Sabtu, 21 Desember 2019

Why does everything have to be "made in China”?

Suatu saat relasi dari AS datang ke Hong Kong. Dia berminat membeli gagang ( frame ) kacamata. Dia perlihatkan contoh beberapa frame yang dia mau. Saya perhatikan. Itu materialnya dari plastik dan kalau ada titanium, itu hanya coated ( dilapisi). Dia tanya apakah saya dapat menjual barang itu. Saya tanya, kalau di AS berapa harga barang itu satu unit? Dengan santai dia menjawab bahwa harganya USD 100. Saya tahu dia agak berbohong. Karena data dari maket AS harga retail lebih dari USD 100. Tetapi ok lah. Saya katakan bahwa saya bisa jual dengan harga USD 10 per unit. Dia sempat engga percaya. Tetapi saya yakinkan. Bahwa pembayaran dengan LC. Jadi kalau engga delivery dan engga sesuai spec engga bayar.

Mungkin anda bertanya mengapa saya bisa jual frame seharga USD 5 per unit. Padahal di AS harganya USD 100? Barang itu saya buat di China dengan hitungan bukan harga per unit tetapi biaya bahan baku yang saya keluarkan untuk pesanan dia sebanyak 200.000 unit. Apa bahan bakunya ? PVC dan coated titanium. Untuk satu unit kacamata, hanya butuh beberapa gram PVC dan coated titanium. Biayanya hanya USD 3. Sementara biaya moulding dan processing hampir engga ada arti. Karena barang diproduksi secara massal tentu biaya processing per unit sangat rendah sekali. Saya abaikan saja biaya processing itu. Jadi sebetulnya saya engga jual frame, saya hanya jual PVC dan coated tittanium.

Saya juga menjual Jilbab ke Mesir dan Arab. Harga per unit hanya USD 0,20 atau kurang lebih Rp. 2.800. Kalau di Indonesia mungkin harga dipasar Rp. 20.000. Mengapa saya jual dengan harga murah. Lagi lagi hitungannya bukan per unit. Saya tidak jual jilbab tetapi saya jual benang dan serat sintetis. Satu uni jilbab itu hanya menghabiskan benang dan serat sintetis beberapa gram saja. Kalau dihitung cost saya sebesar USD 0,10. Karena saya beli bahan baku itu tonan. Tentu harganya sangat murah. Biaya produksi dan processing sangat kecil sekali karena diproduksi massal.

Itulah pengalaman bisnis awal awal saya di China sebagai pengusaha “maklon”. Saya tidak punya pabrik tetapi saya bisa mengekspor barang dari China keseluruh dunia. Caranya hanya memanfaatkan supply chain ( Rantai pasokan ), yang memang luar biasa hebatnya di China. Apapun pesanan dari pembeli di seluruh dunia bisa saya produksi di China, karena rantai pasokan bahan baku industri tersedia luas. Dari elektronik sampai ke bahan kebutuhan sekunder lainnya. Harga sangat murah. Itu bukan karena dumping. WTO tidak melihat barang karena merek tapi spec. Harga barang China sesuai dengan spec sebetulnya tidak murah. Wajar saja. Namun bagi kapitalis harga itu sangat murah sekali. Maklum mereka menetapkan laba berlipat kali. Saya bukan kapitalis. Saya hanyalah pedagang.

Makanya jangan kaget bila banyak orang asing di China yang awalnya “maklon” seperti saya, dalam dua tahun sudah bisa mendirikan pabrik sendiri di China. Itu berkat mudahnya make money di China. Saya engga kebayang, kalau di Indonesia mungkin untuk bisa buat pabrik butuh waktu puluhan tahu, dan itupun hanya orang itu itu saja. Sangat sulit bagi new comer. Bukan itu saja, sekali kita buat pabrik, bank sudah tawarkan kredit modal kerja. Kalau mau ekspansi , bank sangat mudah kasih kredit. Bunga sangat murah dan proses cepat. Benar benar bank itu berfungsi menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Itulah jawaban kalau ada yang bertanya “ Why does everything have to be "made in China”? Tidak ada satupun negara yang bisa embargo produk China. Karena harga tidak mengenal idiologi dan agama. lihatlah fakta di AS. Walau begtu keras hambatan tarif terhadap produk china, orang tetap beli barang China. Karena harga yang murah. Untuk bisa meniru China juga engga mudah. Tidak ada kampus mengajarkan kerja seperti China. Karena itu bukan sain tetapi budaya yang berakar dari sikap mental gemar berproduksi dan hidup hemat.

