicara.


“ 15 menit saya menanti. Berharap ada yang protes 4x4 = 26. Tetapi tidak ada yang protes atau koreksi. Tahu mengapa ? kata saya menatap mereka semua. Mereka diam semua. 


“ Karena saya berdiri depan anda semua. Adalah orang yang qualified. Itu memasung akal sehat anda. Karena Anda semua datang kemari dengan fantasi bahwa yang bicara di seminar ini orang hebat dan pasti benar. Dan kalian semua ingin seperti kami sebagai pembicara. Apa yang terjadi? kalian kehilangan akal sehat dan daya kritis. Padahal syarat utama sebagai wirausaha adalah anda harus jadi diri anda sendiri dan berpikir mandiri.”


Saya tatap mereka satu persatu.


“ Apapun ilmu bisa dipelajari. Apapun pengalaman orang lain bisa jadi pembelajaran. Tetapi itu tidak akan mengubah diri anda. Apa yg dihasilkan oleh mereka yang sukses, tidak bisa di copy paste untuk anda bisa berubah seperti fantasi anda. Tidak bisa. Apalagi mindset follower melekat pada diri anda. Itu pada akhirnya akan membuat anda frustasi dan loser. 


Jadi apa yang bisa membuat anda hebat, bahkan lebih hebat dari kami ini ? selalulah kritis berdasarkan akal sehat. Akal itu berkah Tuhan. Gunakan berkah itu sebaik baiknya. Keraslah  kepada diri sendiri agar tetap focus kepada akal sehat dan terus belajar mandiri untuk menjadi pribadi hebat.”


Saya tatap mereka semua dengan senyuman. Saya kembali ke white board. Saya gambar sempak pria. Kemudian saya tatap mereka semua. Mereka semua tersenyum.


“ Saya tidak perlu jelaskan apa gambar ini. Nah sekarang. Saya minta salah satu dari anda buka celananya. Perlihatkan sempaknya. Kita semua lihat “ Kata saya. Mereka senyum aja. Saya tunggu. 5 menit tidak ada yang plorotkan celananya.


“ Ok. Celana dalam saja kita tidak mau orang lihat dan tahu mereknya apa. Begitulah manusia. Apa yang nampak dan diutarakan oleh seseorang yang memotivasi anda. Yakinlah itu hanya dialektika. Karena yang sebenarnya tentang dirinya, tidak akan diutarakan. Ya seperti sempak. Engga ada yang membuka dan diperlihatkan kepada umum. “ Kata saya. Mereka semua tersenyum.


“ Nah apa materi seminar dari saya? Jadilah diri anda sendiri sebagai pribadi yang mandiri. Karena dalam bisnis itu diperlukan pribadi yang unggul dan tangguh melewati batas orang biasa. Bisnis diperlukan keberanian mengambil resiko. Resiko karena berbeda arus dan jalan. Anda bisa saja gagal dan jatuh. Tapi dari kegagalan itu anda berproses untuk berubah menjadi lebih baik karena waktu, Dari situ  anda akan tahu makna sukses dan tahu arti mencintai. 


Anda bisa saja cari jalan mudah,   follow pembicara seminar yang menawarkan too Good to be true. Yakinlah, anda tidak akan dapat apa apa? Dan anda tidak akan jadi apapun. Anda bukan siapa siapa. Mengapa ? Sukses Itu tidak mungkin ada pada pribadi follower, apalagi berfantasi jadi orang hebat hanya ikut seminar yang  bayarnya mahal .” Kata saya.


Saya kembalikan spidol diatas meja dan saya tatap mereka semua. “ Terimakasih, Selamat malam. “ Kata saya segera turun dari podium. Semua berdiri dan bertepuk tangan.

Semua anjing…

 





Saya sedang bersama Yuni di cafe. Tak berapa lama ada wanita mendekati kami.” Pak, bisa minta tolong. Tamu saya tidak datang. Saya tidak ada uang bayar bill” Katanya. Saya tatap tersenyum.


