Sabtu, 31 Agustus 2019

Dana ?

Mungkin saya termasuk orang paling takut berhutang secara pribadi. Bukan hanya sekedar takut. Sebetulnya itu ada dasarnya. Dasarnya adalah komitmen dengan istri. Bahwa saya tidak boleh berhutang untuk makan dan keperluan pribadi. Apapun itu. Makanya sejak menikah sampai kini telah 30 tahun lebih, kami memang tidak pernah berhutang untuk keperluan pribadi. Makanya kalau engga ada uang ya engga usah beli. Walau tawaran berhutang dan peluang ada, tapi tidak pernah kami lakukan. Beli rumah, kendaraan dan lainnya selalu bayar tunai.
Sejak menikah, istri tidak pernah punya credit card. Saya paksapun dia tidak mau. Sementara saya punya credit card namun menggunakan fasilitas autopay. Jadi engga pernah kena bunga dan credit card hanya alat memudahkan saya bertransaksi tanpa ada niat berhutang. Dengan begitu hidup kami sederhana, dan tak pernah terpengaruh dengan gaya hidup orang lain. Bukan kami tidak ingin seperti orang lain, tetapi kami sudah nyaman dengan sikap hidup kami yang ada sekarang. Lantas gimana dengan kehidupan saya sebagai pengusaha ? Apakah tidak berhutang. Apakah sama dengan kehidupan pribadi saya ?
Sebagai pengusaha, saya berhutang. Hutang bisnis bukan hanya tidak ditakuti , tetapi saya terlatih meng create skema berhutang untuk mengembangkan usaha. Semakin kecil modal sendiri untuk pembiayaan proyek, semakin bagus. Mengapa ? karena dengan berhutang, keputusan bisnis lebih prudential ( hati hati). Perencanan lebih teliti. Pelaksanaan lebih desiplin dan attitude bagus. Sayapun tidak pernah menggunakan uang perusahaan untuk keperluan pribadi. Tanpa sikap itu tidak ada investor yang mau kasih uang. Dan terbukti tidak ada bisnis saya yang bermasalah soal hutang. Bunga dan cicilan jalan terus. Bahkan belum jatuh tempo sudah di refinancing melalui pelepasan sebagian saham dengan capital gain.
Ketika Jokowi jadi presiden. Yang pertama dia lakukan adalah menghentikan utang untuk keperluan belanja rutin negara. ALasannya situasi ketika dia masuk istana pertama kali, memang kondisi negara dalam keadaan defisit primer. Artinya pendapatan dikurangi dengan belanja rutin hasilnya minus. Engga ada lagi sisa untuk bayar bunga dan cicilan utang. Mengapa ? karena era sebelum Jokowi, hutang digunakan untuk konsumsi dan belanja rutin, yang habis tanpa imbal hasil alias kebuang ke janban. Karena bukan diperuntukan kegiatan produksi. Sehingga tidak ada kelebihan sumber daya keuangan untuk membayar.
Di era Jokowi, belanja rutin dikurangi. Hutang produksi atau hutang fiskal diperbesar. Seperti hutang untuk alat produksi pertanian seperti Waduk , irigasi dan lain sebagainya. Pemerintah juga berhutang untuk membangun jalan dan jembatan. Bandara, Pelabuhan, Jalur kereta Api, pasar. Semua hutang itu akan menghasilkan pertumbuhan real, yang bisa membayar hutang dimasa lalu maupun yang sedang berjalan. Dengan demikin secara makro dan anggaran ( fundamental) ekonomi kita jadi sehat dan sehingga dipercaya terus berhutang untuk meng eskalasi pertumbuhan seiring meningkatknya jumlah penduduk dan angkatan kerja. Inilah yang disebut dengan financial resource. Dimana uang ngikut kemana kebijakan anda. Selalu ada uang.
Mengelola bisnis dan negara, secara prinsip sama saja. Kalau berhutang untuk keperluan konsumsi, maka itu sama saja anda menggali kuburan sendiri. Kalau anda berhutang untuk produksi ( bisnis ) dan dipercaya maka itu anda sedang membangun peradaban. Mengapa? karena kegiatan produksi melibatnya banyak ahli dan pengetahuan serta tekhnologi, juga melibatkan banyak stakeholder. Tanpa disadari, hutang untuk produksi itu menjadi berkah bagi banyak orang. Lantas gimana imbas nya dengan kehidupan pribadi pengusaha atau pemimpin ? Pengusaha atau pemimpin sejati tidak mengejar kemewahan hidup dengan standar materiliastis. Tetapi menggunakan sumber daya untuk memperkuat struktur ekonomi agar value terus meningkat dan berkembang lewat skema hutang yang lebih flexible..
Kalau orang tuduh Jokowi terus berhutang dalam konotasi negatif, itu karena dia tidak bisa membaca neraca APBN dan tidak bisa membedakan mana hutang konsumsi dan mana hutang produksi. Pengetahuan ekonomi terbatas tapi bergaya seperti pengamat ekonomi yang maha benar. Padahal kalaulah hutang Jokowi itu mengkawatirkan, tidak akan ada investor yang mau kasih pinjam walau SDA banyak. Engga mungkin rating hutang kita masuk investment grade. Contoh venezuela yang kaya SDA tapi gagal mendapatkan hutang dan akhirnya bangkrut. Jadi kalau takut berhutang untuk produksi, maka penyebabnya hanya dua, pertama, dia pemalas. Kedua, dia rakus. Ingin hidup senang tapi engga mau punya liabilities.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.