Sebenarnya Indonesia itu lahir prematur. Mengapa? karena ketika proklamasikan. Kita hanya ada falsafah mendirikan negara, yaitu Pancasila. Sementara UUD belum ada. Kalaupun Prof. Dr. Soepomo dalam sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945, menyampaikan Rancangan UUD 45, namun tidak dianggap serius. Alasanya. Saat itu situasi sedang genting. Api revolusi baru saja menyala. Orang tidak tahu pastinya masa depan Indonesia itu seperti apa. Mereka yang hadir dalam BPUPKI bersikap “ Nanti kalau keadaan sudah tenang. Akan diadakan pemilu. Hasil pemilu itu akan bertugas membuat UUD.
Usai Pemilu 1955 dibentuklah dewan konstituante. Tugasnya membuat UUD. Tetapi gagal. Soekarno keluarkan dekrit kembali kepada UUD 45. Yang jadi masalah, UUD 45 itu tidak sejalan dengan falsafah Pancasila. Prof. Dr. Soepomo sebagai perancang UUD 45 menyebut bahwa UUD 45 itu “ Inilah idee totaliter, idee integralistik dari bangsa Indonesia, yang berwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli,” Sebenarnya ini copy paste teori negara integralistik yang didasarkan pemikiran Baruch Spinoza, Adam Muller, dan Georg Hegel.
Apa contoh konsep UUD 45 itu yang sudah diterapkan negara lain? yaitu Derde Reich Jerman di bawah Hitler dan Kekaisaran Jepang. Keduanya, sebagai negara integralistik, menyatukan negara dengan seluruh rakyatnya, mengatasi seluruh golongan. Negara berada di atas individu, dengan ekonomi sosialis dan setiap aktivitas ekonomi dijalankan “secara kekeluargaan”. Artinya secara tidak langsung kalau kita kembali kepada UUD 45 maka lihatlah pemerintahan Hitler dan kekaisaran jepang yang kalah perang dunia ke dua. Itu sebabnya oleh Soekarno, UUD 45 itu diterjemahkan sebagai Demokrasi terpimpin.
Oleh Soeharto, UUD 45 itu dipertahankan. Namun diterjemahkan sebagai demokrasi perwakilan lewat partai dan golongan plus TNI. Yang dipilih lewat Pemilu. Kalau Soekarno menggunakan barisan Nasional ( NASAKOM ) sebagia pengawal Pancasila. Namun Soeharto, menggunakan Dewan Pengamalan Pancasila Atau BP7. Dewan ini bertugas membuat manifesto Pancasila dan dikampanyeka kepada rakyat lewat penataran P4. Tetap saja fasis dan diktator atas nama partai dan golongan.
Era reformasi. Kita sepakat mengubah UUD 45. Maka amandemen UUD 45 dilakukan sebanyak tiga kali. Dengan adanya amandement ini, maka kita terjemahkan UUD 45 dalam konteks demokrasi. One man one vote. Demokrasi langsung dan liberal. Didasarkan pada adanya kontrak sosial yang terjalin antar seluruh perseorangan dalam masyarakat. Kita sudah tidak lagi jadi negara integralistik. Tetapi negara individualistis yang bertolak dari ide-ide John Locke, J.J. Rousseau, dan Harold Laski. Pancasila ditempatkan dalam lipatan buku perpustakaan.
Jadi kalau kita masih bicara tetang Pancasila sebagai idilogi hanya dianggap angin lalu. Masih belum paham? Tuh lihat DPR dan ormas agama menolak Rancangan UU Haluan Idiologi Pancasila ( HIP). Karena engga nyambung dengan UUD 45 yang sudah diamandemen. Kalau masih bicara soal keadilan sosial. Itu juga omong kosong. Engga percaya?. Lihatlah Pasal 33 UUD 45 ayat 1 dan 2. Ini sistem negara individualistis. Yang menang yang menetukan. Suara mayoritas yang berkuasa dengan prinsip Constitutional democracy. Atau negara demokrasi yang berdasarkan hukum. Atau negara hukum demokratis. Partai jadi shareholder negara atas nama rakyat.
Perseteruan antara kelompok, itu semua omong kosong. Karena pada akhirnya yang berkuasa adalah orang perorang. Merekalah yang menentukan nasip bangsa ini. Di bilik suara pada saat Pemilu. Apakah kekuasaan politik orang perorang itu dijemput dengan uang?. itu biasa saja. Karena semua orang paham. Mereka terima uang, pasti ada kontrak sosial. Dan kalau karena itu yang mendapatkan manfaat kekuasaan itu adalah pemodal. Itu juga konsekuensi sistem individualistik