“ ya udah. Kamu pergi aja. Bill kamu saya bayar” kata saya.’


“ Apa apaan sih Uda. “ Yuni menyela saya. “ Enak aja dia minum gratis.” kata Yuni sewot. Saya diam saja dan mengibaskan tangan agar wanita itu pergi. Tak berapa lama wanita itu datang lagi. “ Pak, saya engga ada ongkos. Maaf..” kata wanita itu menahan tangis. Saya tatap sekilas dan melirik ke Yuni. “ Beri dia uang. “


“ Duh tadi minta bayarin bill, sekarang minta ongkos. Apa apaan sih. “ Kata Yuni mau panggil manager cafe. Dia mau protes. Saya tahan. “ beri aja uang. “ kata saya. Yuni dengan berat membuka tasnya. “ Kasih Rp 500 ribu” kata saya. Mata Yuni melotot. Tapi matanya redup ketika melihat kesaya. Wanita itu pergi.


“ Gampang sekali begoin Uda. Di hadapan wanita cantik mudah sekali luluh”


“ Kalau saya gampangan, udah lama saya bangkrut” kata saya.


“ Tapi kenapa uda semudahn itu percaya? Teriaknya. Saya diamkan saja. “Enak banget dia tanpa keringat minta uang begitu saja”


“ Yun, keberanian meminta di tempat umum itu engga mudah. Butuh keberanian yang luar biasa. Kalau bukan kehendak Tuhan, mana pula dia punya keberanian itu.”


“ Ya, Tuhan lagi jadi alasan? Faktanya kita di rampok”


“ Rampok? tanya saya mengerutkan kening dan bersuara agak keras. “ Kamu tahu, ada 82% dari 260 juta rakyat tidak menikmati kebebasan financial seperti kamu itu. Apakah kamu pikir kita dapat uang dengan cara benar dan terhormat ? Tidak. Sistem di negeri ini memberikan peluang kita dapatkan uang banyak yang pada waktu bersamaan sistem itu menindas mayoritas rakyat negeri ini. Jangan bangga dengan kelebihan kita. Kita hanya 5% dari penduduk negeri ini yang sekali bayar bill diatas UMR para buruh. Kita semua adalah anjing. Anjing! Paham” Kata saya ketus.


Yuni diam saja.


“ Rendah hatilah. Kalau tidak bisa bantu mereka, ya gunakan empati kamu. Kita tidak perlu promosi jadi orang baik, karena kita bukan kumpulan orang baik. Kalau  ada yang datang minta tolong, ya beri. Setidaknya kurangi rasa bersalah, Apalagi untuk makan dan ongkos. Engga akan buat kamu miskin. Paham”


“ Ya uda..”


***


Si Udin pedagang sempak. Pagi dia keluar rumah. Dagang di lapak kaki lima. berdagang dalam was was. Kawatir aparat pamongpraja datang menggaruk. Setiap hari dia dapat uang. Setiap hari uang habis untuk dimakan. Tidak ada yang ditabung. “ Itu semua kendaraan mewah yang ada di jalanan. Pemiliknya sama saja dengan aku. Sama samaManusia. Apakah mereka kawatir tidak makan? . Tentu tidak. Kalaulah, kaya itu dekat ke dosa, mungkin berdosa juga tidak buruk daripada setiap hari kawatir tidak makan” kata Udin dalam hati. Dia tidak mengeluh. Hanya bertanya soal keadilan sikapnya terhadap dirinya sendiri.


Udin mulai tertarik membeli barang gelap. Barang selundupan namanya. Harga lebih murah dari harga toko. Omzet meningkat. Laba meningkat. Tabungan juga bertambah. Izin usaha diajukan kepada pemerintah. Udin tak lagi disebut pedagang informal. Dia sudah jadi formal. Mempunyai akses kepada sumber daya keuangan negara. Bank memberikan fasilitas kredit murah tapi dia tidak punya collateral. Udin menawarkan kerjasama dengan venture capital. Proposal bisnis dipoles sana sini. Nilai diangkat setingginya. Uang mengalir dari bank. Pabrik sempak berdiri atas jaminan dari venture capital.


