Rabu, 13 Januari 2021

Tuhan dalam perspektif cinta.


Ketika kali pertama Muhammad SAW menyampaikan risalah tentang tauhid, tidak ada benturan perbedaan dengan kaum qurais yang ada di makkah. Mengapa? masyarakat Makkah terutama kaum Yahudi dan Nasrani sudah mengetahui jauh sebelumnya konsepsi tentang Tauhid. Itu tidak ada perbedaan sebagaimana agama yang diimani Muhammad sebelum diangkat sebagai Rasul. Walau ada kaum qurais yang menyembah berhala (pagan), itupun tidak ada pertentangan dengan mereka. Karena konsepsi tentang Tuhan, tentang superioritas Tuhan tidak ada perbedaan dengan apa yang disampaikan oleh Muhammad. 


Tetapi menjadi lain ketika Nabi memperkenalkan konsepsi tentang  sosial dan  budaya atau bahasa mesranya : akhlak. Nah saat itulah terjadi benturan. Nabi memperkenalkan nilai nilai egaliter. Bahwa di hadapan Tuhan manusia itu sama, kecuali ketaqwaannya. Nabi menentang perbudakan. Nabi menghormati kaum wanita. Padahal saat itu budaya feodal sedang mengakar dalam kehidupan masarakat. Orang dihargai karena harta dan tahtanya. Orang lemah dan wanita dijadikan budak. Bahkan mereka malu kalau punya anak perempuan. Setiap pria punya istri lebih dari satu.


Walau Nabi lahir dari kaum bangsawan Qurais, namun tidak membuat beliau merasa rendah bila bersikap egaliter. Beliau membebaskan budak dan dijadikannya sebagai anggota keluarganya. Istri yang dinikahinya Chadijah lebih tua darinya. Namun rasa hormatnya kepada istrinya tidak berkurang. Selama istrinya masih hidup, beliau tidak tergoda untuk menikah lagi. Padahal budaya Arab ketika itu kehormatan pria apabila banyak memecahkan perawan wanita dan dijadikan istri.


Sikap egaliter itu menjadi bagian dari mindset agama yang beliau perkenalkan. Ketika islam mencapi puncak kejayaan, beliau menjauh dari kemewawahan dunia. Beliau menghargai demokrasi dan suka bermusawarah. Tidak memaksakan kehendak kepada siapapun termasuk yang bukan beragama islam. Mengapa ? Karena Allah memang mendidiknya begitu ( Qs al-An’am : 108). “ Aku diutus ALlah untuk mempebaiki Akhlak.” Bahwa missi beliau bukanlah mengislamkan atau memaksa orang pindah agama, tetapi memperbaiki akhlak manusia. Manusia yang egaliter. Yang besar hanya Allah.


Revolusi dan benturan kelas terjadi di dunia ini selalu berhubungan dengan perubahan akhlak atau mindset anti feodalisme yang dibungkus agama. Apakah setelah revolusi dimenangkan oleh kaum egaliter lantas orang membenci agama. Tidak!. Agama tetap diimani dalam dimensi akhlak, bukan lagi politik. Artinya agama kembali kepada prinsip ajarannya, bahwa yang besar dan benar itu hanya Tuhan. Selanjutnya eksistensi Tuhan dimanifestasikan dalam kehidupan cinta bagi semua. Agama atau idiologi bukan lagi hal esensial tetapi hanya metodelogi untuk mengaktualkan cinta itu.


***

Ada ungkapan bijak dari orang China “ Kalau kamu ingin bahagia sebentar, makanlah yang enak. Kalau kamu ingin bahagia setahun, menikahlah. Kalau kamu ingiin bahagia selamanya, dapatkanlah uang” Sekilas kalau anda perhatikan kalimat ini, terkesan orang China itu gila uang. Mentuhankan uang. Tetapi kalau anda resapi kalimat itu dengan cermat,  anda akan terkejut. Itu cara China satire tentang persepsi uang sebagai berhala. Mengapa ? Uang dicari untuk makan dan keluarga. Tetapi itu tidak membuat anda bahagia selamanya. Lantas apa artinya uang? ya tidak ada artinya uang itu. Singkatnya hidup ini fana. Tidak ada yang abadi selain Tuhan.


Dalam kehidupan ini, pemahaman agama justru menciptakan orang mudah memberhalakan apa saja. Walau agama hanya mengenal Tuhan, namun ada banyak tuhan selain Allah. Kalau kita membaca kitab suci, kita mentuhankan Nabi. Padahal dia hanya messenger. Tuhan bukan Nabi. Itu juga terjadi dalam kehidupan sosial. Tokoh agama sudah jadi berhala. Di follow oleh orang banyak tanpa ada keberanian mengkritisinya. Lebih jauh lagi, harta sudah jadi berhala pula. Batasan moral ditabrak demi harta. Tahta juga jadi berhala. Apapun dilakukan termasuk memanifulasi agama demi kekuasaan.


Lebih luas lagi, kita masuk dalam dimensi logo  atau simbol tuhan. Ia sudah menjadi produk kapitalis. Baju kalau tidak bermerek, kendaraan kalau engga mewah, rumah kalau tidak di kawasan real estate, serasa kurang iman.. Bukan itu saja. Orang dengan pakaian gamis sudah dianggap soleh dan suci. Patut di follow. Orang berpakaian modern dianggap bergengsi. Pakaianpun sudah jadi  berhala baru. Tanpa disadari kita punya fantasi tentang Tuhan baru, yaitu materialisme. Nama kitabnya kapitalisme.


Apa yang terjadi? kita semakin jadi jauh dari Tuhan Yang Maha Besar. Rumah mewah, tetapi sepi. Lebih banyak tinggal di luar rumah. Mobil mewah, yang menikmati supir. Harta dan tahta dicari seakan ingin hidup selamanya. Hasilnya harta habis untuk berobat agar terhindar dari kematian. Toh akhirnya mati juga. Banyak makan agar sehat. hasilnya malah penyakitan. Agama diagungkan. Tapi lihat perempuan seksi, emosi. Lihat patung tensi. Lihat pocong lari. Kan paradox.


Semua agama mengajarkan tentang kesederhanaan. Itu bukan sekedar penampilan. Tetapi juga dalam pikiran. Agama hebat, Bukan tokohnya, tapi pahami ajarannya. Kapitalisme hebat, bukan pemikiranya, tetapi pahami spirit berproduksinya. Rumah, pakaian, kendaraan penting , tapi pahami manfaat dan fungsinya saja. Negara hebat, bukan idiologinya tapi spirit persatuannya. Selebihnya hanya Tuhan yang maha besar dan benar. Jadikan itu awal dan akhir dalam  berpikir dan bersikap. Dan tetap istiqamah walau harus berdamai dengan realita. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.