***
Anda mungkin semua sudah tahu kalau penduduk China itu mencapai lebih dari 1 miliar. Tapi tahukah anda bahwa yang punya passport hanya 10% dari total populasi China yang mencapai 1,8 miliar orang atau kurang lebih 180 juta orang. Dari 10% itu yang dapat exit permit bisnis hanya 18 juta orang yang bebas keluar masuk negerinya. Makanya jangan dikira bahwa orang China itu tahu banyak dunia luar. Bukan hanya tidak tahu karena engga pernah keluar negeri, juga karena informasi dari dunia luar juga di sensor. Ribut ribut soal politik luar negeri, dipastikan 90% rakyat engga tahu.

99% mereka tidak bisa bahasa inggeris dengan baik. Yang hanya bisa sekedar komunikasi bahasa inggris tidak lebih 5%. Makanya kalau China bisa menguasai pasar, itu bukan karena orang china jago marketing. Mereka engga paham menjual. Jadi siapa yang memasarkan barang mereka? ya orang asing. Kalau anda berkunjung ke pusat bisnis seperti Shanghai, Shenzhen dan lainnnya, pasti dengan mudah menemukan orang asing, dari Jepang, Korea, Eropa, bahkan dari Indonesia yang berbisnis dengan pabrikan China. Merekalah pemasar sesungguhnya. China hanya memproduksi sesuai pesanan. Itu sebabnya mereka engga peduli untung besar.

Mungkin anda membayangkan negara komunis itu dimana mana ada polisi yang berwajah angker terhadap rakyat. Membuat rakyat takut. Tapi tahukah anda?, bahwa di China sangat jarang kita bisa melihat polisi di jalanan. Apalagi tentara. Kalaupun ada , itu bukan Polisi tetapi sekuriti. Walaupun begitu, rakyat sangat takut melanggar hukum. Mengapa ? Penerapan hukum sangat efektif. Orang tidak berani berkumpul lebih dari 50 orang tanpa izin. Walau polisi tidak ada, tetap saja mereka takut. Mengapa? cobalah lakukan. Dalam hitungan menit, polisi sudah datang membawa mereka semua ke bui.

Di China orang bebas bersosial media. Kritik apapun kepada pemerintah tidak dilarang sepanjang dilakukan secara terpelajar. Tetapi, cobalah, nyinyir dan lakukan ujaran kebencian kepada pemerintah, seketika akun sosmed akan signout. Mereka tidak akan bisa membuat akun baru. Karena semua akun sosmed terigister melalui eKTP. Apakah selesai ? tidak. Dalam hitungan hari, sudah ada petugas mendatangi rumah mereka. Mereka sadar bahwa mereka dalam pengawasan aparat. Pasti hidup tidak lagi nyaman. Hidup di China sangat berkompetisi. Membuat masalah dengan pemerintah, itu sama saja konyol. Selagi tidak berurusan dengan pemerintah, cari uang mudah dan pekerjaan selalu ada. Besar kecil relatif.

Di China agama sangat dihormati oleh negara. Kalau Partai Komunis China melarang agama berpolitik. Itu agar Agama tidak disalahkan gunakan oleh politisi untuk menipu rakyat. Tetapi negara menanggung biaya kegiatan keagamaan. Itu karena orang dilarang mengorganisir donasi atas nama agama. Mengapa? Agar orang tidak memfitnah agama dengan modus donasi. Di China hukuman mati hanya berlaku bagi korupsi, narkoba, penjualan manusia, kejahatan dengan tindak kekerasan. Kejahatan ringan hukumannya adalah kerja paksa di camp pendidikan mental. Itu karena China tidak punya anggaran lebih untuk membayar orang makan tidur di penjara.

Walau kemajuan begitu pesat di China, namun Kehidupan rumah tangga China sangat tradisional. Dari 10 orang sahabat saya di China, 9 nya sangat setia dengan pasangannnya. Umumnya istri full time sebagai ibu rumah tangga. Para suami hanya focus kerja dan cari uang. Hubungan antar keluarga dan teman sekampung sangat akrab. Setiap malam minggu mereka menghabiskan waktu bersama makan malam di restoran. Selalu anda canda diatas meja makan. Mereka umumnya taat beragama.

Jadi kalau mereka kuat sebagai bangsa, itu bukan karena politik. Tapi karena sifat setia keluarga dan setia kawan diantara mereka sangat tinggi. Focus mereka bukan kepada dunia luar tetapi keluarga dan sahabat! Berkali kali saya ajak diskusi soal keributan di Hong Kong, mereka engga berminat. Berkali kali saya ajak diskusi soal politik, mereka engga antusias. Tetapi cobalah ajak bicara bisnis, mereka akan cepat sekali merespon. Mengapa ? bagi mereka tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain bisnis. Karena bisnis juga membuat mereka sangat rasional. Sangat mandiri dan tahu diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.