Produksi terjadi. Disitribusi barangpun terjadi. Jumlah pekerja bertambah. Laba meningkat. Berlalunya waktu. Dari konsultan, notaris, lawyer dan fund manager yang merupakan agent pemerintah mendukung legitimasinya menarik uang di pasar modal. Udin atas usulan venture capital ajukan izin ke OJK untuk IPO. Saham 1 rupiah dijual dengan harga Rp. 300 rupiah. Uang mengalir dari pasar modal. Perusahaan sudah berubah jadi lembaran saham yang nilainya tidak lagi berdasarkan harga real  tapi persepsi diatas fantasi kapitalis.


Persepsi mulai penting walau dibangun diatas kebohongan. Dari itu nilai saham terus meningkat. Neraca semakin sehat. Sehingga peluang leverage terbuka.   Udin tidak perlu kerja keras untuk bayar utang bank dan venture capital. Cukup terbitkan Obligasi uang mengalir lagi ke dalam perusahaan. Belum cukup. Diapun melakukan kontrak REPO untuk menarik uang dari para spekulan. Uang mengalir lagi. Dari aliran uang masuk itu, dia punya akses ke politik dan pejabat tinggi. 


Dengan uang ditangan dia mudah dapatkan izin konsesi tambang. Konsultan menentukan nilai tambangnya dan bank memberikan kredit kepadanya. Uang masuk lagi. Kontraktor kerja mengeruk tambang. Pasar ekspor menyerapnya. Udin dengan mudah dapatkan akses HGU dari pemerintah . Dengan offfatake market dari luar  negeri dia mudah dapatkan kredit dari bank. Udin ongkang ongkang kaki uang mengalir deras ke kantongnya. Dari aliran uang dari berbagai sumber itu, dia dirikan bank. Modal hanya 8% tapi negara melegitimasi nya   tarik uang dari publik 100%. Udin ongkang ongkang kaki orang kerja keras setor uang ke banknya. Resiko ditanggung LPS. Enak ya.

Udin semakin kaya dan semakin sadar bahwa “ kekayaan itu ada pada kekuasaan. Ketidak adilan itu ada karena akses kepada negara butuh procedure formal. Dan lagi akses itu tidak gratis. Tidak hanya perlu  effort besar tapi juga perlu mental culas. Udin tahu diri. Tidak perlu merasa jadi orang baik. Dari pedagang, tokoh agama, politisi, pejabat, sama saja. Sistem  memberikan kesempatan bagi siapapun jadi anjing pemakan bangkai. Hanya caranya saja berbeda. Ada yang vulgar dan ada yang soft. Masalahnya siapa yang mau makan siapa. Walau faktanya  segeltintir orang memangsa mayoritas rakyat.


Krisis karena rakus

 



Di berita Straits Time, kemarin IMF mengatakan bahwa kinerja ekonomi Rusia jauh lebih baik daripada negara Eropa, AS dan lainnya walau Rusia kena embargo ekonomi atas serangnya ke Ukrania. Kinerja itu bisa terjadi, menurut IMF, salah satunya karena Rusia diuntungkan oleh harga energi yang tinggi. IMF juga dalam laporan terakhirnya menyebutkan bahwa diramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun deapn masih diatas 5% (5,1%) walau dunia melambat sekitar 2,9%. Bahkan CHina saja diperkirakan tahun depan melambat 4,4%.


Saya ingin cerita sedikit soal fenomena ekonomi global dalan konteks Rusia dan Indonesia. Oleh sebagian orang anggap bahwa ini anomali. Bagaimana mungkin Rusia yang diembargo dan berperang, malah lebih baik kinerja ekonominya. Bagaimana mungkin Indonesia bisa tetap survive, bahkan bisa dengan mudah melewati gelombang ganas krisis global yang sedang mengarah kepada resesi ekonomi. Baik saya jelaskan secara sederhana ala pedagang sempak.


Krisis di beberapa negara maju sekarang, sebenarnya sederhana penyebabnya. Apa itu ? rakus. Sistem perbankan mereka memompa dananya lebih banyak kesektor keuangan daripada sektor non keuangan. Engga percaya? anda bisa liat data dari bank international for settlement ( BIS), bahwa tren perbandingan credit ke sektor non keuangan terhadap PDB sejak tahun 2016 sampai tahun 2021. Zona Euro selalu negatif. AS juga negatif, hanya ada koreksi tahun 2020 rasionya positif tetapi setelah itu negatif lagi. Bahkan India, juga sama rasionya negatif. Indonesia selalu positif rasio PDB terhadap credit non keuangan.


Apa artinya? Sejak rezim suku bunga rendah, yang menikmati kredit adalah sektor keuangan. Siapa itu? ya para trader saham, valas, komoditi. Mereka begitu rakusnya menarik pinjaman lewat skema hutang atas instrument pasar uang derivative. Apa hasilnya? bubble value. Mengapa saya sebut bubble value? uang begitu banyak disuplai tetapi tidak ada yang mengalir untuk pertumbuhan sektor produksi. 


Contoh sederhana dikita . Saham GoTo 350% valuenya dari harga buku. Apakah GoTo nambah karyawannya? kan engga. Malah ngurangi karyawan. Makanya terjadi imbalance economy. Rakyat bingung. Kok inflasi sih, padahal kan kita cari uang susah. Lapangan kerja juga sulit. Belum lagi bisnis ponzy ala Pasar yang menawarkan ilusi dan too Good to be true. Ogah berkeringat, menarik uang dari kantong orang dungu yang rakus. 


Satu satunya cara mengatasi situasi itu adalah dengan menaikan suku bunga. Dengan suku bunga tinggi maka instrument keuangan jadi mahal dan kredit derivative juga terhenti. Proses market adjustment terjadi di Pasar uang dan modal. Value akan terkoreksi kepada situasi real. Semua saham blue chip terkorekasi sampai jatuh 40% marcap nya. Semua instrument pasar uang dibuang ke OTC yang lemah minat. Ya proses resesi terjadilah. Sampai kapan? Ya sampai proses market adjustment mencapai titik equilibrium.


Nah selama proses mencapai titik equilibrium itu siapa yang diuntungkan?


Ya yang punya SDA, seperti Rusia dan Indonesia, termasuk sebagian negara ASEAN. Mengapa?. pertumbuhan kredit masih dibawah 100% dari PDB. Artinya masih under capacity. Masih lapang. Dan lagi disaat krisis yang tak bisa digantikan kan SDA. Barang tekhnologi seperti elektronik, pakaian, kendaraan dan lain lain kan bisa ditunda belinya. Tetapi kebutuhan akan energi dan rantai pasokan pangan dengan downstream nya kan engga bisa ditunda. Mana ada orang mau mati engga makan dan kembali kajaman jadul tanpa energi listrik. Ya kan.

Krisis global adalah pelajaran moral termahal. Akankan manusia kembali kepada fitrahnya. Jangan rakus dan focus kepada hal yang nyata. Udah dech berbisnis halu. Kayalah lewat produksi real, bukan ilusi..


Kamis, 14 Juli 2022

Salah mikir

 



“ Jel, bisa chating? kata Florence via WeChat.


“ Ya ada apa ?


“ Dunia tercengang meliat kemajuan Indonesia. Geliat investasi infrastruktur ekonomi sangat luar biasa. Tapi mengapa Waskita merugi dan terjerat hutang gigantik? dan begitu juga dengan BUMN karya lainnya? Padahal di luar negeri semua jalan tol untung dan jadi rebutan investor institusi. “


“ Ya. Karena di luar negeri, jalan toll adalah fiture bisnis dari kawasan potensi ekonomi, Tidak ambil untung dari tarif, tetapi dari nilai tambah kawasan ekonomi baru akibat adanya Toll itu. Lah di Indonesia, jalan tol untuk kemudahan dan kelancaran angkutan darat. Engga bisa bedakan bisnis komersial  dan PSO. Kacau kan.”


“ Gimana dengan kereta Cepat Jakarta Bandung. ?


“ Sama saja. Kereta cepat itu untuk bisnis pengembangan TOD yang melahirkan pusat pertumbuhan baru. Untungnya dari TOD bukan dari ticket. Eh di Indonesia malah TOD hilang, yang ada bisnis jualan ticket. Ya sampai Celeng berkumis kagak akan untung. Makanya jangan kaget bila akhirnya investor ogah dengan skema B2B. Investor minta jaminan negara lewat APBN. Maka jadilah proyek kereta cepat seperti punya kendaraan mercy di jalanan kampung. Hanya digunakan gaya doang tapi gaya berongkos mahal.”


“ Duh, Gimana dengan kekayaan di Laut ? Seharusnya kita jaya di laut. Kan laut kita terluas di dunia”


“ Perikanan itu harus dikelola secara industri bukan tradisional. Karena keunggulannya bukan pada luas laut tetapi tekhnologi tangkap dan proses pengolahan. Tetapi lucunya investasi di sektor sangat kecil. Makanya Ekspor ikan juga kalah dengan Thailand dan Vietnam. Kita masih aja beretorika sebagai bangsa bahari. Tapi lucunya kita masih impor ikan sardine, bahkan garam pun masih impor. “ 


“ Cara modern itu tidak elok bagi kehidupan nelayan dan konsumen domestik. Kita harus melindungi dalam negeri ? 


“ Faktanya konsumsi ikan perkapita, kita masih negara dengan urutan ke 9 dunia di bawah Malaysia.”


“ Gimana dengan CPO ?


“ Kita negara yang lead dalam ME-Asean. Tetapi itu hanya jadi simbol hegemoni politik pencitraan kawasan saja. Nyatanya kita dibegoin oleh Singapore yang mengontrol Ekosistem financial business Sawit dan Malaysia yang kontrol harga CPO. KIta masihn aja konsumsi MIGOR curah. Sama dengan Bangladesh. Padahal kita memiliki lahan sawit terlus di dunia”


“ Benar ya bisnis CPO dikendalikan Malaysia?


“ Ya benar.”


“ Kenapa begitu?


“ Dulu kan waktu ada BPPN banyak aset dalam bentuk Kebun Sawit dilelang. Nah kesempatan ini digunakan malaysia untuk beli. Saat sekarang mereka kuasai 1,4 juta hektar lahan sawit di Indonesia. Itu kurang lebih 1/3 lahan sawit di Indonesia mereka kuasai”

“ Kan engga significant. Hanya 1/3 kok kalah?


“ Itu kan yang resmi. Kalau digabung dengan milik proxy mereka, itu bisa mencapai 3.7 juta hektar atau 70% mereka kuasa lahan sawit kita”


“ Gila ya. Terus mengapa mereka bisa kendalikan harga?


“ 90% pasar premium seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang mereka kuasai. Sedangkan Indonesia hanya mampu mengekspor ke pasar nonpremium seperti China, India, dan Bangladesh. Itupun masih dikuasai oleh Malaysia. Maklum kan pasar mengikuti Bursa Malaysia Derivatives”


“ Siapa konglo mereka?


“ Ada 9 group. CBIP Holding Berhad, Felda Global Ventures Holding Berhad, Genting Plantation Berhad, IJM Corporation Berhad, IOI Corporation Berhad, KLK Berhad, Kulim Berhad, Sime Darby Plantation, dan Wilmar International. Dan semua itu pasti terhubung dengan Robert Kuok, keluarga Raja Gula ASEAN, yang memang pedagang kawakan sejak tahun 70an.


“ Kenapa bisa sehebat itu mereka?


“ Bisnis sawit itu di Malaysia sudah dikelola secara industri berbasis supply chain. Downstream mereka luas sekali. Logistik dan  stockis sudah well established, Mereka juga bangun downstream CPO di China, India dan Eropa, otomatis mereka ikat buyer utama. Kita engga begitu”


“ Ya kenapa kita engga tiru mereka?


“ Sebagian besar pengusaha kita kan mental rente. Jauh sekali untuk punya mental industriawan. Dan aturan pemerintah juga tidak mendukung. Klop dah” Kata saya.


“ Kenapa begitu sih ?


“ Saya sering liat ibu ibu pakai daster ke pasar. Padahal daster itu pakaian tidur. Pernah juga liat tissue toilet di restoran. Itu untuk lap tangan seusai makan. Padahal itu tissue seharusnya ditempelkan ke lubang anus. Itu karena kakacuaan pemikiran.   Ah mending mikirin dagang sempak aja. Engga perlu sekolah tinggi. Engga perlu merasa pintar. Karena memang bego” 


“ Sialan luh. Memang ada benarnya juga sih. Kita salah mikir terus”



Senin, 04 Juli 2022

Demokrasi ala marketing

 



“ Pasar itu bisa di create walau itu produk baru sekalipun. Konsumen cenderung memlih karena faktor emosional. Faktor produk dan branded lebih dominan. Sedikit sekali konsumen memilih karena alasan rasional dan kebutuhan. Kalau anda ke geray super market. Informasi di benak anda sudah ada lebih dulu tentang produk yang anda kenal lewat iklan. Tentu persepsi anda tentang produk itu sudah terbentuk seperti apa kata iklan. Dan lihatlah, packing nya menarik dan mendorong anda untuk memilih. " Itu yang saya ingat waktu kursus marketing tahun 1987.


Dalam ilmu marketing ada istilah AIDA atau attention, interest, desired, action. Bagaimana membuat issue agar orang punya perhatian. Cara Anies dengan cepat menutup Holywings, itu cara smart menarik attention ( perhatian) umat beragama. Bukan hanya umat islam tetapi juga umat kristiani. Kemudian setelah pehatian terbentuk, maka berita itu terus diviralkan oleh media massa dan sosial media.


Lewat comment, news, talk show dll itu semakin viral. Sehingga issue positif yang sengaja di create oleh team Anies sengat mudah melahirkan interest ( minat ) orang terhadap Anies. Selanjutnya adalah upaya panetrasi terhadap issue yang mengaburkan hal negatif terhadap anies. Ini akan berujung kepada desired ( kehendak) untuk memilih Anies. Kalau sudah terbentuk kehendak maka kelak pemilu, dia tidak akan goyah untuk action memilih anies.


Dalam sistem demokrasi proses kemenangan tidak jauh beda dengan konsep marketing ( AIDA). Kita kadang sulit membedakan antara popularitas dengan elektabilitas. Baik saya luruskan dulu definisi nya. Popularitas adalah orang dikenal luas oleh siapapun, karena alasan negatif atau positif. Elektabilitas, orang punya daya tarik untuk dipilih. Apapun alasannya. Jadi antara populer dan elektabilitas tidak selalu seiiring sejalan. Apalagi dengan adanya Sosial media. Asal dia kreatif membuat konten bisa saja mendongkrak popularitas.


" Orang baik dan kompeten belum tentu popular dan orang popular belum tentu juga kompeten dipilih. Kemudian, ditambah lagi kita juga tidak bisa bedakan memilih karena subjectif atau objektif. Kacau kan. " Kata teman.


Pilihan yang ditawarkan  memang mampu membebaskan individu dalam mengambil keputusan. Kita diberi hak politik untuk menentukan pilihan. ”Sayangnya,” sebagaimana dikatakan Hirsch dalam The Social Limits to Growth, ”Individual liberation does not mean that opportunities ultimately liberate all individuals together”  Memang  setelah pemilu usai, kita terpasung, Tidak bebas. Pemilih dari capres yang kalah dan yang menang saling mengejek. Terus aja begitu,  Padahal persepsi AIDA itu hanya ada pada saat kampanye dan tidak ada korelasinya dengan sistem kekuasaan.